Oleh : Iin Sapaah


RUU ketahanan keluarga yang maksud dan tujuannya untuk memperbaiki kualitas keluarga dan menyelesaikan berbagai masalah keluarga, ternyata mengundang pro dan kontra.

Banyaknya pelanggaran norma, moral, dan perbuatan bebas yang menyimpang yang telah merusak keluarga dan generasi. Menghadirkan kesadaran untuk menyelesaikan melalui perundang-undangan.

Perbedaan sudut pandang ternyata menghasilkan perbedaan sikap dan perdebatan. Pada akhirnya timbul saling menyalahkan dan tidak banyak membawa perubahan kondisi buruk ini.

Dengan pemahamannya pihak yang kontra tidak setuju agama dibawa dalam urusan publik. Seperti pasal yang mereka soroti tentang peran ibu, pasal 25 ini dikritik keras oleh para pembela perempuan. Karena menekankan peran ibu di ranah domestik. Perempuan tidak wajib mencari nafkah, harus melayani suami dan anak-anaknya.

Secara tekstual mereka menafsirkan pengaturan ini terlalu terikat dengan norma agama, penafsiran yang kaku, tidak modern, dan progresif dan tidak mengakomodir perubahan situasi.

Yang menjadi alasan bagi mereka, jika perempuan hanya di rumah saja, bagaimana dengan perempuan single parent? bagaimana dengan perempuan yang suaminya pengangguran? bagaimana dengan fenomena saat ini yang mana perempuan sudah banyak yang berpendidikan tinggi? yang aksesnya sudah terbuka lebar terhadap dunia kerja.

Menurut mereka, mestinya tidak ada pembatasan seperti itu, karena suami dan istri bisa bertukar peran pada saat yang diperlukan. Menurut mereka, hasil survei menunjukkan bahwa tingkat fleksibilitas yang tinggi pada pertukaran peran suami -istri, semakin meningkatkan ketahanan keluarga dan kebahagiaannya.

Pada pasal 85-89 RUU ini disinggung soal lain yaitu maraknya pelaku LGBT. Inipun diprotes para pembela HAM. Pelaku LGBT tidak boleh dihambat, sebab itu pilihan hidup seseorang. Perlu dibedakan antara kejahatan seksual dengan penyimpangan seksual. Menurut mereka keluarga harus memanusiakan pelaku LGBT, tidak boleh merendahkan mereka, apalagi menganggapnya kriminal.

Jika dinisnbahkan dengan dampak buruknya yang merugikan, tentu ini merupakan pemikiran yang sangat tidak logis. Karena hampir setiap korban menjadi predator baru, banyak menyasar anak-anak yang tak berdaya, menimbulkan kesedihan pada banyak keluarga korban, dan menimbulkan penyakit menular seksual.

Dapat diambil kesimpulan bahwa pro dan kontra ini lahir dari perbedaan perspektif yang tajam tentang peran agama dan negara dalam menyelesaikan persoalan. Pada bangsa yang menyepakati sekularisme agama, polemik ini sudah pasti akan terus terjadi.

Nilai-nilai kebaikan yang lahir dari pemahaman syariat, sulit terwujud karena akan mendapat perlawanan sengit dari pihak moderat sekuler. Agama hanya diposisikan sebagai keyakinan individu atau kelompok, dan tidak mendapat tempat yang semestinya. Dalam perundang-undangan negara, sedikitpun norma agama tidak boleh ada.

Sistem demokrasi memang sangat tidak kompatibel dengan syariat Islam. Kita hanya akan terjebak dalam sikap defensif afolagetic dan lelah malayani tudingan terhadap syari'at, sementara syari'at Islam itu sendiri tidak bisa ditegakkan.

Implementasi syari'at Islam yang diyakini benar, lengkap dan sempurna, dan dapat menyelesaikan persoalan, tidak bisa hanya dengan menyuntikkan nilai atau ruhnya saja, karena tubuh bangsa ini masih belum serempak menerima  syariat, masih ada penolakkan.

Dalam Islam agama dan negara sulit untuk dibedakan, bagaikan saudara kembar, tak pula dapat dipisahkan. Agama_ syariat Islam bentuknya nampak dalam wujud negara. Negara wadah penerapan syari'at Islam, representasi Islam adalah negara.

Islam menetapkan negara sebagai penanggung jawab utama untuk kebaikan bangsa, masyarakat dan keluarga.Ketahanan keluarga adalah isu penting dalam Islam, sebagai madrasah ula, keluarga di tempatkan sebagai dasar pembentukan identitas bangsa.

antara keluarga dan negara punya ikatan sinergi yang kuat dan strategis. Sukses nya kepemimpinan kepala keluarga dalam mewujudkan keluarga yang baik dan memberi kebaikan pada masyarakat dan negara harus ditopang oleh kepemimpinan di tingkat negara.

Pembentukan keluarga yang benar, pergaulan di tengah masyarakat yang sehat dan produktif, penerapan syariat Islam di aspek ideologi, politik, sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan layanan publik, ketahanan dan keamanan, oleh negara serta kepengurusannya dengan benar dan bertanggung jawab penuh, secara efektif, akan melahirkan keluarga yang kuat, masyarakat mulia dan umat terbaik.

Semua ini hanya akan terwujud dengan perundang-undangan dalam khilafah, akidah sebagai ruhnya. Umat Islam percaya penuh bahwa syariat Islam akan menyelesaikan masalah dan mengatur urusan dengan baik dan benar. Dengan kita bersemangat untuk meningkatkan kualitas keluarga yang menentukan kebaikan bangsa, tidak lain hanya dengan menerapkan syari'at Islam kaffah dalam format pemerintahan Islam, yaitu khilafah.

Wallahu a'lam bishshawwab.

Post a Comment

أحدث أقدم