Oleh : Shinta Putri
Aktivis Muslimah Peradaban


Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves, Odo R.M. Manuhutu, mengungkapkan kondisi perekonomian Bali yang masih tertekan menjadi salah satu alasan utama menggulirkan rencana Work From Bali.

Program ini akan diimplementasikan di Kemenko Marves yang dipimpin oleh Luhut Binsar Pandjaitan dan kementerian di bawah koordinasinya. Odo mengungkapkan rencana Work From Bali ini sudah dibahas sejak beberapa bulan lalu.

Program ini disebut bukan satu-satunya upaya pemerintah untuk mengembalikan perekonomian Bali seperti sedia kala pasca pandemi Covid-19.

"Yang ingin dijaga keseimbangannya adalah penanganan Covid-19 dan juga pertumbuhan ekonominya," kata Odo dalam konferensi pers pada Sabtu, (22/5/2021).

Semenjak pandemi Covid-19 melanda, kondisi perekonomian di Bali sangat terpuruk. Banyak hotel dan restoran yang gulung tikar karena turun dratisnya pengunjung, baik wisatawan asing maupun lokal sehingga mempengaruhi ekonomi masyarakat Bali.

Kebijakan Work From Bali bertujuan mendorong pemulihan ekonomi, meningkatkan tingkat okupansi hotel, dan bisa menimbulkan rasa percaya kepada dunia bahwa Bali adalah destinasi wisata yang aman. Sehingga kebijakan ini diharapkan bisa membantu perekonomian Bali supaya normal kembali (liputan6.com, 22/5/2021).

Perlu dikaji Ulang

Pemerintah yakin dengan adanya Work From Bali maka akan meningkatkan tingkat okupansi hotel yang tadinya pada masa pandemi hanya 10 persen bisa mencapai 50 persen. Jika okupansi hotel sudah mencapai 50 persen maka biaya operasional hotel bisa terpenuhi dan bisa mempekerjakan pegawai lagi.

Selama pandemi banyak pegawai yang sementara diliburkan karena tingkat okupansi hotel hanya 10 persen yang mengakibatkan pihak hotel tidak bisa membayar gaji pegawai. Dari sini pemerintah menilai bisa menyelamatkan sektor pariwisata di Bali, di mana sektor pariwisata menjadi tulang punggung perekonomian negara.

Sedangkan menurut pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah bahwa kebijakan tersebut dinilai tidak efektif karena dianggap sebagai pemborosan uang dan menimbulkan potensi kerugian terkait kesehatan (cnnindonesia.com, 23/5/2021).

Bisa dilihat dari 25 persen ASN yang akan bekerja di Bali dengan asumsi biaya akomodasi kamar per bulan tiap orang sekitar Rp 3 juta atau 4 juta, maka bisa dibayangkan berapa uang yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk membiayai kebijakan tersebut.

Tentunya dana untuk membiayai akomodasi para ASN diambil dari APBN, ini namanya pemborosan alih-alih ingin mencari keuntungan dengan menggenjot daerah pariwisata malah berpotensi negara mengalami kerugian. Harusnya negara mengkaji ulang kebijakan Work From Bali betul-betul efektif atau tidak.

Dengan adanya Work From Bali, pemerintah harus lebih jeli lagi mempertimbangkan karena jika dilihat dari penyebaran virus Covid-19 yang masih berkembang ditambah dengan bahaya adanya mutasi virus baru yang dibawa oleh para wisatawan asing maupun lokal. Jika penyebaran virus semakin meningkat, potensi kerugian dari kebijakan Work From Bali akan menambah rumit keadaan.

Kebijakan ala Kapitalisme

Semua kebijakan dari pemerintah tak lepas dari sebuah sistem yang menaungi negeri ini. Indonesia termasuk negara yang menerapkan sistem kapitalisme demokrasi yang mana sistem ini lebih mengedepankan kepentingan para pemilik modal daripada kepentingan rakyat.

Seperti yang kita lihat jika APBN digunakan untuk menggenjot pariwisata pada satu daerah yang dianggap menguntungkan, apakah tidak merugikan rakyat di daerah lain yang lebih membutuhkan dana tersebut untuk hal yang lebih penting?

Alangkah lebih baik jika pemerintah mengalokasikan dana APBN lebih bijak, salah satunya dengan menambah sarana dan prasarana kesehatan. Supaya bisa segera mengatasi pandemi Covid-19, daripada melakukan pemborosan dengan mengirim ASN bekerja dari Bali padahal pekerjaan tersebut bisa dilakukan di rumahnya masing-masing, sungguh hal yang tidak masuk akal.

Tentunya bisa kita lihat bahwa pihak yang paling utama diuntungkan dari upaya meningkatkan pariwisata melalui rencana Work Form Bali adalah para pemilik hotel atau pebisnis besar. Sedangkan masyarakat yang bekerja sebagai pegawai di hotel harus rela dinomorduakan dengan upah yang tidak seberapa dibanding dengan keuntungan besar yang masuk ke kantong hotel-hotel besar milik swasta maupun asing. 

Kebijakan Berkah Islam

Sangat berbeda dengan sistem pemerintahan Islam atau Khilafah. Negara mempunyai peran sebagai pelindung dan penjaga rakyat, sehingga kebijakan yang dikeluarkan oleh negara akan dikaji lebih dalam sesuai dengan syariat Islam. Jika kebijakan itu sangat diperlukan untuk kemaslahatan umat tentunya segera direalisasikan, tetapi jika kebijakan hanya berpihak kepada suatu kelompok atau individu dan membuat mudarat terhadap umat maka kebijakan tersebut ditinggalkan.

Sektor pariwisata dalam khilafah tidak menjadi sumber perekonomian yang utama meskipun sektor ini bisa menghasilkan devisa. Dilihat dari tempat-tempat wisata yang bisa mengarah kepada perilaku syirik dengan adanya potensi penyembahan selain kepada Allah Swt. dan pengaruh budaya asing, pada tempat wisata yang seperti ini akan ditutup oleh negara. Akan tetapi jika tempat wisata yang hanya untuk tadabur alam dan mengagumi ciptaan Allah Swt. maka tempat tersebut diperbolehkan.

Khilafah mempunyai empat sumber tetap bagi perekonomiannya, yaitu sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Keempat sumber inilah yang menjadi tulang punggung bagi khilafah dalam membiayai perekonomiannya. Selain keempat sumber tetap ini, khilafah juga mempunyai sumber lain, baik melalui pintu jizyah, kharaj, fai’, ghanimah hingga dharibah. Semuanya ini mempunyai kontribusi yang tidak kecil dalam membiayai perekonomian khilafah.

Inilah cara khilafah melindungi dan menjaga rakyatnya. Kita semua berharap supaya khilafah ala minhajjin nubuwah akan segera tegak ditengah-tengah kaum muslimin yang menebar berkah dan maslahat ke seluruh penjuru dunia.

Wallahu'alam bishawwab. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama