Oleh: Darni Salamah
Aktivis Muslimah Sukabumi


Kondisi dunia  kini tengah mengalami krisis ekonomi, hingga kegagalan atasi pandemi dan beragam mudharat yang dihadapi umat Islam menuntun kita pada tuntutan sebuah perubahan besar. 

Berbagai problematika di setiap penjuru dunia mulai dari penghinaan terhadap agama lain, penjajahan yang masih terus bergulir, baik penjajahan ideolologi, ekonomi hingga pendidikan masih berlangsung. Penjajahan ekonomi, penanaman sistem riba yang menjamur, menjadi bukti bahwa ada sistem yang tak beres dalam menyelesaikan problematika umat dari dulu  hingga kini. 
Hingga detik ini, perubahan tidak pernah bisa diwujudkan dalam sistem demokrasi. Dokumen UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diunggah di situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekretariat Negara (JDIH Setneg).
(detik.com,  (2/11/2020)

Seharusnya kita berkaca dari kasus UU Cipta Kerja, bahwa ganasnya sistem kapitalisme dan sekuler tidak bisa dihentikann kecuali perubahan sistem yang menyeluruh.  Ironisnya justru pemerintah malah kian vokal terhadap pengusaha, ketimbang pada rakyat pemilik  tanah air. Oleh karenanya umat harus menyadari bahwa saat ini kita membutuhkan sistem yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan. 

Oleh karena itu sudah  seharusnya kita kembali kepada sistem yang  memanusiakan manusia. Sistem yang memberikan kedamaian dan kelangsungan hidup yang tak dihantui oleh ketidak adilan.  

Jika demokrasi bertujuan untuk rakyat, maka sistem Islam adalah sebuah penawar yang bisa menyelesaikan problematika umat dari hulu hingga ke hilir dari semua aspek kehidupan yang kita butuhkan. Sesuai dengan firman Allah Swt yang berbunyi,

فَاَمَّا الَّذینَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَ اعْتَصَمُوا بِهِ فَسَیُدْخِلُهُمْ فی‏ رَحْمَه                                                                         ٍ
مِنْهُ وَ فَضْلٍ وَ یَهْدیهِمْ اِلَیْهِ صِراطاً مُسْتَقیما                          ً                                                              
“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar (surga) dan limpahan karunia-Nya, dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.” (Qs Nisa [4]: 175)

Indonesia memang negara plural, namun sejauh ini sistem yang kita anut tidak pernah memberikan perlakuan yang sama terhadap  masing-masing golongan masyarakat. Bukankah untuk satu tujuan mesti terdapat kesamaan cita-cita seluruh dari rakyat untuk selalu  damai dan sejahtera.  Islam pernah menjadi pemimpin dalam 2/3 dunia, dengan sistemnya yang begitu gemilang. Dari mulai setiap bidang kehidupan pada saat itu terbilang sejahtera. Bukan isapan jempol belaka, melainkan adalah keberkahan yang Allah turunkan atas setiap aturan yang diterapkan manusia secara kafah.

Dalam bidang pendidikan, khilafah Islam sangat memperhatikan agar rakyatnya cerdas. Anak-anak dari semua kelas sosial mengunjungi pendidikan dasar yang terjangkau semua orang. Negaralah yang membayar para gurunya. Selain 80 sekolah umum Cordoba yang didirikan Khalifah Al-Hakam II pada 965 M, masih ada 27 sekolah khusus anak-anak miskin. Di Kairo, Al-Mansur Qalawun mendirikan sekolah anak yatim. Dalam bidang kesehatan, pada kurun abad 9-10 M, Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi membangun sistem pengelolaan sampah perkotaan, yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran masing-masing orang, yang di perkotaan padat penduduk akan menciptakan kota yang kumuh. Kebersihan kota menjadi salah satu modal sehat selain kesadaran sehat karena pendidikan.

Kegemilangan Islam saat itu tidak sebatas kesehatan dan pendidikan melainkan dari seluruh sektor. Salah satu bentuk keagungan sistem Islam yang tidak dimiliki peradaban lainnya adalah kesempurnaan dan jaminan kehidupan terbaik bagi rakyatnya. Sejarah telah membuktikan secara jelas akan hal ini yang bertahan hingga seribu empat ratus tahun lebih yang pada akhirnya diruntuhkan pada 03 Maret 1924 M.  

Lantas tidakkah kita rindu sebuah perubahan hakiki yang menjamin kesejahteraan umat dengan penuh keadilan? 

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

أحدث أقدم