By : Tya Ummu Zydane
Manajer rumah tangga
Ketika hijrah dari riba, resign dari Bank konvensional, resign dari kantor yang ada unsur keharaman, meninggalkan setiap pekerjaan yang Allah haramkan, apa tujuan kita? Duniawi atau akhirat?
Mari kita cek agar terungkap, sudah benarkah niat hijrah kita?
Setelah tidak lagi bekerja di ranah yang Allah haramkan, lalu membuka usaha dan sukses, kita pun mengucapkan, "Alhamdulillah, setelah saya meninggalkan yang haram usaha saya lebih lancar."
Selebriti yang tadinya mengumbar aurat lalu hijrah memakai pakaian syar'i lalu mengatakan, "Hijab syar'i semakin mendatangkan banyak rezeki."
Dari ucapan itu menandakan, hijrah yang masih berorentasi duniawi. Karena sesungguhnya meninggalkan yang haram adalah untuk mendapatkan ridha Allah dan tidak ingin lagi mendapat laknat serta untuk selamat di dunia juga di akhirat.
Maka ketika hijrah dari maksiat apapun, orientasikan untuk akhirat. Jangan orientasikan untuk dunia saja. Saat memutuskan meninggalkan keharaman dan melakukan apa yang Allah ridhai, maka jika keuntungan hanya sedikit setelah melakukan pekerjaan yang halal, jangan pernah merasa kurang sukses. Apalagi tidak mensyukuri apa yang Allah berikan. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Rahimahullah:
"Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah maka akan Allah ganti dengan yang lebih baik."
Kemuliaan itu tidak harus berupa harta. Ingat, keridhaan Allah tidak harus berbentuk pundi-pundi uang! Saat diberi kemudahan shalat berjamaah di masjid bagi laki-laki adalah salah satu kebaikan. Diberi kemudahan menuntut ilmu agama juga kebaikan. Membersamai anak istri, mentaddaburi Al-Qur'an, bisa melakukan shalat wajib tepat waktu dan ditambah shalat sunah, bukankah itu lebih baik?
Jangan selalu terpacu bahwa meninggalkan yang haram untuk mendapatkan harta yang lebih banyak. Mengapa ukurannya selalu harus harta? Mengapa orientasinya selalu duniawi? Setingkat nabi saja hidup zuhud dan qona'ah. Malah sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wassalam Utsman bin 'Affan Radhiyallahu 'anhu menginfakkkan seluruh hartanya karena ketakutan, ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengatakan bahwasanya, Utsman bin 'Affan radhiyallahu 'anhu akan masuk surga dengan cara merangkak. Masuk surga dengan cara merangkak saja Utsman bin 'Affan radhiyallahu'anhu takut. Bagaimana dengan yang belum dijanjikan surga? Bukankah seharusnya lebih takut dengan harta yang akan memberatkan hisab kita kelak di akhirat?
Diberi kelebihan harta itu ujian, kemiskinan juga bukanlah suatu kehinaan. Oleh karena itu mari kita perbaiki lagi niat hijrah kita. Orientasikan untuk kehidupan yang kekal, bukan untuk dunia yang fana.
Dunia dan segala keindahannya memang sangat menggiurkan. Hanya manusia yang kuat iman yang mampu melawan godaannya. Hidup di dalam negara yang tidak menerapkan hukum ilahi membuat kita sangat sulit menjauhi hal-hal yang Allah benci. Namun, apapun itu bukan alasan untuk berdiam diri untuk terbebas dari sistem yang sangat zalim ini. "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka." (QS. Ar-ra'd : 11)
Mari sama-sama meraih janji Allah dalam Quran surah An-Nur ayat 55, "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa, mereka tetap menyembah Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku, dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."
Hidup di bawah naungan sistem Islam akan menjamin kesejahteraan, sehingga sangat kecil kemungkinan untuk melakukan maksiat. Jangan hanya jadi penonton, jadilah salah satu pejuang Islam! kelak hasil perjuangan itu akan kita wariskan kepada generasi kita berikutnya. Cukup kita yang tak merasa sejahtera dan cukup kita yang tidak dipimpin oleh seorang Khalifah. Jangan sampai dirasakan kembali oleh generasi penerus kita. []
إرسال تعليق