Oleh : Netta Wardhani Savira
Mahasiswi

Melihat populasi penduduk dunia yang semakin meningkat, maka harus meningkat juga sumber pangan yang dapat memenuhi kebutuhan penduduknya. Berbicara mengenai pangan, sudah tentu berkaitan dengan sektor pertanian, yang faktanya merupakan kebutuhan primer atau kebutuhan pokok dari manusia. 

Melihat dunia yang semakin berkembang, tak luput dari masalah pangan yang menjadi isu hangat di tengah masyarakat saat ini. Bahkan, masalah pangan ini sudah terjadi beberapa kali tanpa di temukan solusi yang benar. Bagaimana hal ini tidak di perhatikan, jika pangan merupakan kebutuhan primer manusia yang wajib dipenuhi untuk melangsungkan kehidupan. 

Apalagi, beberapa hari ini kita dihadapkan dengan krisis pangan. Jika produktifitas pangan menurun maka tentu berimbas pada persoalan sosial, ekonomi dan politik yang berkembang di tengah masyarakat. Dalam hal ini akan mengancam keamanan negara. Contohnya, jika masalah pangan semakin naik kemudian dibarengi dengan harga kebutuhan pokok, ini akan menimbulkan ancaman dalam negara itu sendiri.

Melihat kondisi dunia yang belum terhindar secara total dari Covid-19, hal ini menimbulkan potensi adanya krisis pangan. Apalagi, adanya pembatasan distribusi barang akibat virus Covid-19 ini, dengan dalih untuk berhati-hati agar tidak dapat tertular dari virus tersebut. 

Dikutip dari Beritasatu.com, Pangan tidak dilihat sebagai hal strategis dengan sudut pandang geopolitik. Kondisi ini akhirnya membuat Indonesia terus terjerat dengan impor pangan serta kekalahan dari negara lain. Hal ini terjadi sejak 1997-1998.

Demikian disampaikan ekonom senior Dradjad H Wibowo terkait permasalahan impor dan kedaulatan pangan, Selasa (4/5/2021). Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, berbicara juga soal isu pangan nasional yang terdesak akibat produksi tak sejalan dengan angka pertumbuhan penduduk.

Akan tetapi, selama dua dekade terakhir ini, menurut Dradjad, pangan tidak lagi diperlakukan sebagai komoditas strategis. Keberpihakan terhadap produksi pertanian jauh melemah, sedangkan kemampuan stabilisasi harga jauh merosot karena kewenangan dan kemampuan finansial Bulog sudah sangat dipreteli.

“Pemretelan Bulog ini merupakan salah satu butir krusial dalam letter of intent antara IMF dengan Indonesia. Dengan kata lain, IMF mempreteli kemampuan Indonesia menjaga stabilitas harga pangan melalui Bulog. Harga di tingkat petani sering anjlok jauh lebih drastis saat panen raya,” kata Drajad.

Ditambah dengan lemahnya keberpihakan terhadap riset dan inovasi pertanian dan pangan. Diperburuk rendahnya kepemilikan dan pengelolaan lahan per keluarga tani, kelemahan riset dan inovasi ini membuat produktivitas pangan Indonesia jauh lebih rendah dari Thailand dan Vietnam. Akibatnya biaya pokok dan harga jualnya pun lebih mahal. (Beritasatu.com, 4/5/2021)

Paparan fakta di atas menunjukan krisis pangan yang terjadi akibat tidak adanya tanggung jawab yang baik dari pihak yang mengurusi hal ini. Ditambah dengan kondisi seperti ini malah memperburuk kondisi pangan, karena melihat kondisi pangan pada tahun-tahun sebelumnya juga dalam kondisi sulit. Walhasil mengakibatkan jutaan rakyat yang mati kelaparan.  Siapa sangka, krisis pangan ini beresiko sangat besar karena menyangkut kebutuhan perut manusia.

Dikutip dari REPUBLIKA.CO.ID, Suriah mengalami krisis pangan yang belum terselesaikan hingga kini. Seorang pria dari Kota Zabadani mengatakan, keluarganya yang beranggotakan empat orang telah berhenti makan keju dan daging pada awal 2020. Kini dia hanya mengandalkan roti untuk makanan mereka.

