Oleh : Rita Rosita


Wabah Pandemi Corona nampaknya masih akan berlangsung lama faktanya, jadwal anak - anak belajar di rumah terus diperpanjang, dan tentunya kehidupan yang tak lagi normal kian meluas. Diantaranya fakta yang menyesakkan, tentang ancaman kehancuran keluarga, kekerasan hingga perceraian yang kian meningkat di berbagai belahan dunia. 

Perempuan yang tak luput sebagai korban, para istri dan para ibu ini hidupnya makin susah di tengah bencana wabah, beban pekerjaan bertambah, tingkat stres meningkat. Perempuan turut menanggung beban ekonomi yang berat, karena ibulah pengatur keuangan keluarga, berapapun ia terima, hidup harus terus berlangsung, makanan harus tetap tersaji, sementara di tengah pandemi harga melangit. 

Jiwa menjadi cemas, mampukah mengatur uang yang jumlahnya terbatas agar dapur tetap memanas, padahal hati diliputi rasa was was, akan wabah yang kian mengganas, mampukah ia dan keluarga kecilnya lepas dari bahaya pandemi. Pikiran bertambah ruwet, ketika tulang punggungnya ikut terdampak, sang suami yang pendapatannya terjun bebas, bahkan ada yang tidak berhasil membawa pulang uang dalan usahanya, ada juga yang terkena PHK, dipotong gaji, bahkan sama sekali tidak dibayar, karena temoat kerjanya keburu bangkrut.
Marah pada suami hanya  merugikan diri sendiri, bukannya menjadi solusi, malah memicu masalah, hingga muncullah pertengkaran hingga berujung pada kekerasan dalam rumah tangga, sungguh malang nasib perempuan, lebih nelangsa lagi mereka yang ditinggal jauh dari suaminya, entah suaminya tenaga medis yang berjuang di garda depan menghalau covid-19. 

Terpaksa para ibu harus berjuang sendiri membersamai anak-anak selama 24 jam. Cape fisik dan mental, tanpa ada pundak tempat bersandar. Urusan anak-anak ini tak kalah menimbulkan stres. Kebijakan belajar di rumah, menambah beban berat di pundak kaum ibu, sebab siapa lagi yang dominan berperan dalam pendidikan anak-anak di rumah, selain ibunya, persoalannya muncul, karena ibu bukan hanya harus menangani 1-2 anak, bukan hanya menjadi guru dadakan  untuk 1-2 mata pelajaran. Bukan hanya dituntut mendampingi anak- anak mengerjakan tugas, tapi seolah-olah dituntut menggantikan peran guru di sekolah.

Momen wabah ini sangat bersejarah karena belum tentu muncul kembali sepanjang usia kita, seharusnya hal ini menjadi berkah karena begaimanapun akan selalu ada hikmah dibalik wabah, selama ini masing - masing suami maupun istri kerap dilanda frustasi akibat kurang lengketnya hubungan. Suami sibuk bekerja, istri mengurus sibuk mengurus rumah. Suami pulang kerja capek, berharap sambutan hangat, tapi istri malah sibuk degan peralatan masaknya. Saking kurangnya waktu berduaan, hubungan persahabatan suami istri menjadi renggang, lambat laun kering tanpa bumbu kemesraan. Nah moment stay at home ini harusnya mampu mengembalikan kelengketan itu. 

Demikian pula bagi kaum wanita yang semula bekerja, seperti para guru, buruh pabrik, penjaga toko/mal yang sedang dirumahkan baik sementara maupun selamanya, ini adalah saat yang baik untuk kembali kepada fitrah wanita yakni mengurus rumah, bukankah bekerja di rumah adalah impian semua pasangan, agar bisa memiliki waktu lebih banyak mendampingi keluarga. 

Seharusnya stay at home mampu memperkokoh ketahanan keluarga, bukan memporak porandakan keluarga. Ini juga momen membangun ikatan keluarga yang kuat, kompak, jika ada problem ekonomi berjuanglah berdua untuk mencari solusi, selama yakin dengan rezeki dari Allah, tetap ikhtiar insyaallah ada jalan. 

Bangunan keluarga akan lebih kokoh jika diperkuat oleh peran negara, seberapa jauh intervensi negara dalam memberikan jaminan pada keluarga ini, baik jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok maupun kesehatan dan keamanan.
 
Tentu saja jika kebutuhan pokok terpenuhi rasa tentram walaupun hanya tinggal di rumah. KDRT bisa direndam, siapa yang tak senang bisa rebahan kapan saja. Namun jika rasa aman tergadaikan bagaimana bisa merasa hidup nyaman di tengah wabah. Karena itu, seharusnya negara melakukan segenap upaya untuk memperkokoh keluarga ditengah wabah, jangan biarkan keluarga-keluarga di ambang kehancuran. 

Memang penyebab utama hancurnya keluarga bukanlah wabah, melainkan dampak penerapan sistem sekuler. Sistem inilah menjadi biang tidak terpenuhinya seluruh hak-hak keluarga. KDRT sudah ada sejak sistem tersebut diterapkan. Jadi kendati KDRT dan ancaman kehancuran keluarga meningkat di era wabah, tetapi bukan semata-mata karena stay at home itu sendiri.

  Dalam sistem Islam terkait hukum-hukum keluarga, Islam pun telah menetapkan seperangkat aturan yang begitu rinci dan sempurna, baik yang menyangkut pernikahan, tugas dan kewajiban suami-istri, talak dan dll. Dalam pandangan Islam keluarga sebagai ikatan terkuat yang berfungsi sebagai peranan awal pendidikan primer, kedua orangtua sebagai sumber pengajaran pertama, sekaligus tempat membangun dan mengembangkan interaksi harmonis untuk meraih ketenangan dan ketentraman hidup. 

Adapun pembagian peran dan fungsi yang ada di dalamnya antara hak dan kewajiban diantara anggota keluarga dapat dipahami sebagai bentuk keadilan dan kesempurnaan yang diberikan Islam untuk merealisasikan tujuan duniawi dan ukhrawi yang mulia. Peranan negara dalam Islam berkewajiban memastikan setiap individu, keluarga, dan masyarakat bisa memenuhi tanggung jawabnya memenuhi kesejahteraan. Negara memastikan setiap kepala keluarga memiliki mata pencaharian dan mewajibkan kepada pihak-pihak yang yang bertanggung jawab terhadap perempuan dan anak-anak untuk memenuhi hak mereka dengan baik. 

Islam mewajibkan kepada suami ataupun para wali untuk mencari nafkah, negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki agar dapat memberi nafkah pada keluarga mereka, memberikan pendidikan, pelatihan kerja. Perempuan tidak harus bekerja di luar rumah dan berpeluang mendapat perlakuan keji, mereka tidak perlu bersusah payah mendapatkan uang karena telah di penuhi suami atau walinya. Islam akan menindak suami yang tidak memenuhi kebutuhan keluarga dengan baik. Dan negara yang dapat menjamin ketahanan keluarga adalah negara yang menerapkan Islam secara kaffah.
Wallahu a'lam bishshawwab.

Post a Comment

أحدث أقدم