Oleh : Rita Rosita
Ibu Rumah Tangga


Mudik seakan menjadi tradisi bagi masyarakat di Indonesia, dilakukan ketika menjelang lebaran. Tradisi sungkeman kepada orang tua dan sanak saudara di kampung halaman seakan menjadi hal yang harus dilakukan disaat lebaran.

Namun, berbeda untuk tahun ini ketika virus Corona atau covid 19 melanda hampir seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Salah satu larangan mudik bagi PNS ditegaskan dalam sebuah surat edaran menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi (PANRB) yang juga membahas sanksi PNS yang mudik. Menteri PAN-RB tjahja kumolo, telah menerbitkan surat edaran (SE) no 8tahun 2021. Dalam aturan ini pegawai negeri sipil atau PNS dan pegawai P3k dilarang mengambil cuti dan mudik lebaran selama periode waktu 6-17 Mei 2021 yang lalu.

Berdasarkan surat edaran tersebut, PNS/P3k yang mudik akan mendapatkan hukuman sanksi seperti yang tertera dalam peraturan pemerintah (PP) no 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS. Merujuk regulasi tersebut, sanksi terberat yang bisa diterima seorang abdi negara yakni dipecat secara tidak hormat sebagai PNS. 
Mengacu pada bab III PP no 53/2010 tentang hukuman disiplin, sanksi yang dapat diberikan kepada PNS terbagi dalam 3 level. 

Pertama, jenis hukuman disiplin ringan yang terdiri dari teguran lisan, teguran tertulis. Kedua, sanksi tingkat sedang yang terdiri dari penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun. Untuk jenis hukuman disiplin berat terdiri dari penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 3tahun, dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Tujuan dari kebijakan ini memang bagus, tapi dalam pelaksanaannya ternyata membuat masyarakat bersusah hati. Pengurus ikatan pengusaha bus Indonesia, Iqbal Tosin menyampaikan perusahaan oto bus akan merugi sebesar Rp 18milyar. Beberapa kerugian yang dialami rakyat umumnya, seperti para PNS, pengurus ikatan pangusaha bus Indonesia.

Tak terbayangkan sebelumnya jika kita akan melalui lebaran tanpa sanak saudara lagi. Setahun lebih pandemi ini terjadi, tak ada pula tanda-tanda berhenti. Apakah antisipasi selama ini kurang memadai atau karena pemerintah mengambil kebijakan yang kurang teliti, hingga akhirnya rakyat yang menanggung beban di hati? 

Siapa pun itu pasti tidak mau berlama-lama bersama pandemi, pandemi perlu diselesaikan sampai ke akarnya. Dengan penanganan yang menyeluruh, mulai dari pembatasan aktivitas masyarakat dengan karantina daerah, melakukan swab secara massal, tidak mengeluarkan kebijakan yang memungkinkan terjadinya penularan (seperti pembukaan tempat pariwisata). 

Jika aturan yang dipakai masih sistem kapitalis, dapat dipastikan tak akan mampu menyelesaikan masalah. Karena aturan yang di ambil akan selalu dilandaskan pada untung rugi atau berdasarkan kepentingan tertentu.

Oleh sebab itu diperlukan sistem yang dapat menyelesaikan sacar tuntas, yaitu sistem yang memandang rakyat sebagai tanggung jawabnya yaitu Islam kaffah. Penanganan pandemi sesungguhnya tak hanya membutuhkan penguasa kapabel yang menjalankan fungsinya sebagai pengurus dan pelayan rakyat, tapi juga membutuhkan sistem yang mumpuni dan mampu bertahan di tengah wabah yang mengganas. 

Karut-marut penanganan wabah harusnya menyadarkan kita akan rapuhnya sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini berikut penguasanya yang tidak amanah. Lihat saja bagaimana cueknya mereka terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Alih-alih bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan ekonomi selama pandemi, dana bansos untuk rakyat justru diduga kuat dikorupsi

Islam sendiri memiliki perhatian yang besar pada masalah kesehatan. Rasulullah saw. telah membangun fondasi yang kokoh bagi terwujudnya upaya preventif-promotif dan kuratif.  Upaya preventif seperti mewujudkan pola emosi yang sehat, pola makan yang sehat, pola aktivitas yang sehat, kebersihan, serta epidemi yang terkarantina dan tercegah dengan baik. Islam juga memberikan tuntunan mengenai upaya pemadaman wabah. Dalam beberapa hadis, Rasulullah memberikan gambaran bagaimana penyebaran wabah wajib diputus rantai penularannya. 

Rasulullah memerintahkan untuk memisahkan antara orang yang sehat dari yang sakit sebagaimana sabda beliau, “Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit.” (HR Bukhari dan Muslim) 

Mengenai karantina wilayah, telah masyhur hadis Rasulullah saw. kala wilayah Syam dilanda wabah. Rasulullah saw. bersabda, “Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid). 

Apa yang disebutkan dalam hadis-hadis Rasulullah di atas menjelaskan tentang beberapa upaya preventif yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya wabah penyakit termasuk penyebarannya. Islam juga mengajarkan pentingnya upaya kuratif bagi mereka yang telah terinfeksi penyakit. 

Upaya kuratif yang dilakukan sebagaimana disarankan oleh Rasulullah Muhammad saw. adalah berobat. Hal ini dijelaskan dalam hadis: “Aku pernah berada di samping Rasulullah Saw. Lalu, datanglah satu rombongan Arab dusun. Mereka bertanya, ‘Wahai, Rasulullah, bolehkah kami berobat?’ Beliau menjawab, ‘Iya, wahai para hamba Allah, berobatlah. Sebab, Allah tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.’ Mereka bertanya, ‘Penyakit apa itu?’ Beliau menjawab, ‘Penyakit tua.'” (HR Ahmad, Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan at-Tirmidzi). 

Baik upaya preventif maupun kuratif rehabilitatif, wajib diselenggarakan oleh negara melalui pembiayaan yang bersumber dari baitulmal seperti tindakan Khalifah Umar bin al-Khaththab. Beliau mengalokasikan anggaran dari Baitulmal untuk mengatasi wabah penyakit Lepra di Syam. Pelayanan kesehatan berkualitas hanya bisa direalisasikan jika didukung dengan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai serta sumber daya manusia yang profesional.  Penyediaan semua itu menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara karena negara  berkewajiban menjamin pemenuhan kebutuhan dasar berupa kesehatan dan pengobatan. 

Karenanya, negara wajib membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotek, di samping menyediakan sarana prasarana kesehatan dan pengobatan lainnya. Negara juga wajib mengadakan pabrik yang memproduksi peralatan medis dan obat-obatan; menyelenggarakan penelitian, mendukung inovasi di bidang kesehatan, termasuk memproduksi vaksin secara mandiri untuk mewujudkan masyarakat yang sehat, terbebas dari wabah.
wallahu a'lam bishawab. 

Post a Comment

أحدث أقدم