Namun, dengan kenaikan harga roti dan adanya batasan pemerintah, dia dan istrinya terpaksa hanya memakan secuil roti tiap harinya. "Kami memecah roti menjadi gigitan kecil dan mencelupkannya ke dalam teh agar tampak lebih besar," kata orang tersebut, dalam keterangan pers Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang diterima. (Sabtu, 30/5/2021)

Sungguh miris, krisis pangan yang terjadi hampir di seluruh belahan dunia ini sangat menyayat hati. Nyawa rakyat menjadi taruhan jika hal ini tidak di atasi secepat mungkin.

Sistem Kapitalis Neoliberalisme adalah akar dari permasalahan ini. Neoliberal mengayarkan ide tentang ‘State of Nature’ yang intinya mengedepankan ide kebebasan dan kesamaan hak yang tidak boleh dibatasi oleh kekuasaan negara. 

Ide inti dari neoliberal ekonomi menganggap bahwa pemerintah memiliki keterbatasan kemampuan atau pengetahuan untuk mengatur ekonomi, oleh karena itu campur tangan pemerintah harus dibatasi dalam pengelolaan ekonomi. Mereka menganggap ekonomi sebaiknya dijalankan oleh perseorangan.

Ustazah Emilda menjelaskan, problem kronis ini tidak bisa diatasi dengan solusi teknis pragmatis semata, namun harus dilakukan koreksi total pada konsep pengelolaan pangan.

Sebab berbagai problem yang tidak teratasi selama ini malah terus bertambah akibat tata kelola yang rusak. “Ketidakmampuan negara mewujudkan ketahanan bahkan kedaulatan pangan disebabkan penerapan tata kelola neoliberal dengan sistem politik demokrasi.  Serta membebeknya Indonesia pada berbagai ikatan internasional yang jelas-jelas merugikan,” paparnya.

FAO juga pernah menyatakan saat ini produksi pangan global sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan penduduk dunia. Namun buruknya sistem pangan menyebabkan distribusi pangan tidak merata ke seluruh manusia. (Dikutip dari muslimahnews.id)

Melihat hal ini, penerapan sistem nya lah yang salah sehingga dapat menyebabkan kekacauan dalam negara semakin banyak, sistem yang dimaksudkan adalah Sistem Kapitalisme. 

Media itu menulis, kebijakan memiskinkan dan memperbudak manusia adalah inti sistem kapitalisme rakus yang menjadikan utilitas sebagai ukuran kehidupan, kemudian berusaha mencapainya dengan mengorbankan penderitaan orang lain, termasuk jika itu mengarah pada pembunuhan jutaan orang dengan penyebaran kelaparan.

Sehingga solusi satu-satunya untuk mengakhiri penderitaan rakyat maupun kesulitan pangan adalah menerapkan kembali sistem Islam secara kafah. Hanya dalam sistem Islam lah kita dapati sistem pemerintahan yang sangat bertanggung jawab mengurusi kebutuhan umat. Sistem itu hanya bisa diterapkan jika khilafah tegak. Khilafah bisa tegak jika kita berjuang bersama-sama untuk menegakkannya.

“Ini menunjukkan seluruh hajat rakyat wajib diurusi dan dijamin khilafah. Khilafah tidak boleh memberi ruang kepada korporasi/swasta untuk menguasai rantai pengadaan pangan. Meskipun swasta tetap diperbolehkan melakukan usaha di sektor pertanian,” ungkapnya.

Dalam hal pemenuhan pangan, tanggung jawab khilafah secara utuh tampak mulai dari pengaturan produksi, distribusi bahkan konsumsi rakyat. Karena khilafah harus memastikan kebutuhan pangan pada setiap individu rakyatnya terpenuhi.

“Bahkan jika ada di antara rakyat khilafah yang kesulitan mendapatkan pangan lantaran sakit parah, cacat atau halangan lainnya maka pemenuhan pangannya wajib disediakan oleh negara secara lengkap dan layak,” jelasnya.

Di akhir, ia menekankan fungsi kepemimpinan ini didukung oleh penerapan syariat Islam secara kaffah termasuk sistem ekonomi Islam. Penerapan politik ekonomi Islam akan mampu mewujudkan ketahanan pangan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.

“Dengan sistem ekonomi Islam pula, negara khilafah akan memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk melaksanakan perannya sebagai penjamin berbagai urusan rakyatnya,” tandasnya. (Muslimahnews.id)

Berbeda dari sistem Islam, sistem kapitalis neoliberal ini telah menunjukan kegagalannya dalam mengurus umat. Adanya wabah ataupun tidak, tidak bisa menjamin adanya kesejahteraan rakyat. Solusi yang diberikan tidak bisa menuntaskan masalah yang terjadi.

Wallahu'alam  bishshawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama