Oleh. Ns. Zanjabila Latulumamina, S.Kep
Perawat dan Pemerhati Umat


Arab Saudi dilaporkan mulai membuka pintunya bagi para warga dan investor Yahudi. Meski belum memiliki hubungan diplomatik. Bahkan, negara ini membuka pintu bagi wisatawan Israel, yang selama ini dilarang masuk ke Arab Saudi sebagai bentuk sikap tegas atas dukungannya kepada Palestina.

"Arab Saudi akan segera mengizinkan orang Israel untuk mendapatkan visa turis untuk mengunjungi pulau Tiran dan Sanafir yang akan menyediakan hotel dan kasino," tulis media itu yang dikutip Al Mayadeen,(29/1/2023)

Keputusan tersebut diambil saat Arab Saudi berencana membangun Kasino dan hotel di dua Pulau Laut Merah yakni Pulau Tiran dan Pulau Sanafir. Untuk menjalankan hal tersebut, Arab Saudi ingin bekerja sama dengan Investor dari Israel. 

Rencana tersebut sejalan dengan mimpi besar Perdana Menteri Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) untuk membuat Riyadh tidak lagi bergantung pada minyak di tahun 2030. (CNBCIndonesia, 29/1/2023)

Terbukanya pintu Arab Saudi bagi investor dan warga Yahudi, memperkuat bukti bahwa cepat atau lambat Arab Saudi akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Bukan perkara yang tidak mungkin jika Arab Saudi lambat laun akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel karena sistem pemerintahan yang dianut oleh Arab Saudi adalah Monarki. Bukan sistem pemerintahan Islam Kaffah yakni Khilafah. 

Runutan perkara di atas seharusnya semakin menyadarkan kita bahwa target yang dipasang Yahudi bukan saja mengincar investasi, tapi juga mengakomodir keharoman dan kemaksiatan agar memperkuat pusaran Liberalisasi di Arab Saudi yang akan membuat Arab Saudi semakin jauh dari aturan serta visi misi Islam. 

Jika Arab Saudi semakin jauh dari aturan Islam dan visi misi Islam, maka Yahudi beserta antek Barat lainnya bisa dengan mudah untuk bercokol di Arab Saudi demi meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan halal dan haram. Hal ini berbeda jauh dengan sistem Islam Kaffah. 

Upaya Sistem Islam Menutup Pintu Liberalisasi

Dalam menjalani kehidupan didunia pasti kita akan menjumpai banyak masalah. Baik dari masalah individu hingga bernegara. Untuk itu, Allah telah menurunkan peraturan hidup bagi manusia melalui Al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya. Semua telah lengkap didalamnya termaksud urusan politik luar negeri. 

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Taqqiyudin an-Nabhani bahwa "Begitu pula halnya dengan politik luar negeri, selalu dibangun berlandaskan Islam. Negara Islam telah menentukan hubungannya dengan negara-negara lain hanya berdasarkan Islam. Seluruh hubungan luar negeri Daulah Islam dibangun atas dasar Islam san kemaslahatan kaum Muslim." (Peraturan Hidup dalam Islam, hal. 81)

Dari penjelasan Syaikh Taqqiyudin an-Nabhani tersebut menggambarkan bahwa seluruh keputusan yang diambil Daulah Islam harus bersandar pada nash-nash syar'i. Harus bersandar kepada halal dan haram sesuai ketentuan syariat. 

Begitu pun halnya menjalin kerjasama atau menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain. Jika kerjasama atau hubungan diplomatik dengan negara lain tidak sesuai dengan standar Syariat Islam dan mengorbankan kepentingan kaum Muslimin, maka secara syar'i Daulah Islam harus  memutuskan kerjasama atau hubungan diplomatik dengan negara tersebut.

Hal ini sebagai bentuk perlindungan Daulah Islam bagi masyarakatnya agar terhindar dari liberalisasi dan penyimpangan-penyimpangan yang lain, yang dapat merugikan masyarakatnya secara individu bahkan negara.  

Penyaringan ketat yang dilakukan Daulah Islam sebelum menjalin hubungan dengan negara lain juga bertiga untuk menjaga keimanan dan ketaatan umat Islam kepada Allah dan Rasul-Nya tetap terjaga. Semua itu dilakukan oleh daulah semata-mata hanya untuk meraih ridha Allah SWT.  

Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama