Oleh : RAI Adiatmadja
Founder Komunitas Menulis Buku


    Maraknya perkawinan anak telah menggulirkan ruang-ruang gugatan terhadap UU Perkawinan. Sungguh ironis, di balik seks bebas yang terus merebak tak tertahankan, kehamilan di luar nikah yang jumlahnya semakin signifikan, pun kasus aborsi dan prostitusi di kalangan anak yang kian tak terelakkan. Namun, pergerakan masif hanya tertuju pada seputar aturan usia pernikahan. Tak tampak perjuangan mencegah dari pegiat gender atau bahkan pemerintah atas hal-hal yang lebih membahayakan generasi. Ada banyak remaja yang menikah dengan alasan menghindari zina dipersoalkan hingga menjadi gugatan, tetapi terkesan dibiarkan ketika menghadapi remaja yang hidup dalam arus bebasnya pergaulan.

    Permasalahan pernikahan dini atau perkawinan di bawah umur kembali muncul ke permukaan karena promosi Aisha Weddings yang telah memicu berbagai kalangan untuk berkomentar. Bahkan Ketua Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Nursyahbani Katjasungkana mengatakan perlu mengusut dengan tegas adanya dispensasi keringanan batas minimal usia pernikahan yang diberikan KUA. (CNN Indonesia, 13/03/21).

    Bagi kalangan gender membabat tuntas hingga akar terkait pernikahan dini ini digaungkan menjadi urgensi tinggi. Bahkan hingga di titik menyuarakan batas peningkatan usia pernikahan menjadi 19 tahun. Tak berhenti menguraikan dan mengampanyekan bahwa pernikahan dini teramat membahayakan. Mengupas dari sisi menurunkan derajat kesehatan ibu dan anak serta risiko kematian dalam persalinan. Hambatan akses pendidikan, juga menjadi salah satu penyebab kemiskinan. Bagaimana dengan para remaja yang hamil di luar nikah? Tidakkah mengalami risiko yang sama?

    Bagaimana Islam memandang pernikahan dini? 
Menurut pemerhati masalah perempuan, anak dan generasi, Ustazah Sulistiawati Ummu Aisyah yang menyatakan bahwa Islam tidak melarang pernikahan dini. Justru bisa menjadi solusi dalam membentengi generasi dari perilaku zina. Kehormatan mereka pun terjaga dalam ikatan halal. Melarang pernikahan dini terkategori pelanggaran syariat, karena menentang hal yang diperbolehkan Allah. 

Sebagaimana firman Allah Swt:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (TQS. al-Maidah: 87).

    Menurutnya, pernikahan dini diperbolehkan selama tidak memaksakan keinginan satu pihak. Tentunya kesiapan kedua belah pihak yang akan menikah harus diutamakan. Dari segi ilmu, materi (kemampuan memberi nafkah), mental, dan fisik. Banyak fakta dari mereka yang menikah dini bisa sukses bahkan termasuk keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah.
(MuslimahNews.Com,19/03/21)
 
    Keagungan pernikahan dijadikan perdebatan bahkan cengkeraman kebijakan yang semakin menjauhkan umat dari pentingnya menyandarkan hukum pada syariat. Hal yang salah bukanlah pernikahan dini, tetapi tidak adanya ruang untuk membentuk generasi yang siap mengarungi bahtera rumah tangga yang berkualitas. 

   Dewasa ini banyak remaja yang terpaksa menikah karena hamil di luar nikah. Hanya sekadar pelegalan agar tidak malu menghadapi cercaan lingkungan. Tak ada kesiapan ilmu untuk mengarungi rumah tangga, apalagi memaksimalkan belajar menjadi orang tua yang siaga sesuai petunjuk agama. 

 Islam memiliki fokus yang proporsional dalam pencegahan (aturan preventif) terhadap hal-hal membahayakan dalam pergaulan  yang mengarah pada kemaksiatan dan kerusakan seperti: pacaran, pergaulan bebas, hamil di luar nikah, aborsi, pemerkosaan, serta perbuatan cabul.

  Pembatasan usia 19 tahun dalam pernikahan sarat bermuatan politik global untuk mengurangi populasi penduduk muslim. Bisa kita analisis hal tersebut akan sangat tepat sasaran dalam membatasi waktu kehamilan. Bahkan semakin dimasifkan kampanye bahaya kehamilan di usia dini. Padahal faktanya di usia 18 tahun, perempuan sudah matang baik dari segi reproduksi ataupun mental, jika dibekali pemahaman dan edukasi yang benar. 

  Dari sini sudah jelas bahwa sistem ekonomi kapitalis memiliki tujuan yang begitu jelas sehingga peranannya pun tegas di setiap sendi kehidupan. Keharusan sekolah tinggi bukan disandarkan untuk mencerdaskan, tetapi menciptakan SDA yang bisa menjadi pekerja di sektor industri. 

  Beriringan dengan hal tersebut, di lain kondisi penjagaan untuk generasi tidak diperhatikan. Cenderung dibiarkan tanpa aturan yang melindungi. Pergaulan bebas semakin lepas landas dilengkapi dengan sarana-sarana yang semakin menjauhkan generasi pada nilai-nilai kepribadian islami. Semakin tumbuhlah dekadensi moral yang kian semrawut. Pelegalan perilaku-perilaku liberal semakin menguat. Maka kehancuran generasi semakin tak terbendung lagi. 

  Kita butuh sistem dan aturan Islam kafah yang sudah jelas sanggup menciptakan generasi unggul. Sekalipun mereka menikah di usia muda tetapi mumpuni dalam menjalani rumah tangga dan mampu menempatkan diri sebagai pengemban dakwah yang harus mengabdikan diri untuk kepentingan umat. 

Wallahu a'lam bishshawab.

2 تعليقات

  1. Dalleemm ... Syarat akan makna. Referensi yang sangat baik.

    ردحذف
  2. Persoalan remaja ini memang sangat kompleks tapi jika dikembalikan semua persoalan kita kepada Al Qur'an dan Sunnah niscaya semua akan ada solusinya. Tapi sayang zaman sudah semakin mengasingkan orang-orang yang berpegang teguh dengan agamanya.

    ردحذف

إرسال تعليق

أحدث أقدم