Oleh Ndarie Rahardjo
Aktivis Dakwah


Merebaknya kasus kematian warga gunung kidul akibat antraks meresahkan warga. Kali ini jumlah korban yang dilaporkan meninggal akibat antraks ada 3 orang dan 85 orang lainnya positif terinfeksi antraks.

Penularan penyakit antraks kian menghantui warga, sehingga menimbulkan rasa takut dan kehawatiran di tengah masyarakat.

Menurut Kementerian Pertanian, penyebab meluasnya korban akibat antraks karena adanya tradisi purak atau brandu di tengah masyarakat setempat. Tradisi ini adalah pemotongan sapi atau kambing yang sakit atau mati, lalu diperjualbelikan ke tetangga dengan harga di bawah standar. (CNNIndonesia, 8/7/2023)

Jika memang membahayakan dan mengancam jiwa, mengapa tradisi purak/brandu masih eksis di tengah masyarakat?

Meskipun masyarakat sebenarnya menyadari risiko dan bahaya antraks bagi kesehatan, namun kenyataannya praktek purak/brandu masih saja dilakukan oleh warga setempat dengan alasan kondisi sosial-ekonomi masyarakat untuk mempertahankan nilai ekonomi dari ternak yang sakit/mati. Selain itu tradisi purak ini juga dianggap sebagai bentuk kepedulian sosial masyarakat untuk bergotong royong membantu warga yang kesusahan.

Tingkat standar kesehatan masyarakat yang rendah, merupakan barometer rendahnya sistem kesehatan dan pelayanan yang ada. Pihak-pihak yang terkait tidak cepat tanggap menangani kasus yang muncul tanpa harus menunggu adanya korban dahulu baru ada tindakan.

Budaya brandu yang masih dilakukan warga, jelas menunjukkan potret kemiskinan yang parah di tengah masyarakat. Kemiskinan ini yang menyebabkan daya beli masyarakat rendah, sehingga mudah tergiur tawaran harga daging murah tanpa berpikir panjang konsekuensi memakan daging yang terkontaminasi bakteri, lebih-lebih bakteri antraks yang dapat menular dari hewan ke manusia dan berakibat fatal/kematian.

Di sisi lain, juga menggambarkan betapa rendahnya tingkat literasi masyarakat dalam mengakses informasi yang akurat dari para ahli kesehatan sehingga jelas bagi warga bagaimana cara menangani dan mencegah dari bahaya penyebaran antraks. Dengan banyaknya informasi valid yang disampaikan ke warga akan menjadi bahan pertimbangan tersendiri ketika mereka tetap mempraktekkan brandu, mengingat risiko kematian bagi yang memakan daging hewan yang sakit atau terkontaminasi antraks.

Akan tetapi penyebaran antraks yang menghantui warga ini lebih utama adalah menggambarkan lalainya penguasa dalam mengurus rakyat, sehingga tradisi yang membahayakan seperti brandu tetap berlangsung dan berulang. Bahkan tradisi brandu ini juga melanggar aturan agama yang mengharamkan memakan bangkai.

Pandangan Islam
 
Tradisi purak/brandu jelas bertentangan dengan perintah Allah, maka baik individu maupun masyarakat harus menghindarinya, karena syarat makanan yang kita makan adalah halal dan thayib. Sehingga tidak ada lagi alasan sayang atau rugi ketika hewan ternaknya ternyata sakit bahkan terkontaminasi bakteri antraks, maka akan dengan ikhlas merelakan hewan ternaknya untuk dikuburkan. 

Sistem Islam akan menjamin rakyat hidup sejahtera secara sosial-ekonomi dan terdidik sehingga paham aturan agama maupun aturan terkait dengan kesehatan dirinya dan masyarakat.
Wallahualam bissawab. []

Post a Comment

أحدث أقدم