Oleh Siska Triastuti
Ibu Pemerhati Umat


Jumlah orang miskin di Indonesia terus mengalami penurunan. Akan tetapi, hal tersebut terjadi di antara rendahnya standardisasi tingkat garis kemiskinan yang diberlakukan di Indonesia. Demi mencapai mimpi menjadi negara maju, angka kemiskinan merupakan salah satu indikator yang harus menjadi fokus pemerintah. Sayangnya, selama sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo penurunan kemiskinan memang berkurang, tetapi tidak terlalu signifikan. (cnbcindonesia.com, 05/07/2024)

Klaim dari pejabat tentang angka kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia menurun. Namun, nyatanya PHK di mana-mana, lapangan kerja sulit dijumpai, mahalnya kebutuhan pokok, daya beli menurun, dan lain-lain.

Pada tahun 2014 persentase kemiskinan di Indonesia ada di angka 11,25%, sepuluh tahun kemudian yakni di tahun 2024 turun menjadi 9,03%. Apakah itu menjadi bukti bahwa masyarakat miskin di Indonesia berkurang? Nyatanya tidak, bahkan semakin banyak masyarakat yang menjerit kelaparan.

Saat ini pemerintah hanya bermain-main dengan angka, tidak melihat secara langsung kondisi masyarakat di tengah maraknya kebutuhan pokok yang melambung. Jika kita analisis masih banyak masyarakat yang kalang kabut mencari pekerjaan khususnya laki-laki. Mungkin sudah puluhan lamaran pekerjaan yang dikirim ke beberapa perusahaan setiap harinya, tetapi tidak semua beruntung mendapatkan pekerjaan dengan cepat.

Tidak sedikit mulai masuk pesan di email maupun WhatsApp yang berdalih panggilan interviu, tetapi setelah dicek lebih lanjut itu hanya penipuan. Dari hal ini, bisa kita lihat bahwa banyak oknum yang memanfaatkan momen untuk mendapatkan keuntungan.

Belum lagi, kualifikasi untuk dapat pekerjaan sangat banyak, di antaranya pendidikan minimal SMA sederajat, pengalaman kerja 2 tahun, usia maksimal 25 tahun, good looking, dan mampu bekerja di bawah tekanan. Jika sudah bekerja pun, belum tentu menjadi karyawan tetap.

Saat ini banyak perusahaan yang menggunakan sistem kontrak yang membuat karyawan merasa khawatir jika sewaktu-waktu tidak diperpanjang masa kontraknya. Ini salah satu dari banyaknya kasus yang membuat ekonomi masyarakat menurun. Semakin hari semakin sulit, masyarakat dipaksa untuk menahan lapar di perutnya. Padahal bisa saja pemerintah membuka banyak lapangan pekerjaan.

Saat menjabat sebagai Khalifah, Umar bin Khattab pernah menghadapi cobaan cukup berat yakni umat Islam dilanda paceklik. Di tahun tersebut semua bahan pangan sulit didapat bahkan mayoritas hasil pertanian tidak dapat dikonsumsi sehingga umat Islam menderita kelaparan.

Suatu malam Khalifah Umar mengajak seorang sahabat bernama Aslam untuk menjalankan kebiasaannya menyisir kota mungkin bahasa sekarang seperti blusukan. Tentunya untuk memastikan tidak ada warganya yang tidur dalam keadaan lapar. Dari sini tampak jelas, bahwa tanggung jawab masyarakat ada di tangan pemimpin.

Berbeda dengan sistem kapitalis yang masih abai terhadap kehidupan masyarakat dan peran negara saat ini hanya sebagai regulator. Ibarat kata rakyat diabaikan sedangkan penguasa dianakemaskan.

Seperti yang kita ketahui bahwa Islam menetapkan negara sebagai raa'in yang wajib menjamin terwujudnya kesejahteraan tiap individu melalui kebijakan yang sesuai dengan syariat Islam. Bahkan sistem politik dan ekonomi dalam Islam mampu mewujudkan kesejahteraan secara nyata. Maka, kita butuh Islam sebagai solusi. Dengan diterapkannya Islam, seluruh kesulitan yang menimpa umat akan teratasi.

Wallahualam bissawab.

Post a Comment

أحدث أقدم