Oleh : Rita Rosita


Memasuki tahun 2020 publik dikagetkan dengan kasus korupsi Jiwasraya, suap (risyawah) Komisioner KPU oleh kader parpol, dan Garuda. Juga masih ada dugaan tindak pidana korupsi yang belum tuntas seperti di Kemenperindag dan Kementrian Agama. Kerugian yang dialami negara mencapai triliunan rupiah. Padahal penindakan terhadap tindak korupsi terus dilakukan, tetapi korupsi justru meningkat. 

Upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air mengalami kemunduran. Padahal kerugian negara yang dialami makin besar. Tahun lalu, KPK menyatakan potensi kerugian negara akibat korupsi diperkirakan mencapai Rp 200 triliun. Angka korupsi pun terus naik, bukannya berkurang.
Pada 16 Agustus 2018 lalu KPK merilis data bahwa sepanjang  2004 - Agustus 2018 terdapat 867 pejabat negara/pegawai swasta yang melakukan tindak pidana korupsi, 311 orang diantaranya profesi sebagai anggota DPR dan DPRD, gubernur, bupati, dan walikota yang hampir seluruhnya berasal dari partai politik. 

Ironisnya dalam negara yang menerapkan sistem sekuler demokratis dimana peran agama dijauhkan dalam kehidupan, termasuk ketika menegakan hukum dalam rangka gerakan pemberantasan korupsi. Pada  faktanya KPK sebagai lembaga yang berwenang untuk memberantas korupsi, justru kian dilemahkan. Beberapa sebab yang membuat penindakan korupsi makin melemah. Diantaranya KPK telah dilemahkan melalui revisi UU KPK. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan terdapat 26 poin yang berpotensi melemahkan KPK. Pasalnya sejumlah kewenangan yang dulu dimiliki KPK berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dikurangi. Saat ini, misalnya, ada Dewan Pengawas KPK, yang lebih berkuasa daripada Pimpinan KPK. Dewan Pengawas KPK juga yang menentukan boleh tidaknya penyadapan, penggeladahan dan penyitaan. 

Pemerintahan justru banyak memberikan pengampunan kepada para terpidana korupsi. Seperti pada Hari Kemerdekaan, 17 Agustus 2019, jumlah narapidana korupsi yang mendapatkan remisi total mencapai 338 orang. Padahal hukuman yang diberikan juga terbilang ringan. Data ICW menyebutkan sepanjang tahun 2018 lalu rata-rata vonis pelaku korupsi hanya 2 tahun 5 bulan penjara. Kebijakan ini menunjukkan bahwa tidak ada komitmen serius dari pemerintah dalam memberantas korupsi.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam adalah satu-satunya agama yang memberikan rincian keharaman hukum seputar harta yang didapat dengan kecurangan. Khusus untuk para pejabat, islam telah menetapkan sejumlah aturan yang melarang mereka mendapatkan harta di luar gaji/pendapatan mereka dari negara. Itulah yang disebut sebagai gelap menurut pandangan islam.
 Islam telah mengharamkan segala bentuk suap (risywah) untuk tujuan apapun. Suap adalah memberikan harta kepada seorang pejabat untuk menguasai hak dengan cara yang batil, atau membatalkan hak orang, atau agar haknya didahulukan dari orang lain. Nabi saw, telah melaknat para pelaku suap, baik yang menerima maupun yang memberi suap.

Dalam Islam, pejabat negara juga dilarang menerima hadiah. Nabi Saw, pernah menegur seorang amil zakat yang beliau angkat karena terbukti menerima hadiah saat bertugas dari pihak yang dipungut zakatnya. Islam menetapkan bahwa korupsi adalah salah satu cara kepemilikan harta haram. Korupsi termasuk tindakan kha'in (pemgkhianatan). Korupsi dilakukan dengan memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat negara dengan sewenang-wenang, baik dengan memanipulasi ataupun melakaukan tekanan kepada pihak lain untuk menyerahkan sejumlah harta yang bukan haknya, apakah itu harta milik negara, milik umum, atau milik orang lain.

Islam memberikan sejumlah hukuman yang berat kepada pelaku korupsi, suap dan penerima komisi haram. Pada masa Rasulullah saw, pelaku kecurangan seperti korupsi, selain harta curangnya disita, pelakunya di tasyir atau diumumkan kepada khalayak. Pemberantasan korupsi dalam Islam menjadi lebih mudah dan tegas karena negara dan masyarkatnya dibangun di atas dasar ketakwaan. Hukumnya pun berasal dari wahyu, bukan dari hawa nafsu manusia sebagaimana dalam sistem demokrasi, hukuman untuk para koruptor dan upaya penindakannya bisa diubah sesuai kepentingan. Korupsi marak di Tanah Air antara lain karena keserakahan para pelaku, lemahnya hukum, karena itu sudah saatnya umat kembali pada syari'ah Islam yang datang dari Allah SWT.
Wallahu a'lam bishshawwab.

Post a Comment

أحدث أقدم