Oleh : Aisyah Ummu Naya


Peranan guru dalam memajukan pendidikan sangatlah besar. Sebab baik buruknya pendidikan juga ikut ditentukan oleh baik buruknya kualitas guru itu sendiri. Menurut UU No.14 thn 2015 tentang guru dan dosen dan PP No.19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan disebutkan bahwa guru yang berkualitas harus memiliki 4 kompetensi, yaitu kompetensi pedagogic, kompetensi professional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. 

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik atau kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Jadi disimpulkan meliputi 2 hal yaitu sikap dan keteladanan.

Namun, permasalahannya apakah kondisi dalam tatanan kehidupan kapitalisme-sekularisme yang diterapkan negara dan juga diterapkan ditengah-tengah masyarakat saat ini akan mampu mendorong guru menjadi berkualitas? Realitas saat ini memang memperihatikan bahwa kualitas guru Indonesia masih rendah. Dimana pada saat ini di tengah tatanan hidup kapitalisme-sekularisme, idealisme seorang guru sedikit demi sedikit mulai tergerus mempengaruhi profesionalismenya. Ketika deraan hidup semakin sulit, tidak sedikit di antara mereka yang akhirnya  harus berfikir bercabang untuk tetap bisa menghidupi anak dan istrinya dengan mencari pekerjaan sampingan ataupun mereka harus tersibukkan dengan urusan administrasi guru yang pada akhirnya tidak fokus dalam mengajar.

Bisa jadi juga idealismenya dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas berbenturan dengan kurikulum yang berorientasi materi dimana menilai kinerja guru dilihat dari output yang diindikasikan dengan hasil nilai UN di atas nilai rata-rata regional dan nasional, sehingga dalam kondisi tersebut input dan proses akan diarahkan ke arah pengejaran nilai. Pada akhirnya, hal ini berbenturan dengan idealisme pendidikan untuk menghasilkan siswa-siswi yang unggul pembangun peradaban, berkualitas dalam ilmu agama dan dunia, berkepribadian Islam dan berjiwa pemimpin.

Oleh karena itu, kualitas pendidikan bukan hanya bergantung pada kualitas guru, namun juga bergantung pada sistem pendidikan yang sedang diterapkan. Sudah bukan rahasia lagi Indonesia menerapkan sistem politik demokrasi-kapitalisme dan sistem ekonomi yang liberal. Keduanya sangat mempengaruhi kebijakan publik, termasuk sistem pendidikan. Pendidikan kapitalisme-sekulerisme yang menjauhkan peran agama dalam kehidupan akan menghalangi output berupa peserta didik yang berkepribadian Islam, berahlak mulia dan memiliki pondasi keimanan yang kuat. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena pendidikan agama hanya mendapat porsi pembelajaran yang minimalis rata-rata 3 jam dalam seminggu. Maka dari itu, pendidikan berbasis aqidah Islam sangat sulit diterapkan dalam sistem pendidikan sekulerisme saat ini. Begitupun sistem pendidikan kapitalisme-sekularisme telah menjadikan output pendidikan hanya sebagai penopang roda ekonomi akan ketersediaan SDM untuk jadi pekerja dan robot-robot mesin kapitalis. Pendidikan dijauhkan dari upaya menghasilkan siswa-siswi yang menguasai iptek, kreatif inovatif dalam mencipta, dan menguasai berbagai disiplin ilmu (polymath).

Pada akhirnya, di tengah sistem hidup kapitalisme-sekularisme "Mendamba guru berkualitas" nampaknya hanya akan sekadar menjadi slogan karena akan sulit untuk diwujudkan. Karena pada kenyataannya justru sistem kapitalisme-sekularisme telah memandulkan kualitas guru dan merendahkan martabat guru.

Sistem Pendidikan Islam Melahirkan Guru Berkualitas

Saat sistem Islam diterapkan dalam sebuah tatanan negara, mampu melahirkan guru berkualitas dimana mereka secara optimal mencetak generasi unggul pembangun peradaban, menguasai ilmu dunia dan ilmu akhirat, berkepribadian Islam dimana pola fikir dan pola sikap dibangun berdasarkan Islam, dan menjadikan generasi didikannya memiliki jiwa kepemimpinan. 

Peranan guru dalam menciptakan generasi terbaik sangat berpengaruh, karena lembaga sekolah dan guru berfungsi mengarahkan, membimbing dan membina potensi dasar yang ada pada manusia. Potensi dasar ini ditanamkan dalam Tsaqafah Islam seperti Aqidah, Fiqih, Al-Qur'an, Tafsir, dll. Yang akan menjadi pondasi awal. Kompetensi kepribadian yang melekat pada figur guru di antaranya berkepribadian Islam, berakhlak mulia dan berjiwa pemimpin serta menjadi teladan bagi anak didiknya. Akan mengantarkan peserta didik menjadi generasi berkepribadian Islam kuat yang mampu menjadi prolem solving untuk masalah dia dan orang disekitarnya. 

Selain itu, dukungan sistem pendidikan dan negara sangat berperan dalam menunjang itu semua. Penghargaan pemimpin Islam (khalifah) kepada guru dengan memberikan gaji yang sangat besar dan mencukupi kehidupan mereka. Seperti pada masa Umar bin Khattab ra. Yang memberikan gaji 3 orang guru yang mengajar anak-anak di Madinah dengan masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar= 4,25 gram emas) (sekitar 38 juta dengan harga 1 gram emas sekarang Rp 600.000,-). 

Hal tersebut dapat terwujud karena kondisinya sangat mendukung baik dari tatanan sistem pendidikan Islam yang diterapkan berbasis keimanan maupun dalam sistem kehidupan yaitu sistem Islam yang meniscayakan melahirkan guru yang berkualitas dapat terpenuhi.

Walahu a'lam bishshawwab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama