Oleh : Isma Adwa Khaira
Mahasiswi, Pendidik, and Member Of AMK


Dalam kehidupan kita akan senantiasa dipertemukan dengan berbagai macam sifat dari manusia. Ada sebagian dari mereka singgah dalam waktu yang sebentar. Ada dari mereka yang singgah dalam waktu yang lama. Bahkan membersamai diri hingga akhir hayat.

Saat perputaran waktu yang senantiasa akan terus berlalu. Akan ada saat-saat kita akan mendapati pribadi setiap manusia tidaklah sama. Ada yang mereka datang untuk memberi luka. Ada yang datang untuk memberi tawa.

Ada sebuah kalimat mengatakan bahwa waktu akan menyembuhkan setiap luka. Dan memang benarlah seperti itu. Namun ada satu yang masih menggelitik dalam angan bahwa setelah beberapa waktu terlewati. Luka itu ternyata memberikan sebuah bekas.

Di setiap hubungan, kita tidak akan mendapati semua berjalan mulus seperti jalan tol tanpa hambatan. Pasti ada riak kecil hingga ombak besar menguji kekuatan sebuah hubungan.

Mereka yang mampu bertahan meski ombak menerjang kuat menjadikan hubungan lebih erat dari sebelumnya. Begitupun sebaliknya, akan merenggangkan sebuah hubungan bahkan memisahkan.

Saat Islam mulai memahamkan bahwa sebuah hubungan tidak hanya dibentuk atas dasar hati dan keadaan yang menyatukan kehidupan. Ada yang lain, menjadi penguat begitu erat selain itu semua. Yaitu ikatan Aqidah.

Keterikatan atas dasar keyakinan semata-mata karena Allah. Ketika kita terikat dengan cinta dan benci karena Allah. Membenci ketika kemaksiatan itu nampak didepan mata. Dan mencintai ketika kebaikan itu kita perlombakan. Semata-mata hanya karena Allah ta'ala.

Sebuah Hadits Riwayat Muslim mengatakan bahwa, Setiap muslim itu saudara bagi muslim yang lain. Dia tidak akan menzhaliminya, menghinakannya, dan tidak pula meremehkannya. Keburukan seseorang itu diukur dari sejauh mana dia meremehkan saudaranya.  Seperti satu tubuh dimana jika ia sakit maka semua anggota badan pun merasakannya. 

Begitulah, sebuah hubungan dijalin dalam Islam. Kesedihan kita karena kemaksiatan yang saudara kita lakukan. Bahagia karena kita melihat ketakwaan saudara kita.

Dipertemukan dan dipisahkan dari para pengisi kehidupan adalah hal yang biasa terjadi dalam setiap insan. Apalagi kita yang bersaudara dalam Islam. Kita bertemu karena Islam menyatukan kita. Pun perpisahan karena Islam memisahkan raga kita.

Sahabat. Mereka yang menemani dikala senang dan duka. Membersamai diri hingga batas yang ditentukan oleh Allah. Saling menegur dan bersenda gurau dalam persahabatan lillah.

Untukmu Sahabat yang telah terpisah jarak dan raga. Kini, setiap episode dalam kehidupanmu akan dipenuhi oleh orang-orang yang baru. Mereka yang ku yakini mencintaimu selayaknya  mereka mencintai diri mereka sendiri. Meski kita tak saling memandang wajah, namun langit yang kita tatap masihlah sama. Meski rungu ini tak saling mendengar suaramu. Namun, do'akan senantiasa terucap untuk kehidupanmu. Teruslah melangkah bersama dalam jalan dakwah meski raga tak lagi dapat saling memandang.

Untukmu saudaraku yang kini sentiasa mengukir kisah bersama melewati jalan dakwah. Engkau akan mendapati bahwa saudaramu ini tidaklah sempurna. Kau akan dapati diriku terkadang mengecewakan dirimu. Membuatmu kesal dan marah. Tolong maafkan aku. Karena sesungguhnya sekecewa apapun diriku, kecintaanku padamu jauh lebih besar. Ku harap itupun kau rasakan. Karena persaudaraan ini kuharapan akan bersama hingga Jannah kelak.

Inni Uhibbukum fillah. Aku mencintai kalian karena Allah. Untukmu semua sahabat, Keep Istiqomah Until Jannah and Hamasa!

Post a Comment

أحدث أقدم