Oleh Oom Rohmawati
Pegiat Literasi
Musim penghujan sering diwarnai dengan berbagai bencana alam seperti banjir, longsor dan lainnya. Kabupaten Bandung juga merupakan salah satu daerah yang dianggap rawan hidrometeorologi basah di Jawa Barat. Untuk itu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) secara khusus meminta kepada Pemda Provinsi Jawa Barat untuk memperbanyak satuan pendidikan aman bencana merespons kerawanan daerah.
Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa keberadaan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) merupakan salah satu unsur penting dalam upaya pengurangan risiko bencana di daerah. Menurutnya, semakin banyak para tenaga pendidik mendapat edukasi kebencanaan, akan bermanfaat di masyarakat jika disalurkan melalui interaksi sehari-hari kepada orang sekitarnya. Sehingga mereka bisa lebih tangguh menghadapi potensi bencana. Bahkan Ia berharap peran Keluarga Tangguh Bencana (Katana) dan Desa Tangguh Bencana (Destana) yang sebelumnya telah diinisiasi BNPB agar didorong untuk bisa kolaborasi bersama kelompok kerja Pemberdayaan kesejahteraan masyarakat (Pokja PKK) tingkat kecamatan dan kelurahan.
Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB melaporkan, bahwa pada pertengahan November ini, daerah Bojongsoang Kabupaten Bandung, dilanda angin kencang dan banjir dengan dampak cukup signifikan. Tercatat setidaknya ada sebanyak 1.169 rumah di 21 desa dalam, 12 wilayah kecamatan yang dilanda banjir dengan tinggi muka mencapai hingga dua meter. Ada tujuh rumah, satu gedung sekolah yang rusak diterpa angin kencang di Kabupaten Bandung. Bahkan saat ini tim petugas di lapangan melaporkan sejumlah warga terpaksa masih menempati pengungsian di Kecamatan Bojongsoang akibat banjir yang masih menggenangi tempat tinggal mereka. (AntaraNews, 26/11/2024)
Berbagai upaya telah dilakukan oleh para pemangku kebijakan dalam menanggulangi bencana. Di antaranya himbauan untuk tidak membangun rumah di pinggir sungai, memilih dan memilah sampah, mana yang organik mana yang bukan. Rehabilitasi dan rekonstruksi, edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat, dan lainnya termasuk untuk memperbanyak satuan pendidikan aman bencana.
Namun dari upaya-upaya tersebut belum menunjukkan hasil. Faktanya setiap kali musim hujan, banjir dan longsor masih terjadi di berbagai wilayah. Penyebabnya, karena adanya eksploitasi lingkungan, pembangunan infrastruktur yang jor-joran, gundulnya hutan dan alih fungsi lahan, serta aktivitas industrialisasi secara besar-besaran yang dilakukan oleh para kapitalis yang difasilitasi oleh para penguasa. Mirisnya mereka tidak memperdulikan dampak yang akan menimpa masyarakat, dan rela mengorbankan kelestarian lingkungan untuk kepentingan segelintir orang dan demi meraih keuntungan materi semata. Parahnya lagi pemerintah dalam sistem demokrasi kapitalisme ini justru hadir mendukung pengrusakan tersebut, yang jelas-jelas dampak buruknya kembali pada masyarakat. Selain bencana alam juga menyebabkan berbagai krisis pangan, air bersih, kesehatan, krisis energi dan lainnya. Maka keberadaan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) untuk pengurangan risiko bencana di manapun tidak berpengaruh, selama yang menjadi akar masalahnya tidak diselesaikan. Bahkan hingga saat ini, kebijakan yang melegalisasi pembukaan kawasan hutan masih terus diberikan kepada korporasi untuk berbagai investasi. Padahal sistem demokrasi kapitalisme inilah penyebab dari segala kerusakan.
Sistem Islam, memiliki konsep yang bersifat paripurna. Pembangunan yang tegak di atas politik Islam mengharusan pemerintah hadir untuk menjalankan syariat dan bertanggung jawab penuh terhadap seluruh hajat publik, bukan hanya sekadar regulator dan fasilitator bagi para pengusaha sebagaimana sistem sekuler saat ini. Ekonomi Islam dilaksanakan untuk menyejahterakan seluruh individu rakyat.
Terkait bencana hidrometeorologi pun mampu dituntaskan. Negara akan menghentikan berbagai pengrusakan hutan dan eksploitasi SDA yang diindustrialisasi oleh para kapitalis. Paradigma pembangunan, baik dalam pemanfaatan sumber daya alam, infrastruktur, maupun industri harus sepenuhnya berdasarkan syariat Islam, yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat. Tidak sampai disitu negara juga memperhatikan dharar yang akan ditimbulkannya. Hal ini karena seorang pemimpin dalam pemerintahan Islam menyadari tanggung jawabnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
"Imam ibarat penggembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya (rakyatnya)." (HR. Muslim)
Begitupun terkait pemanfaatan SDA, Islam memandang bahwa hutan, sumber mata air, laut, danau, sungai dan sebagainya merupakan harta milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu, sehingga menghalangi orang lain memanfaatkannya. Semua harta tersebut harus bisa dimanfaatkan bersama. Oleh karenanya, izin konsesi dan privatisasi SDA tidak akan berlaku dalam Islam dan harus dicabut. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad ‘Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api.’
Selain itu pemimpin negara Islam adalah pihak yang bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya dalam pengelolaan harta milik umum yang hasilnya diberikan kepada rakyatnya dalam bentuk pasilitas publik yang murah bahkan gratis seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Segala kebutuhan sandang pangan dan papan pun bisa terpenuhi. Di samping itu, negara juga memperhatikan hutan yang memiliki fungsi ekologis. Itu sebabnya pengelolaan harus berada di tangan negara. Agar bisa menjaga stabilitas iklim sehingga keberadaan hutan mampu mencegah terjadinya bencana-bencana.
Oleh karena itu penting untuk memperjuangkan adanya sistem yang sahih (Islam) agar umat terlindungi dari segala macam kerusakan dan bahaya yang bisa mengancam jiwa juga lingkungan. Karena hanya negara Islam yang mampu mmperhatikan kemaslahatan publik dengan aturan-aturan syariat yang diterapkannya yang berhubungan dengan aktivitas masyarakat berikut penegakan sanksi bagi orang yang melanggar aturan tersebut.
Wallahualam bissawab. []
إرسال تعليق