Oleh : Ummu Haura 
Aktivis Dakwah dan Media


Sabtu (9/01/2021) pukul 14:40, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak dengan menara pengawas atau empat menit setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno Hatta. Pesawat membawa 50 orang penumpang dan 12 orang kru pesawat serta awak kabin. Junaedi, Bupati Kepulauan Seribu menerima informasi adanya pesawat jatuh di sekitar Pulau Laki, Kepulauan Seribu. Hingga saat ini, pencarian terhadap bangkai SJ 182 dan korban masih terus dilakukan.
Penyebab jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 saat ini masih dalam penyelidikan KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transpotasi). Adakah kaitannya pesawat yang sudah berusia 26 tahun dengan penyebab jatuhnya pesawat dengan nomor seri Boeing 737-500?

“Umur pesawat dibuat tahun 1994, jadi kurang lebih antara 25 sampai 26 tahun,” Kata Suryanto Cahyono Ketua KNKT dalam konferensi pers dari Bandara Soekarno-Hatta pada hari Sabtu (9/01/2021).

Permenhub no.155/2016 tentang batas usia pesawat udara yang digunakan untuk kegiatan angkutan udara niaga telah dicabut oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada juli 2020. Permenhub ini kemudian digantikan dengan Kepmenhub 115/2020.

Menurut Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) Dadun Kohar, regulasi yang baru ini akan mendorong iklim investasi yang lebih menguntungkan bagi operator tanpa mengurangi keselamatan.
Sayangnya, usia pesawat udara di Indonesia saat ini relatif banyak yang dibawah ketentuan Kemenhub 115/2020. Batas usia Sriwijaya SJ 182 lebih tua enam tahun dari batasan aturan Kemenhub tersebut.

Mejawab pertanyaan diatas, bisa kita simak jawaban dari Praktisi Hukum, Husendro.
“Saya kira para ahli bidang ini yang mampu menjawabnya. Namun yang pasti, Menteri Permenhub saya duga tidak menjalankan amanat UU Penerbangan 2009 terkait batas usia pesawat ini.”

Jika benar alasan investasi yang dijadikan Pemerintah dalam mengeluarkan regulasi terkait usia pesawat terbang, rasanya tidak berimbang dengan faktor keselamatan para penumpang termasuk awaknya. Sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini memang lebih mengutamakan faktor ekonomi. Menguntungkan para pemilik modal dalam kasus ini adalah para investor yang diharapkan akan menanamkan modalnya di Indonesia.
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak. (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455).

Sangat disayangkan, nyawa seorang muslim harus hilang untuk sesuatu urusan dunia. Yaitu kepentingan investasi. Apalagi dalam kasus jatuhnya pesawat Sriwijaya Air ada banyak nyawa di dalamnya. Islam tidak berhenti hanya dengan menyatakan betapa berharganya nyawa seorang mukmin saja, Islam akan memberikan serangkaian peraturan dalam upaya melindungi nyawa manusia dibandingkan hanya untuk kepentingan segelintir pengusaha. 

Betapa agungnya nilai nyawa seorang mukmin juga akan memberi pengertian dan dorongan untuk melindungi dan mencegah agar tidak ada nyawa seorang mukmin dimana saja dilenyapkan.
Karena itulah, urgensi berdirinya sebuah sistem yang akan menjaga keselamatan nyawa seorang mukmin dan atau non muslim yang terikat perjanjian sudah sangat diharapkan. Sehingga tidak akan adalagi peraturan- peraturan yang mengancam keselamatan nyawa manusia hanya karena alasan materi atau kesenangan dunia semata.
Wallahu a'lam bishshawwab.

Post a Comment

أحدث أقدم