Oleh. Lilis Iyan Nuryanti, S.Pd
Komunitas Pena Islam


Negeri ini sungguh merana, kemiskinan tambah merajalela karena kenaikan harga BBM dan minyak goreng. Kini, dikabarkan pula utang negara era Jokowi kembali membengkak. Dikutip dari laman APBN KiTa Kementerian Keuangan terbaru atau per 28 Februari 2022, utang pemerintah sudah menembus Rp 7.014,58 triliun.

Utang tersebut bertambah cukup signifikan apabila dibandingkan posisi utang pemerintah pada sebulan sebelumnya atau per 31 Januari 2022 yakni Rp 6.919,15 triliun.

Artinya, dalam rentan waktu sebulan, utang negara sudah bertambah sebesar Rp 95,43 triliun. Selain itu, utang pemerintah tersebut juga mencatatkan rekor baru, yakni menembus level di atas Rp 7.000 triliun.

Dengan bertambahnya utang pemerintah, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) juga mengalami kenaikan. Pada akhir Januari 2022, rasio utang terhadap PDB adalah 39,63 persen, sementara di akhir Februari meningkat menjadi 40,17 persen. (Kompas.com, 09/04/2022)

Bunga kapitalisme yang semakin membengkak menjadikan biang kenaikan utang negara. Sehingga hal ini menjadi hal berbahaya bagi negara. Apalagi utang yang diberikan merupakan cara mereka untuk mendapat keuntungan demi meraup pundi-pundi uang, dengan pinjaman utang lah guna menjerat kaki setiap negara agar tunduk pada negara yang meminjami utang. Begitulah sistem kapitalisme menjadi setir negara yang merupakan biang dari utang. 

Begitupun dengan pembangunan yang besar-besaran menjadikan utang semakin bertambah. Diperparah dengan membengkaknya bunga yang makin menambah karut-marutnya perekonomian Indonesia. 

Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Jika dibiarkan begitu saja, jangankan membayar utang membayar bunganya saja kita tidak sanggup. Inilah yang terjadi jika kita mengambil solusi dari sistem kapitalis yang hanya mementingkan pembangunan tanpa mempedulikan sumbernya dari mana dan diperoleh dengan cara seperti apa.

Yang menjadi pertanyaannya adalah kenapa negara berutang di tengah sumber daya alam yang melimpah? Apakah kekayaan negeri ini sangat sedikit, hingga negara harus berutang?
Bukannya Indonesia merupakan negara kaya yang mempunyai sumber daya alam melimpah, dan sebagai negara seribu pulau.

Sangat berbeda jika kita berpedoman kepada aturan Islam. Dalam Islam, akad utang piutang disebut dengan akad qardh. Secara bahasa, qardh berasal dari kata al-qath’u yang berarti potongan/terputus. Hal ini dimaksudkan pada harta yang dipinjamkan yang terputus dari pemiliknya. Secara istilah, qardh diartikan sebagai meminjamkan harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan.

Hal ini sebenarnya sangat dianjurkan dalam Islam, karena merupakan salah satu bentuk ta’awun (tolong menolong). Seperti dalam nash-nash berikut: “Barangsiapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan mengembalikannya berlipat ganda untuknya dan baginya pahala yang mulia.” (QS. Al-Hadid: 11)

“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 280)

Pada praktiknya, utang luar negeri tidak bisa disamakan dengan akad qardh. Utang luar negeri tidak hanya membawa banyak kerugian, namun juga dilarang oleh Islam, karena:

Pertama, ketika sebuah negara melakukan utang luar negeri, sama saja negara tersebut membuka kelemahannya sendiri terhadap negara atau lembaga yang memberikan utang. Negara pengutang akan menyelidiki terlebih dahulu segala kelemahan dan masalah yang sedang dihadapi negara terutang, lalu memanfaatkannya sesuai kepentingan negara pengutang. sehingga membuka peluang intervensi politik dari asing. 

Kedua, adanya utang luar negeri, negara akan semakin tenggelam dalam kemiskinan. Negara pengutang akan mempersulit proses pelunasan, sehingga negara terutang menjadi semakin tenggelam dan menambah utangnya sampai tidak mampu terbayarkan lagi.

