Oleh : Erni Herniati Waskita 
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah


'Drama ketidak-adilan yang makin memuakkan di negeri ini, kian hari banyak dipertontonkan kepada kita. Dimana diterapkan hukum-hukum buatan manusia berupa sistem demokrasi. Keadilan seolah menjadi barang yang istimewa. Rakyat kecil dan lemah tidak bisa menikmatinya. Hanya para pejabat dan mereka yang hidup mewah yang memiliki keadilan. 

Rakyat kecil di negeri ini yang terpaksa mencuri barang yang tidak seberapa karena lapar, mudah dijerat hukuman. Tetapi mereka yang mempunyai banyak harta atau para pejabat yang berkuasa ketika terseret kasus hukum pun bisa tetap melenggang bebas tidak terkena jeratan hukuman. Padahal negara telah kehilangan miliaran bahkan triliunan dikorupsi oleh mereka. Mereka yang pro rezim hari ini tetap aman, meski mereka berulang-ulang melakukan tindakan-tindakan kriminal: menghina Islam, menista ulama dan santri, dan lain-lain]. Contohnya apa yang dialami oleh HRS, Gus Nur, Ali Baharsyah, dan lain-lain.

Pengadilan semu bahkan palsu itulah pengadilan di dunia. Ia kerap menjadi alat untuk menghukum rakyat. Sementara penguasa dan pejabat seolah mendapatkan hak-hak imunitas, sehingga sulit tersentuh hukum. 

Para penegak hukumnya di sisi lain banyak yang bermental bobrok, tidak ada rasa takut kepada Allah Swt. Tak sedikit yang  mudah tergoda oleh rayuan uang,  kenikmatan dunia, harta dan wanita.

Padahal semestinya mereka sadar bahwa ketika mereka lepas dari jeratan hukum di dunia, lepas dari hukuman manusia, tapi mereka tidak bisa lepas dari hukuman Pengadilan Akhirat, yaitu hukuman dari Allah Swt.

Keadilan hakiki sesungguhnya hanya ada dalam sistem Islam. Puncak peradaban emas Khilafah adalah salah satu penerapan syariat Islam di bidang hukum dan peradilan. Semenjak sampainya Rasulullah saw. di Madinah tahun 622 M sampai 1918 M (1336 H). Pada masa ini membentang keberhasilan yang gemilang hingga Khilafah Utsmaniyah jatuh ke tangah kafir penjajah (Inggris). (An-Nabhani, Nizham al-Islam, hlm 44)

Keberhasilan tersebut karena kunci utama hukum yang diterapkan adalah hukum terbaik di segala zaman dan masa, itulah hukum Allah Swt. (syariat Islam). Allah Swt. berfirman:

"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS al-Maidah [53]: 50)

Islam dan keadilan oleh para ulama dipandang merupakan satu kesatuan keadilan (al-adl) dimana tidak mungkin terpisahkan. Apa saja yang ditunjukkan oleh al-Kitab dan as-Sunah menurut Imam Ibnu Taimiyah, (kullu ma dalla 'alayhi al-Kitab wa as-Sunah) adalah makna keadilan. Baik dalam hukum-hukum hudud maupun hukum-hukum yang lainya. (Ibnu Taimiyah, As-Siyasah asy-Syar’iyyah, hlm 15)

Bukti tak terbantahkan terkait adanya keadilan di tengah masyarakat Islam, tak sedikit catatan sejarah menggoreskan tinta emas. Di antaranya adalah kasus sengketa baju besi Khalifah Ali bin Abi Thalib ra dengan seorang laki-laki Yahudi, bahwa baju besi Ali ra hilang pada Perang Jamal. Baju besinya ternyata ada di tangan seorang laki-laki Yahudi. Dan perkara itu diajukan oleh Ali ra dan orang Yahudi kepada hakim bernama Syuraih. Bekas budaknya dan anaknya menjadi saksi bagi Ali ra, hakim berkata "Kesaksian bekas budakmu saya terima tetapi kesaksian Hasan saya tolak," kata Hakim Syuraih. 

"Apakah kamu tidak pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda bahwa Hasan dan Husain adalah penghulu para pemuda penghuni syurga?" kata Ali. Namun kesaksian Hasan tetap ditolak oleh Hakim Syuraih, lalu ia memenangkan si Yahudi. Kemudian Syuraih berkata kepada orang Yahudi itu, "Ambillah baju besi itu," Tetapi Yahudi itu berkata, "Amirul Mukminin bersengketa denganku dan ia mendatangi hakim kaum Muslim. Kemudian hakim memenangkan aku dan Amirul Mukminin menerima keputusan itu. Amirul Mukminin adalah yang benar. Demi Allah, ini memang baju besi anda, dan baju besi itu jatuh dari unta anda lalu aku ambil. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah," ucap Yahudi tersebut. Lalu Ali menjawab, "Karena anda sudah masuk Islam kuberikan baju besi itu untukmu." (Al-Kandahlawi, Hayah ash-Shahabah, 1/146)

Walaupun yang bersengketa adalah seorang kepala Negara Islam dengan rakyat biasa yang non Muslim sekalipun, namun keadilan tetap ditegakkan.

Memang seorang anak tidak bisa diambil kesaksiannya untuk bapaknya di dalam syariat. Hakim Syuraih memegang teguh  prinsip syariat ketika mengadili perkara tersebut. (Ahmad Da'ur, Ahkam al-Bayyinat, hlm. 23)

Dan Islam berhasil mewujudkan keadilan yang hakiki. Khilafah benar-benar telah mewujudkannya tatkala penerapan syariat Islam secara kaffah ditegakkan di tengah umat. Bahkan kaum non-Muslim pun merasakan keadilan.

Keadaan atau situasi umat Islam sekarang sangat bertolak belakang dengan fakta di atas. Terutama setelah dihancurkannya Khilafah di Turki pada 3 Maret 1924. Syariat Islam dicampakkan, yang diterapkan bukan hukum Islam, melainkan hukum yang dibuat oleh manusia. Akhirnya mereka meninggalkan dari hukum Allah Swt. hingga kian terjauhkan dari keadilan, mereka terus ditimpa kezaliman yang dibenarkan dan dipaksakan atas nama sistem demokrasi yang kufur. Kapankah semua ini akan berakhir? Tentu di saat umat kembali menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. 
Wallahu a'lam bishshawwab. shawwab.

Post a Comment

أحدث أقدم