Oleh : Shinta Putri 
Aktivis Muslimah Peradaban


Kementerian Keuangan buka suara perihal polemik wacana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sejumlah kebutuhan masyarakat, termasuk di antaranya sembako dan sekolah.

Rencana kebijakan ini bakal tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Rencana kebijakan terbaru Menteri Keuangan Sri Mulyani ini seketika mengundang kontroversi, berbagai pihak ramai menolak kebijakan ini. Pajak akan dibebankan kepada seluruh rakyat Indonesia dengan alasan untuk menyelamatkan perekonomian dari dampak Covid-19.

Mirisnya, pengenaan pajak menyasar sembako, pelayanan kesehatan, jasa pendidikan dan lainnya. Padahal semua itu adalah kebutuhan pokok yang mendasar harus terpenuhi. Apalagi dengan kondisi rakyat sudah susah terdampak Covid-19, banyak yang terkena PHK, aktivitas ekonomi lesu, dan ditambah beban biaya hidup yang terus naik. Dengan adanya rencana kebijakan pajak tersebut otomatis akan membuat harga sembako, pendidikan dan lainnya naik tajam. Pada akhirnya akan menaikkan inflasi ekonomi Indonesia. Maka rakyat semakin tercekik, timbul banyak kemiskinan dan kriminalitas merajalela karena sulitnya mencari kerja dan biaya hidup yang mahal.

Sebenarnya jika Menteri Keuangan mengatakan pajak ini untuk meningkatkan pendapatan negara dirasa kurang tepat, karena faktanya hingga April 2021 penerimaan pajak baru mencapai sekitar 30,94 persen dari target total. Artinya alangkah baiknya jika pemerintah mencari alternatif pemasukan negara tanpa harus membebani rakyat. (Antaranews.com, 13/6/2021)

Selain itu, sebelum pemerintah mengeluarkan kebijakan menarik pajak lebih baik memikirkan bagaimana memperbaiki manajemen perpajakan dahulu. Karena maraknya kasus pengemplangan pajak oleh perusahaan dan korporasi maupun korupsi dari jajaran perpajakan itu sendiri. Hal ini juga seharusnya diperhatikan lebih serius oleh pemerintah.

Indonesia adalah negara kaya raya dengan sumber daya alam melimpah. Sungguh ironi jika pemerintah mengatakan telah terjadi defisit anggaran pemasukan negara level darurat, sehingga jika tidak menarik dari sektor perpajakan entah akan mendapat pemasukan dari mana lagi. Sedangkan utang pemerintah Indonesia ditambah utang BUMN sudah mencapai sekitar 8.500 triliun, nilai yang sangat fantatis dan disinyalir utang ini akan dibebankan terus kepada anak cucu kita. (Ekonomi.bisnis.com, 24/3/2021)

Semua ini akibat Indonesia mengadopsi sistem kapitalisme sehingga tidak heran jika yang menopang pendapatan negara untuk tetap eksis dengan pajak dan utang. Pajak dan utang ini tentunya akan membuat sengsara rakyat. Karena yang paling merasakan dampak langsung dari pajak dan utang adalah rakyat, kalau rezim sudah berakhir jabatan mereka sudah tidak akan bertanggung jawab lagi dengan pajak dan utang yang mereka buat.

Susahnya hidup dalam sistem kapitalisme, rakyat tidak punya pengayom untuk menjaga dan melindungi. Negara lebih mementingkan bagaimana memulihkan perekonomian tapi tidak memedulikan kondisi rakyat yang kian hari kian sengsara dan miskin. Tak heran jika negeri ini mengalami keterpurukan pada semua sektor kehidupan, apalagi dengan adanya wabah Covid-19 kian menambah daftar panjang keterpurukan negeri ini.

Solusi Islam Soal Pajak

Jika menginginkan negeri ini selamat dan terbebas dari pajak dan utang maka yang harus dilakukan yaitu seluruh kaum muslimin bersatu untuk mengganti sistem kapitalisme dengan sistem Islam yang benar, yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw. untuk diterapkan di seluruh dunia.

Karena sistem Islam datang dari Sang Khalik, jadi penerapannya benar-benar berdasarkan ketaatan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Para pemimpinnya amanah dalam mengemban tugas. Dasar dari sistem Islam adalah Al-Qur'an dan Sunah sehingga semua penerapannya tidak akan menyimpang dari syariat Islam.

Dalam sistem Islam anggaran pemasukan negara ada pada Baitulmal yang sumbernya berasal dari (1) Fai’ [Anfal, Ghanimah, Khumus]; (2) Jizyah; (3) Kharaj; (4) ‘Usyur; (5) Harta milik umum yang dilindungi negara; (6) Harta haram pejabat dan pegawai negara; (7) Khumus Rikaz dan tambang; (8) Harta orang yang tidak mempunyai ahli waris; (9) Harta orang murtad. Inilah pendapatan tetap negara, ada atau tidaknya kebutuhan.

Negara yang menerapkan sistem Islam (Khilafah) akan mengelola kekayaan alam secara mandiri bukan diserahkan kepada asing atau swasta. Dan hasilnya akan digunakan total untuk mencukupi seluruh kebutuhan rakyat baik muslim maupun nonmuslim. Sistem Islam ini bukan omong kosong karena telah diterapkan selama lebih dari 1300 tahun, waktu yang sangat lama dan tercatat dalam sejarah dunia.

Oleh karena itu, saatnya melepaskan rakyat dari kebijakan pajak yang zalim dan menjerat dengan segera mencampakkan sistem kapitalisme serta menggantinya dengan sistem Islam yang sahih. Hanya dengan sistem Islam dalam naungan Khilafah, rakyat akan dilingkupi kesejahteraan dan keberkahan.

Wallahu'alam bishshawwab.

Post a Comment

أحدث أقدم