Oleh Siti Mukaromah
Aktivis Dakwah


Kasus gagal ginjal akut yang terjadi di negeri kita pada tahun ini mengakibatkan banyaknya korban meninggal dunia, khususnya anak-anak. Bahkan kasus tertinggi di dunia terjadi di Indonesia.

Dikutip dari Kompas.com (24/10/2022), Indonesia catat kasus gagal ginjal akut tertinggi, lampaui Gambia dan Nigeria. Dalam rilis resmi Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Muhadjir Effendy mengatakan tercatat kasus gagal ginjal akut terjadi di tiga negara, yakni Indonesia, Gambia, dan Nigeria.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kasus gangguan ginjal akut pada anak tahun 2022 ini paling banyak terjadi di Indonesia dengan total 118 kematian. Jumlah ini melampaui kasus kematian Gambia yang berjumlah 50 kematian dan Nigeria yang berjumlah 28 kematian.

Oleh karenanya Menteri Koordinator bidang Pembangunan dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mendorong perlu adanya pelacakan terhadap obat-obatan sirup yang diduga menjadi penyebabnya. Dugaan sementara penyebab kasus itu berasal dari cemaran Etilen Glikol (EG) dan Deitilen Glikol (DG) pada obat jenis sirup .

Muhadjir meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera mengusut kasus gagal ginjal akut pada anak tersebut.

"Pengusutan ini penting untuk memastikan ada tidaknya tindak pidana di balik kasus tersebut. Permintaan disampaikan mengingat kejadian gangguan gagal ginjal kronis ini sudah mengancam upaya pembangunan SDM, khususnya perlindungan terhadap anak," ujar Muhadjir.

Dari data yang dihimpun Kemenko PMK, sejauh ini gagal ginjal akut pada anak-anak sudah menimpa sekitar 208 anak, dan sebanyak 118 anak meninggal dunia.

Kematian anak melalui gagal ginjal akut yang luar biasa tersebut seharusnya menyadarkan penguasa dan masyarakat bahwa  tata kelola kesehatan ada kaitan dengan lingkungan yang bersih, makanan yang bergizi  pola hidup sehat serta perlindungan ketat oleh negara dari dari serangan beragam penyakit.

Namun penanganan gagal ginjal akut ini termasuk sangat lamban. Pasalnya, kesehatan di bawah pengawasan sistem Kapitalisme adalah objek komersialisasi yang bisa diperdagangkan.

Sistem Kapitalisme melahirkan kebijakan hanya berputar pada persoalan uang, bisnis dan keuntungan. Setiap tahun subsidi kesehatan terus dikurangi, negara hadir di tengah-tengah rakyat bukan sebagai kepengurusan rakyat, melainkan sekadar regulator. Dimana cenderung memuluskan bisnis korporasi, termasuk dalam bidang kesehatan. Tak heran jika kasus gagal ginjal sangat lamban ditangani, hingga menelan ratusan nyawa anak.

Padahal, anak adalah aset masa depan. Mereka juga adalah bagian dari masyarakat yang wajib dipenuhi kebutuhannya. Dengan pemahaman itu, sudah semestinya negara berusaha sekuat tenaga memberikan pengurusan terbaik. Mulai dengan penyediaan fasilitas gratis kesehatan yang memadai, pemenuhan gizi yang tercukupi tidak membedakan rakyat miskin maupun kaya, hingga pemberian edukasi yang merata dan mencukupi baik di kota maupun desa.

Langkah-langkah tersebut tentu membutuhkan peran negara secara nyata karena negaralah yang memiliki kewenangan besar. Termasuk dalam penyediaan anggaran, pembangunan sarana layanan kesehatan dan juga penentuan regulasi.

Dalam sistem Kapitalisme ketersediaan layanan terjangkau dan gratis ibarat harapan kosong. Faktanya rakyat harus menyediakan dana sendiri untuk bisa menjangkau mahalnya kesehatan di sistem ini.

Layanan bagi rakyat miskin seolah menjadi pembenar ungkapan "orang miskin dilarang sakit". Padahal sehat adalah hak setiap orang yang harus didapatkan dan menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya.

Apa yang terjadi di sistem Kapitalisme sungguh berkebalikan dengan sistem Islam. Para penguasa dalam Islam demikian sadar akan tanggung jawab dan kewajibanya sebagai pemimpin adalah untuk mengurusi rakyatnya.

Sebagaimana hadis Rasulullah saw., "Barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah. dan barang siapa yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi umatku, lalu ia memudahkan urusan mereka, maka mudahkanlah." (HR. Muslim) 

Atas dasar inilah, dalam sistem Islam, seorang pemimpin/Khalifah diwajibkan menerapkan  syariat Islam secara menyeluruh (kafah), termasuk dalam kesehatan. Sebab salah satu syariat adalah bertujuan untuk "hifzun nafs" atau menjaga jiwa manusia. Jika terjadi wabah penyakit menular atau fenomena kematian yang misterius, maka Khilafah akan segera bertindak bahkan pada penyakit yang belum diketahui penyebabnya.

Negara pun akan segera melakukan riset terkini agar cepat dalam menangani penyakit tersebut. Masyarakat tidak akan dibiarkan menghadapi sendiri penyakit tersebut hingga mendapatkan efek yang lebih buruk. Negara akan segera melakukan riset tentang instrumen obat-obatan terbaik. Negara juga akan memproduksinya dan memberikan secara cuma-cuma kepada pasien.

Sistem Baitulmaal dalam Khilafah akan menyediakan semua sarana dan kelengkapan untuk mencukupi segala kebutuhan rakyatnya, termasuk kesehatan bagi semua kalangan. Dimana kekayaan Baitulmaal demikian melimpahnya, karena diperoleh dari pos-pos yang banyak jumlahnya, yakni jizyah, kharaj, fa'i, juga harta dari pengelolaan SDA. Semua pendapatan itu bersifat tetap dan besar sehingga menjadikan negara mampu melakukan pelayanan secara berkualitas dan gratis bagi seluruh rakyat.

Semua bentuk pelayanan dibentuk negara bukan untuk mencari keuntungan tetapi semata-mata untuk mengurusi kebutuhan seluruh umat. Hal ini dilakukan atas dasar keimanan dan tanggung jawab karena kelak di yaumil akhir akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah Swt.

Semua itu hanya bisa sempurna dilaksanakan melalui penerapan syariat Islam secara totalitas di bawah sistem Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.
Wallahualam bissawab.

Post a Comment

أحدث أقدم