Oleh : Leihana 
Ibu Pemerhati Umat


Satu tahun ajaran sudah berlalu dilalui oleh para pelajar dengan sistem pendidikan jarak jauh menggunakan sistem daring. Perolehan yang didapat tentu bukan cuma sekadar nilai di atas kertas rapor, yang diharapkan peserta didik dan orang tuanya. Melainkan adanya peningkatan wawasan ilmu pengetahuan, kepribadian yang lebih baik dan kompetensi kehidupan yang memadai. Tetapi diakui banyak pihak sistem pembelajaran melakui daring ini tidak seefisien pembelajaran melalui sistem luring atau tatap muka. Para peserta didik tidak dapat sepenuhnya menyerap dan memahami penjelasan tenaga pendidik sebaik pembelajaran tatap muka, dan para tenaga pendidik juga tidak dapat memantau lebih jelas tentang keseriusan dan fokus para peserta didik selama proses pembelajaran. 

Selain itu faktor fasilitas yang tidak sepenuhnya dimiliki semua peserta didik dan tenaga pendidik yang menjadi hambatan lain berjalannya sistem pembelajaran daring ini. Lebih parah lagi cakupan jaringan itu sendiri yaitu internet belum menggapai seluruh pelosok tanah air, jangankan di pelosok desa di beberapa daerah di kota kecil sinyal saja jaringan buruk. 

Alhasil sistem pendidikan daring ini selain menemui banyak kendala teknis secara praktis yang berjalan lancar pun masih menyebabkan fenomena yang kurang baik bagi peserta didik bahkan orang tua.
Hal ini menyebabkan stres bagi peserta didik yang lelah hanya menatap layar gawai atau komputer . Ditambah lagi  orang tua juga stres kewalahan mendampingi, mengawasi bahkan mengajari ulang anak-anak yang mengikuti proses pembelajaran daring ini. Ironisnya banyak anak stres juga orang tua, hal ini  berujung menjadi kasus kriminalitas dalam rumah tangga. Namun, proses pembelajaran daring ini memang harus dilakukan karena ini adalah cara yang paling aman untuk tetap melangsungkan pendidikan dengan tetap menjaga keamanan kesehatan para peserta didik dan tenaga pendidiknya. 

Menghindari stres anak dan orang tua yang mengikuti pembelajaran daring ini akhirnya banyak yang menyerah dan mengabaikan pembelajaran itu sendiri. Ada kasus justru peserta didik jadi sibuk main game online atau nonton konten youtube yang minim manfaat. Bahkan ada kasus mahasiswa yang belajar daring sambil berhubungan intim dengan pacarnya tertangkap kamera dan ditonton langsung oleh teman juga dosen pengajarnya. Ini membuktikan telah terjadi loss learning, jadi para peserta didik mengikuti proses pembelajaran daring tetapi mereka tidak belajar dan mendapat pengajaran seutuhnya. 

Karena pandemi Covid-19 di Indonesia terus berkepanjangan yang belum jelas kapan berakhirnya maka sistem pembelajaran daring ini juga belum bisa dipastikan akan berakhir. Maka dari itu pemerintah berusaha mengatasi bahaya loss learning ini dengan menerapkan  kurikulum darurat. Seperti yang dilansir dalam beberapa berita. 

KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama menerbitkan panduan kurikulum pada masa darurat Covid-19 untuk madrasah.

Panduan ini tercantum dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Nomor 2791 Tahun 2020, tertanggal 18 Mei 2020.

Dilansir oleh REPUBLIKA.CO.ID,  Kementerian Agama (Kemenag) merespons masalah pandemi Covid-19 yang panjang dengan menerbitkan Kurikulum Darurat. Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Muhammad Ali Ramdhani mengatakan,panduan ini merupakan pedoman bagi satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran di madrasah pada masa darurat Covid-19.

Dalam berita lainnya dijelaskan bahwa kurikulum darurat ini memang ditujukan untuk mengatasi bahaya loss learning selama pembelajaran daring. (Sindonews.com, 7/02 2021).

Kemenag saat ini memantau implementasinya di sekolah-sekolah berciri khas keislaman yang bernaung di bawah Kemenag. Penelitian sebelumnya telah mengungkap adanya tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan anak stres terkait pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh.

KOMPAS.com - Pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat pandemi Covid-19 telah berlangsung selama 10 bulan. Tak hanya menimbulkan tantangan bagi siswa, guru maupun orangtua, salah satu efek PJJ berkepanjangan ialah learning loss atau berkurangnya pengetahuan dan keterampilan secara akademis.
Lalu akan berhasilkah kurikulum darurat ini mengatasi bahaya sistem PJJ seperti _loss learning_ dan  anti sosial yang dialami para peserta didik? 

Nyatanya kurikulum darurat dari Kemenag dan Kemendikbud terbukti tidak efektif memandu mencapai tujuan pendidikan di masa darurat. Karena masalah-masalah pembelajaran selama pandemi makin berat karena sekulerisme masih menjadi pijakan lahirnya kurikulum darurat tersebut. 

Lebih jauh learning loss gagal di solusi dengan kurikulum sekuler, karena baik kurikulum agama, tetapi di dalamnya mengajarkan bahwa agama hanya sebatas mengatur masalah ibadah sekadar menekankan aspek peningkatan ubudiyah. Lalu aktivitas sehari-hari apalagi bermasyarakat agama dilarang ikut mengaturnya. Sedangkan, kurikulum Kemendikbud menekankan pada penyiapan manusia kapitalistik yaitu berfokus pada capaian peserta didik siap kerja yaitu menjadi buruh belaka. 

Seratus delapan puluh derajat dibandingkan dengan sistem pendidikan Islam yang menekankan pada pembentukan syakhshiyyah Islamiyyah  (kepribadian yang islami). Peserta didik dibina agar memiliki pola pikir yang sesuai dengan pemikiran Islam sehingga terbentuk pola sikap yang sesuai dengan aturan Islam. Memiliki akhlak mulia, dan siap berkompetisi dalam kehidupan. Karena setiap laki-laki dituntut menjadi kepala keluarga yang akan mencari nafkah juga mendidik anaknya. Begitupun kaum ibu dipersiapkan mampu 
mengelola rumah tangga dan mendidik anak-anaknya. 

Jadi sistem pendidikan Islam akan menekankan pembelajaran pemahaman Islam dan life skill yang siap berkompetisi di dunia internasional menjadi generasi pelopor bukan pengekor. Untuk itu sudah seharusnya sistem Islam diterapkan secara kafah di bawah naungan khilafah. 

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

أحدث أقدم