Oleh : Ummu Mariam
Pendidik Generasi dan Member AMK


Akhir-akhir ini jutaan rakyat masih dalam suasana duka dengan diketuknya palu oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai tanda disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Walaupun aksi telah digelar hampir di semua daerah di wilayah Indonesia, tapi pemerintah seakan tak bergeming untuk mendengarkan keluh kesah masyarakat dan para pengunjuk rasa. Dari sini jelas terlihat bahwa UU Cipta Kerja ini tidak dibuat untuk kepentingan rakyat. 

 Detiknews.com, Sabtu (10/10/2020), Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta Presiden Joko Widodo mendengarkan penolakan Undang-Undang Ciptaker dari sejumlah kalangan. Khususnya para Kepala Daerah yang meneruskan aspirasi warganya.
HNW mengingatkan meski Indonesia merupakan negara kesatuan, bukan negara federal, tetapi kedudukan daerah sangat penting dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

"Ketentuan Pasal 18 ayat (2) menjamin adanya asas otonomi daerah dan Pasal 18 ayat (4) memberikan kewenangan otonomi yang seluas-luasnya," ujarnya.

Keputusan disahkannya UU Cipta Kerja menjadi bukti bahwa adanya urgensi. Namun apapun dalihnya pemerintah tidak memprioritaskan kepentingan rakyat akan tetapi untuk para pengusaha atau para pemilik modal.

Dampak dari disahkannya UU Cipta Kerja tentu menyulut kemarahan sebagian besar masyarakat terutama mahasiswa dan kaum buruh. Mereka secara serentak turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka, walaupun belum tentu suara mereka didengar pemerintah.

Di tengah merebaknya wabah yang kian hari kian tidak jelas penanganannya, pemerintah justru mengesahkan UU yang jelas-jelas tidak ada hubungannya dengan penanganan wabah.

Dewan Perwakilan Rakyat yang seharusnya jadi pengayom dan pelindung hak-hak rakyat justru memancing kegaduhan dan berujung mengecewakan jutaan rakyat dengan disahkannya UU Cipta Kerja.

Berharap pada sistem demokrasi bagaikan mimpi di siang hari, rakyat hanya akan merasakan kekecewaan demi kekecewaan.

 Berbeda dengan sistem Islam yang semua  aturannya datang dari Allah. Sistem Islam akan melindungi hak-hak semua rakyat tanpa terkecuali, rakyat akan diurusi dan dilindungi oleh negara.

"Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab ra, khalifah pernah keliru mengadopsi UU yang membatasi mahar wanita, dengan alasan agar tidak membebani pemuda untuk menikah.  Kemudian datang seorang wanita membawa dalil Al-Qu'ran, bahwa mahar itu hak wanita, negara tidak boleh merampas hak atas mahar dengan cara membatasinya.

Sadar adopsi UU yang diambil khalifah Umar bin Khattab keliru, khalifah Umar segera membatalkan UU tersebut. Proses pembatalan langsung dilakukan oleh khalifah, meminta rakyat menggugat secara hukum UU yang diadopsi oleh negara setelah terbukti bertentangan dengan syariat. Khalifah langsung mengoreksi UU yang diadopsi dengan membatalkannya.

Semua itu bisa terwujud ketika syariat Islam diterapkan 

Rasa keadilan dan tanggung jawab seorang pemimpin yang amanah akan bisa dirasakan manakala sistem Islam  diterapkan. Masih kah kita berharap pada sistem yang sudah terbukti rusak? 

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

أحدث أقدم