Oleh Suaibatul Islamiyah 
Muslimah Aktivis Dakwah


Hingga hari ketujuh pasca-erupsi Gunung Semeru di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, pihak berwenang mencatat bertambahnya korban jiwa sehingga ada 45 orang meninggal dunia. Selain menimbulkan korban jiwa, erupsi juga mengakibatkan puluhan korban luka hingga sejumlah rumah warga rusak sedang hingga berat.

"Jadi hari ini bertambah 2 orang lagi dari Kamar Kajang, sehingga total yang meninggal sudah 45 orang. Kemudian untuk warga yang hilang tercatat 9 orang, 19 luka berat dan 19 lainnya luka-luka ringan," kata Irwan Subekti, Komandan Posko Tanggap Darurat Bencana Dampak Awan Panas dan Guguran Gunung Semeru dalam jumpa pers BNPB Jumat (10/12).

Dia melanjutkan jumlah pengungsi tercatat sebanyak 6.573 orang di 126 titik pengungsian. Selain itu kerugian material sementara berupa 2.970 rumah dan 33 fasilitas umum. (kompas.com, 10/12/21).

Penyebab Banyaknya Korban

Menurut pakar vulkanologi, penyebab munculnya korban jiwa dalam erupsi gunung tersebut dikarenakan sistem peringatan dini yang tidak sampai ke masyarakat dan tata ruang pemukiman yang berada di wilayah rawan bencana.

Tidak sedikit warga yang kecewa karena tidak mendapatkan informasi peringatan dini terkait dengan potensi munculnya awan panas guguran, salah satunya adalah warga desa setempat yang bernama Ponidi.

"Tidak ada pemberitahuan akan seperti ini. Kalau diberi tahu sebelumnya, mungkin tidak sampai ada korban (meninggal), kami pasti antisipasi, sudah mengungsi duluan," ujar Ponidi.

Selain itu, keberadaan Early warning System (EWS) selama ini tidak ada di Desa curah Kobokan desa yang dekat dengan sumber letusan, padahal alat itu penting untuk mendeteksi peringatan dini bencana. Ditambah minimnya edukasi peringatan, serta edukasi soal bahaya lava panas juga diduga menjadi penyebab korban tak sempat menyelamatkan diri. (bbc.com, 7/12/21).

Butuh Peran Negara

Harus disadari segala bentuk bencana alam merupakan bukti kemahakuasaan Allah. Dengan itulah kita seharusnya menyadari betapa manusia sangat lemah dan tidak berdaya di hadapan-Nya.

Firman Allah: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS Asy Syura: 30).

Maka harus ada upaya manusia yang optimal dalam mengantisipasi dampak dari sebuah bencana termasuk erupsi Semeru. Sayangnya negeri ini masih minim kesiapan terkait mitigasi bencana atau upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana. Apalagi keaktifan Gunung Semeru ini sudah lama terdeteksi.

Hal ini tidak bisa dilakukan tanpa dukungan penguasa. Dan butuh sistem yang mendukung pengembangannya, ketersediaan dana, dan tenaga menjadi modal pokoknya. Sayangnya dukungan ini belum maksimal, banyak kendala yang dihadapi lembaga maupun para peneliti baik dari sisi dana, sumber daya manusia, maupun peralatan.

Sebagaimana kita ketahui dalam pengembangan sistem mitigasi bencana, dana bisa menjadi batu sandungan besar. Mengingat utang negara saat ini bagaikan kurva eksponensial, peningkatannya melesat tajam. Jika dana yang dibutuhkan cukup banyak jalan satu-satunya bagi negara adalah dengan menambah utang. (muslimahnews.com, 18/4/21)

Hilangnya Peran Sentral Negara

Kesulitan seperti ini wajar terjadi dalam sistem kapitalisme sekuler, sebab negara hanya bertugas sebagai regulator bukan peri'ayah atau pengurus rakyat. Dalam kepemimpinan sistem sekuler ditandai oleh visi sekuler yang bersifat materialisme, yang diejawantahkan dengan keberadaannya sebagai pelaksana kapitalis. Konsep pengelolaan negara didasarkan pada posisi negara sebagai pelayan oligarki yang mengeruk keuntungan di atas penderitaan rakyat .

Sehingga negara gagal dalam menjalankan fungsi sentralnya, baik terkait mitigasi bencana maupun tata kelola ruang. Negara hanya memfasilitasi kebutuhan pemilik modal, swasta maupun asing. Seperti yang telah terjadi, kebanyakan kebijakan bukan menyelesaikan masalah tetapi justru menimbulkan kerusakan bahkan menyebabkan bahaya. Dalam riwayat al-Hakim dan al-Baihaqi:

"Barangsiapa membahayakan orang lain, maka Allah akan membalas bahaya kepadanya dan barangsiapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain, maka Allah akan menyulitkannya.”

Kepemimpinan Politik Islam adalah Jawaban

Khilafah atau kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di seluruh dunia untuk menegakkan syariat Islam dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Karakter istimewa kepemimpinan politik Islam ada pada visinya yang dijiwai oleh akidah Islam, yang mana fungsinya sebagai wujud kesejahteraan bagi seluruh alam.

Visi dan misi istimewa ini diwujudkan melalui keberadaannya sebagai pelaksana syariat Islam secara kafah sehingga nilai rohaniah, insaniah, moral dan materi terwujud secara serasi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Negara hadir sebagai ra’in (pelayan) dan junnah (perisai) rakyat dari berbagai aspek bahaya.

Islam memiliki konsep paripurna penyelesaian krisis multi dimensi yang melanda dunia hari ini, termasuk upaya penanganan bencana. Tidak hanya berlimpah cahaya wahyu, namun juga dikelilingi oleh aspek teknis yang berdiri di atas bukti-bukti saintifik yang kuat. Sehingga ketika diterapkan akan berbuah kebaikan dan kesejahteraan bagi umat manusia bahkan seluruh alam.

Firman Allah: "Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam". (QS Al Anbiya: 107). []

Post a Comment

أحدث أقدم