Oleh: Darni Salamah
Aktivis Muslimah Sukabumi
Penderitaan saudara kita di Palestina seakan tidak berhenti. Disakiti, dianiaya  hingga genosida yang makin menggila. Hal yang lebih menyakitkan manakala saudara seakidahnya  negeri-negeri menjalin hubungan mesra dengan Yahudi Israel. 

Dikutip dari Republika.co.id, media Israel yakni Walla News dan Haaretz pada 23 November lalu yang menyebutkan laporan  adanya pertemuan rahasia antara Perdana Menteri Israel Benjamin Natanyahu dan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) mereka bertemu di Neom sebuah kota di Laut Merah. Dalam pertemuan ini turut hadir, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Kepala Badan Intelijen Israel, Yossi Cohen. Kabar pertemuan tersebut untuk membuka lebih banyak hubungan resmi dengan Arab seperti halnya Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain diketahui telah melakukan normalisasi diplomatic dengan Tel Aviv lebih dulu. 

Dikutip dari laman Al Arabiya, Menurut Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan , negaranya akan terbuka melakukan normalisasi diplomatik jika namun Palestina harus lebih dahulu mendapatkan kemerdekaannya. Hal tersebut tentu bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh Mohammed bin Salman yang secara terbuka melakukan pertemuan dengan parapetinggi kafir harbi.

Dalam hal ini, tentu AS merupakan negara yang paling diuntungkan. Mengingat negaranya akan gencar menancapkan cengkraman pada negri-negri muslim. Pun dengan Israel, yang merupakan musuh yang nyata bagi masyarakat muslim, semakin diberi ruang untuk bekerja sama, tentu akan membuatnya memperpanjang penjajahan atas Palestina. 

Adalah hipokrit, bila AS dan Isarel melakukan hubungan diplomasi dengan negara muslim, mengingat dua negara tersebut adalah dua negara yang memusuhi Islam. Mustahil jika hanya ingin menambah hubungan diplomasi tanpa ada alasan didalamnya, yakni untuk mendapatkan keuntungan di negeri-negeri  termasuk Saudi yang notabenenya merupakan salah satu negara muslim yang cukup kuat dari segi ekonomi dan militer.

“Dan sekali-sekali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. An-Nisa : 141)

Ayat di atas merupakan dalil larangan membuka jalan bagi kafir harbi (kafir yang memusuhi Islam) untuk menguasai orang-orang beriman. Ayat tersebut merupakan penguat indikasi atas larangan yang tegas (qarinah jazimah) menjadikan kaum kafir menguasai orang-orang beriman apa pun bentuk jalan penguasaannya. Ayat tersebut juga merupakan peringatan untuk politik luar negeri Islam dan negara lain dalam konstelasi internasional. 

Politik Islam  adalah prinsip dasar negara Islam, tidak boleh dicampuri oleh urusan negara-negara kafir. Posisi negara Islam bersifat independen tidak ada yang mengintegrasi setiap kebijakan pemerintahnya. Ketika ini dilakukan maka rakyat akan merasakan kesejahteraan, sebab para pemimpin negaranya adalah orang-orang yang bertanggung jawab penuh terhadap rakyatnya.

Mereka memimpin secara benar diliputi rasa keimanan. Prinsip yang digunakan dalam politik luar negeri negara khilafah yaitu lewat dakwah dan jihad. Akidah Islam menjadi dasar bagi ideologi yang mengharuskan khilafah untuk menyebarluaskan dakwah dan risalah Islam ke seluruh dunia. Penyebarluasan dakwah merupakan sebuah prinsip politik luar negeri khilafah dalam membangun hubungan dengan negara lain.

Maka sangat wajar jika negara khilafah menjadi mercusuar peradaban manusia yang sangat tinggi. Hal ini karena kehidupan didalamnya dalam semua lini kehidupan diatur sedemikian rupa hingga nampak kesejahteraan dan kenyamanan bagi rakyatnya.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama