Oleh : Iin Sapaah

Dilansir oleh viva.com, baru-baru ini beredar opini tentang tidak wajibnya memakai jilbab. Sinta Nuriyah, istri mantan presiden RI Abdurahman Wahid (Gusdur), berpandangan yang menuai kontroversi terkait tentang muslimah yang tak harus memakai jilbab. Dia menyampaikan pernyataannya itu saat acara bersama Dedi Combuzier yang di unggah ke youtube pada Rabu, 15 Januari 2020.

Pada saat ini masyarakat umum di Indonesia mengartikan jilbab sebagai kerudung. Penggunaan istilah jilbab untuk menunjukkan makna kerudung seperti ini tidaklah tepat. Karena sebenarnya terdapat perbedaan antara jilbab dan kerudung. Dalam Al-Qur'an kerudung disebut Khimaar bukan  jilbab". Kata Khimaar/khumur terdapat dalam firman Allah SWT yang artinya,"Dan hendaklah para wanita menutupkan kain kerudung ke dada mereka." (Qs an-nuur(24):31).

Menurut imam Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang di maksud "Khimaar"adalah apa-apa yang di gunakan untuk menutupi kepala.(tafsir Ibnu Katsir, 4/227).

Dengan kata lain , tafsir dari kata Khimaar" tersebut artinya adalah kerudung. Dan inilah yang saat ini secara salah kaprah di sebut jilbab" oleh masyarakat umum Indonesia. Adapun istilah"jilbab"dalam Al-Qur'an, terdapat dalam bentuk pluralnya yaitu "jalaabiib".

Ayat Qur'an yang menyebut kata "jalaabiib"adalah firman Allah SWT yang artinya,"Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka."(QS. Al ahzab(33):59).

Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud berpendapat bahwa jilbab artinya Ar ridaa" yaitu pakaian sejenis jubah/gamis. Ada juga yang berpendapat bahwa jilbab adalah Al qinaa"(kudung kepala wanita /cadar).

Pendapat yang sahih, jilbab itu adalah baju yang menutupi seluruh tubuh."(imam Al qurthubi, (tafsir Al qurthubi,14/07). Pendapat yang di nilai rajih(kuat) imam Al qurthubi inilah yang sebenarnya lebih masyhur dalam kitab-kitab tafsir maupun kamus.

Jilbab menurut syekh wahbah Zuhaili adalah baju panjang yang dipakai perempuan, seperti gamis, atau baju yang menutup seluruh tubuh. (Wahbah Zuhaili, at tafsir Al Munir, 22/114).

Begitupun menurut syeh Rawwas Qat'ah Jie, jilbab adalah suatu baju yang longgar yang dipakai wanita yang di atas baju-bajunya, maksudnya baju kerja (baju rumah).(Rawwas Qat'ah Jie, mu'jam lughah Al fuqaha, hlm, 126).


Kewajiban jilbab ada dalam Al-Qur'an, mubalighah Dedeh Wahidah mengatakan bahwa pernyataan Sinta tersebut bukan semata ujaran tanpa makna yang menyertainya. Paling tidak ada beberapa makna mengapa pernyataan itu terlontar. Pernyataan pertama yang menyatakan bahwa kewajiban jilbab tidak tertulis dalam Al Qur'an jelas dusta, karena istilah"jilbab" jelas terdapat dalam Al-Qur'an, meskipun dalam bentuk pluralnya jilbab, yaitu "jalaabiib." Yang berikutnya mencerminkan sikap lancang terhadap ulama terdahulu, di mana para ulama salaf tidak ada perbedaan pendapat terkait kewajiban menutup aurat dengan menggunakan jilbab. Selanjutnya pernyataan tersebut merupakan pendapat menyesatkan terkait metode menafsirkan  Al-Qur'an. Karena untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an tidak boleh sembarangan dan di perlukan kemampuan khusus yang hanya di miliki ulama berkompeten di bidang tafsir. Ustadzah Dedeh menghimbau kaum Muslim untuk waspada.

Salah satu upaya menjauhkan umat dari syariat di mulai dengan mengotak  atik nas-nas syariat dan di tafsirkan dengan metode salah, tidak mengikuti kaidah yang sudah di sepakati para ulama salaf."( M News).

Jadi jelaslah sudah bahwa jilbab adalah masalah fundamental yang bukanlah masalah furu'iyyah sebagaimana yang di kira segelintir orang. Dalilnya jelas terdapat dalam Al Qur'an .

Para ulama sepakat (ber ijma') bahwa berjilbab itu wajib. Yang mereka perselisihkan adalah masalah wajah dan kedua telapak tangan. Sebagian ulama berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan wajib  ditutup. Sebagian lain berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan boleh dibuka, namun menutupnya sunah ,(bukan wajib). Dalil keduanya sama-sama kuat, jadi tetap kedua pendapat tersebut mewajibkan jilbab, namun yang di perselisihkan manakah yang boleh ditampakkan.

Jadi batasan aurat wanita memang ada khilaf apakah wajah dan telapak tangan termasuk aurat. Namun para ulama sepakat akan wajibnya jilbab. Maka tidak ada kata tawar menawar atau di jadikan pilihan. Siap atau tidak siap hati seorang wanita, ketika berusia baligh, seorang wanita wajib berjilbab. Tidak ada alasan untuk menunda.

Jika ada seorang wanita yang tidak berjilbab dan ia paham benar kewajiban ini, atau jika ada seorang wanita yang bahkan melepas jilbabnya setelah sebelumnya memakai, maka khawatirkan lah dirinya. Allah telah memberikan jalan petunjuk dan hidayah yang sangat mahal, kemudian ia menyimpang, bisa jadi Allah simpangkan selama-lamanya. Allah SWT berfirman, "maka ketika mereka melenceng dari jalan yang lurus niscaya Allah lencengkan hati-hati mereka "( QS as shaff (61):5)."

Jilbab itu untuk melindungi kehormatan dan menjaga wanita dari gangguan laki-laki dan keinginan laki-laki yang hanya cinta karena kecantikan saja.

Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah Saw agar ia menyuruh wanita-wanita mukmin, istri-istri dan anak-anak perempuan beliau agar mengulurkan jilbab keseluruh tubuh mereka. Sebab cara berpakaian yang demikian membedakan mereka dari kaum jahiliah dan budak-budak perempuan"(Tafsir Ibnu Katsir)."

Maka segeralah wahai para wanita, untuk mengenakan pakaian kehormatan dan kemuliaan. Allah telah memperingatkan kita untuk masuk Islam secara keseluruhan. Menegakkan hukum Allah dalam seluruh aspek kehidupan. Itulah cara satu-satunya bagi kita terhindar dari pamikiran dan paham yang menyesatkan, termasuk pemahaman tentang kewajiban memakai jilbab bagi wanita muslim.

Wallahu a'lam.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama