Oleh: Rita Rosita
Ibu rumah tangga

       
 Perkembangan teknologi digital memang luar biasa , terlebih saat ini dimana segala sesuatu bisa kita lakukan secara online. Dampak pandemi yang tak kunjung berakhir  telah membuat Kondisi ekonomi masyarakat yang terus memburuk sehingga banyak masyarakat yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hingga bermuncul  jasa keuangan online atau Pinjol dengan segala kemudahan syarat pinjaman yang menggiurkan  tanpa memahami kesulitan yang akan datang kemudian, ternyata telah berhasil  memakan banyak  korban salah satu seorang pemuda di Desa Ampeldento, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur ditemukan meninggal dunia bunuh diri. Pemuda berinisial MEM (20) nekat mengakhiri hidupnya lebih cepat, karena diduga tak tahan diteror penagih utang pinjol. Kapolsek Pakis KP M. Lutfi mengatakan, korban ditemukan pertama kali gantung diri di rumahnya pada Jumat sore Jumat 22 Oktober 2021 sekitar pukul 17.00 WIB. Korban pertama kali ditemukan tak bernyawa oleh tetangganya bernama Yoga. Diduga korban tidak tahan dengan teror dari penagih utang pinjaman online, sehingga korban memlih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri," kata Lutfi, saat dikonfirmasi MNC Portal, pada Sabtu pagi (23/10/2021).

 Masalah maraknya korban pinjol adalah karena sistem kapitalis yang diterapkan di negeri ini telah membuat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Berdasarkan data BPS 2019, jumlah penduduk rentan berpendapatan perkapita Rp2500 mencapai 52,8%, sementara menurut laporan Bank Dunia pada tahun 2020 total keluarga miskin, rentan, dan menuju menengah mencapai 78,3%. Untuk memenuhi kebutuhan mendesak seperti makan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi, masyarakat menilai Pinjol lah solusinya. Prinsip gali lubang tutup lubang. Tidak aneh lagi bila seseorang warga terlibat dalam belasan perusahaan Pinjol. Selain itu pola hidup konsumtif masyarakat mewujudkan Indonesia pasar seksi untuk dana dari luar masuk ke Indonesia, salah satunya penyedia Pinjol ilegal. Hal ini sebagaimana tutur ketua umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, Ronald Y Wijaya (16/10/2021).

 Berdasarkan data OJK sejak 2018 sebanyak 3,516 situs Pinjol ilegal telah terblokir. Nyatanya total Pinjol resmi yang terdaftar di OJK hanya ratusan. Perusahaan Pinjol tidak tertarik mendapatkan legalitas karena permintaan masyarakat terhadap Pinjol ilegal makin meluas meskipun dengan bunga yang makin mencekik.

Selain pinjol ilegal ada juga  lembaga keuangan riba yang memiliki legalitas. Pemerintah memang memfasilitasi lembaga seperti perbankan, koperasi, dan PNM beroperasi dengan bunga rendah. Namun Pinjol ilegal tentu masih lebih mudah dan cepat dalam mencairkan dana. Bagi masyarakat yang terlanjur oportunis dan pragmatis, tanpa pemahaman haramnya riba tentunya Pinjol ilegal lebih menarik, negara kan sudah menghalalkan yang haram. Lebih dari itu, Pinjol ilegal memberikan tawaran promosi yang menggiurkan. Fakta lain juga perusahaan Pinjol legal yang berizin resmi juga memiliki cabang perusahaan Pinjol ilegal demi perpanjangan rantai profit yang berlipat. Jadi selama faktor penyebab tetap ada, moratorium izin Pinjol hanya akan memindahkan atau mengaburkan masalah.

    Pinjol begitu sangat membahayakan, sehingga masyarakat butuh sulosi komprehensif. Bila merujuk pada Islam, Syariat tegas mengharamkan riba dan mengancam pelakunya dengan sanksi berat.  Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 278-279, Allah Ta'ala berfirman yang artinya,
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” 

Bahkan dalam hadis Rasulullah saw. disebutkan, beliau pernah bersabda, “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani)

Maka sudah  seharusnya syariat Islam  menjadi  benteng bagi kita untuk meninggalkan riba, begitu pula negara harus bertanggung jawab membangun kesadaran kolektif akan keharaman riba dan bahayanya bagi kehidupan, pintu kebodohan masyarakat terhadap syariat tentang riba mesti tertutup rapat. Demikian juga segala akses menuju riba. Sistem perbankan dan lembaga finansial lain yang bertentangan dengan syariat tidak boleh tumbuh dan berkembang di wilayah negara Islam. Baik didirikan warga negara  maupun asing, sebagai negara yang berdaulat penuh, negara menerapkan syariat kaffah tidak boleh tunduk terhadap pesanan ekonomi dan politik negara lain, jikalau masyarakat membutuhkan dana untuk kegiatan produktif ada Baitul mal yang memiliki pos pemilikan, daulah untuk memberikan pinjaman tanpa riba. Bahkan sangat mungkin Baitul mal memberikan dana tanpa menuntut pengembalian dari masyarakat, disisi lain kebutuhan warga negara fakir miskin akan terpenuhi dari pos zakat dan pemasukan dari kepemilikan umum yang dikelola oleh negara yang hasilnya di saluran untuk segala kebutuhan publik, pendidikan kesehatan, keamanan dan lain-lain secara gratis.

Dalam hal gaya hidup masyarakat, Islam melalui sistem pendidikannya akan membina masyarakat dengan standar gaya hidup yang diridai Allah. Yaitu kehidupan yang jauh dari konsumtif, boros, pamer dan berfoya-foya. Membangun kehidupan bersyukur atas segala nikmat Allah. Tidak menjadikan uang atau materi sebagai tolok ukur kebahagiaan, tetapi mendorong masyarakat untuk meraih derajat takwa di sisi Allah.
Dengan demikian masyarakat  akan terhindar dari riba dan menjalani hidup berkah dengan menjalankan syariat Islam secara kaffah, Ketika penduduk bumi beriman dan bertakwa hanya kepada Allah Ta'ala dan menerapkan syariat Islam secara kafah, maka keberkahan dan kesejahteraan akan tercipta. 
Wallaahu a’lam bishawwab.

Post a Comment

أحدث أقدم