Ketiga, Rasulullah saw. sangat tidak menyukai orang yang senang berutang. Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, bahwasanya dia mengabarkan, “Dulu Rasulullah SAW sering berdoa di shalatnya: “Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari azab kubur, dari fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal dan dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari hal-hal yang menyebabkan dosa dan dari berutang.”

“Barang siapa yang mati sedangkan dia berlepas diri dari tiga hal, yaitu: kesombongan, ghuluul (mencuri harta rampasan perang sebelum dibagikan) dan utang, maka dia akan masuk surga.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Keempat, utang luar negeri tidak akan bisa dipisahkan dari praktik riba. Sudah jelas dalam Al-Qur’an bahwa riba itu haram. Sedang utang yang diperoleh negara dari luar negeri pastinya mendapat bunga atau riba. Dan apapun alasan pemerintah dalam pengambilan utang tersebut jika terdapat riba di dalamnya maka tetap saja haram.

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)

“Allah melaknat pemakan riba, yang memberi makan, saksi dan juru tulisnya.” (HR Ahmad)

Sungguh, utang luar negeri makin ngeri, Islamlah jadi solusi. Tentu saja, karena Islam telah menjawab semua permasalahan, termasuk masalah utang luar negeri. Seperti yang dicontohkan Rasulullah  SAW dan para Khulafaur Rasyidin, sejatinya untuk mendapatkan biaya dalam membangun negeri tidak perlu dicari ke luar melainkan dari dalam negeri sendiri.  Rasulullah SAW bersabda: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api. ” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Islam memiliki struktur dan sistem yang dapat mensejahterakan rakyat secara kaffah dalam naungan khilafah. Yang tata kelola sumber daya alamnya di atur oleh Islam, sehingga kebutuhan negara terpenuhi secara cukup tanpa menimbulkan ketergantungan pada utang, dan dapat menangani krisis ekonomi.

Dalam sistem pemerintahan Islam, seorang pemimpin/khalifah wajib mengatur sumber daya alam yang dimiliki oleh negaranya sebaik mungkin, tanpa membiarkan intervensi asing dalam mengelolanya. Dari sumber daya alam yang berlimpah itulah sebagian besar dana untuk pembangunan bisa didapatkan.

Baitul Mal dalam sistem khilafah yang mengatur pemasukan dan pengeluaran negara, dan telah memberikan bukti bahwa negara dengan sistem ekonomi Islam penanganan keuangannya kuat dan stabil. Lalu pendanaan yang digunakan bukan berasal dari pajak ataupun utang, melainkan berasal dari pendapatan yang telah ditetapkan syariat, yaitu fai dan kharaj, kepemilikan umum, sedekah dan lain-lain sesuai ketentuan syariat.

Namun jika baitul mal sudah kosong dan negara sedang dilanda kerugian, peperangan serta kesulitan lainnya, maka diperbolehkan menarik pajak, dengan catatan, hanya berlaku untuk orang-orang kaya, untuk keperluan yang benar-benar genting, serta tidak berlaku terus menerus (dihentikan ketika baitul mal sudah tercukupi atau keperluannya sudah terpenuhi).

Dengan ketetapan itulah sumber daya alam negara dapat dikelola dengan baik, perekonomian tetap stabil, dan kesejahteraan rakyat akan tetap aman tanpa utang negara. Inilah solusi Islam yang datang dengan sangat sempurna, dan sebagai penyelesaian problem umat manusia, terlebih pada utang negara tidak akan terjadi jika dalam penyelesaiannya dilakukan dengan pedoman syariat Islam, bukan dari sistem sekuler ini. 

Yang bisa kita lakukan saat ini berusaha menyadarkan umat akan pentingnya menegakkan hukum Allah. Dengan tegaknya hukum Allah, maka satu persatu problem kehidupan akan terurai dan terselesaikan atas izin Allah. Namun jika kita masih tetap bergelimang dalam sistem kufur, niscaya hanya kehancuran yang akan menunggu di depan mata. 

Penting bagi kita semua untuk menegakkan Islam dalam naungan khilafah. Dan keluar dari sistem kufur ini yang hanya mementingkan kepentingan diri sendiri, dan hanya menzalimi rakyat dengan kebijakan yang tidak masuk akal. Wallaahu a'lam bissawab. []

Post a Comment

أحدث أقدم