Oleh : Rohati
Pemerhati Sosial



Setiap tahunnya, Pemkab Subang menyelenggarakan shalat Idul Fitri di Alun-alun Pemkab. Namun tahun ini Shalat Ied tidak dilaksanakn terkait dengan pandemi COVID-19. MUI Subang mengeluarkan fatwa terkait pedoman pelaksanaan Idul Fitri. Diantaranya menghimbau untuk melaksanakan shalat Idul Fitri di rumah. Kalaupun melaksanakan shalat di Masjid atau di Mushola. MUI meminta menerapkan protokol kesehatan dan maksimal sebanyak 30 jamaah dengan durasi waktu lebih dipercepat.(tintahijau.com, 23/05/2020)

Jelang Hari Raya Idul Fitri, warga memenuhi pusat-pusat perbelanjaan di Kabupaten Subang. Meski melanggar PSBB, warga rela berdesak-desakan membeli keperluan lebaran. Seperti busana, sembako walaupun harga sudah melonjak naik. (pasundanekspres.com, 18/05/2020)

Menjelang Lebaran, toko perhiasan emas di Subang, Jawa Barat, kembali ramai didatangi pembeli. Mereka bahkan saling berdesakan seakan-akan mengabaikan Social distancing. (Detik.com, 19/05/2020)

Sungguh bertolak belakang antara pelaksanaan shalat Idul Fitri dengan ramainya pasar dan toko emas. Protokol kesehatan seolah tak lagi jadi perhatian warga. Tatkala menjelang lebaran warga menyerbu pertokoan. Tak perduli berdesak-desakan, memburu kebutuhan Hari Raya. Anehnya pemerintah seolah membiarkan. Sedangkan pada saat shalat Idul Fitri pemerintah justru meniadakan shalat Idul Fitri karena adanya pandemi.

Relaksasi PSBB telah membuat warga semakin berani untuk melakukan kerumunan dimana-mana. Namun berbeda sikap pada jamaah masjid. Shalat diperumit bahkan ada di sejumlah wilayah ditutup. Mengapa seolah pemerintah tak berkutik jika berhadapan dengan permasalahan ekonomi, namun keras terhadap ajaran Islam? 

Pertama karena pemerintah tidak sanggup mengurusi dengan memenuhi kebutuhan umat, sehingga roda perekonomian harus berjalan, tak peduli virus semakin menyebar. Masyarakat tidak bisa berdiam diri di rumah karena tak terpenuhinya hajat hidup. Rasa khawatir tak terpenuhinya nafkah mereka rela mengorbankan jiwaraganya.

Pemenuhan kebutuhan saat pandemi, seyogyanya memang dilakukan oleh pemerintah. Jika tidak bagaimana mungkin masyarakat bisa bertahan hidup tanpa makan dan minum. Berbagai upaya penanganan wabah yang diterapkan pemerintah tidak membuahkan hasil yang signifikan, kebijakan-kebijakan yang ditetapkan berubah-ubah, tidak konsisten, dan tidak ada kesamaan antara pemerintah pusat dan daerah. Bukannya sukses menunundukkan virus dan berhasil menanggulangi wabah , yang tampak nyata justru kegagalan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya dan menjamin keselamatan mereka.

Beragam respon yang disampaikan beberapa pihak terkait kebijakan pelonggaran PSBB. Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin meminta pemerintah konsisten menerapkan pembatasan social berskala besar (PSBB). Ia juga ingin pemerintah bersikap adil dengan melarang semua kegiatan yang membuat orang berkerumun seperti berjamaah di masjid hingga melarang kegiatan jual beli di pasar maupun pusat perbelanjaan. (tirto.id, 19 /05/2020)

Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menilai pelonggaran PSBB merupakan langkah mundur yang berbahaya dalam penanggulangan pandemic COVID-19. Ia mengatakan dalam situasi pandemic respon kebijakan harus cepat dan tegas dengan tujuan utama menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin. Eskalasi pandemi akan membesar dan menjadi tak terkendali jika respon kebijakan masih berfokus pada ekonomi. Pelonggaran PSBB secara jelas bertujuan meningkatkan aktivitas ekonomi sedangkan penanggulangan pandemi mengharuskan penurunan interasksi social. (antaranews.com, 18/05/2020)

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Angelo Wake Kako mengingatkan bahwa berdamai dengan virus corona hanya bisa dilakukan ketika pandemi sudah melandai. Menurutnya, sekarang belum saatnya berdamai dengan COVID-19. Apalagi di tengah tingginya angka penularan dan kematian akibat COVID-19. Menurut senator asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu, ajakan pemerintah berdamai dengan virus corona merupakan bentuk ketidak mampuan negara dalam menjamin kehidupan warga.

Kebijakan pemerintah dinilai sebagai kebijakan yang plin plan kemarin menakuti warg untuk mudik kemudian dilonggarkan dengan beredarnya surat edara mengenai transportasi umum bahkan sekarang diminta untuk berdampingan dengan virus COVID-19 alias hidup dengan New Normal. Kebijakan ini tak lepas dari sisitem yang dianut oleh pemerintah yaitu sistem kapitalisme.

Kapitalisme  berdiri diatas asas sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga menilai segala sesuatu berdasarkan untung rugi. Maka ketika langkah yang diambil merugikan pemerintah maka langkah tersebut akan dirubah agar dapat mendapatkan keuntungan. Bagaimana pun caranya tanpa melihat halal haram atau keselamatan jiwa masyarakat.

Kedua, Rezim sekuler anti Islam yang memang dalam ubun-ubunnya sudah membenci Islam, sehingga aktivitas Islam, apalagi Islam Kaffah dimusuhi. Karena system yang diusungnya adalah system kapitalisme yang bertolak belakang dengan system Islam. Yang menganggap kedaulatan ada di tangan Allah. sehingga aturan yang digunakanpun adalah aturan Allah. Bukan aturan buatan Manusia.

Dari dua alasan ini maka sebagai umat Muslim seyogyanya kita mencontoh apa yang dilakukan oleh para Sahabat Rasulullah dalam mengambil kebijakan tatkala menghadapi pandemi. Seperti Umar bin Khattab. Beliau menggunakan prinsip yang digunakan oleh Rasullah. Dimana ketika terjadi wabah maka jika wabah berada di tempat lain maka jangan kita mendekati bahkan masuk ke dalam wilayah tersebut. Sedangkan ketika wabah tersebut ada di wilayah kita, maka jangan keluar dari wilayah yang kita tempati. Untuk pemenuhan kehidupan rakyat, Sahabat Umar menggunakan dana yang terdapat dalam Baitul Mal yang berasal dari zakat dan hasil kekayaan negara. Bukan berasal dari pajak ataupun hutang. Pemenuhan kesehatan pun tak terbatas hanya untuk orang miskin saja. Namun untuk semua lapisan masyarakat. 

Demikian Islam memandang bahwa nyawa manusia di atas segala-galanya. Satu muslim meninggal dunia sama halnya dengan mematikan seluruhnya. Sehingga kesehatan sangat dijaga, dan keberlangsungan hidup manusia dipenuhi tanpa kurang sedikit pun. 
Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

أحدث أقدم