Oleh : Leihana
Ibu Pemerhati Umat


Jika ditelisik sebenarnya ada virus yang lebih berbahaya dari virus Corona yang melumpuhkan ketahanan ekonomi global. Virus tersebut adalah  virus korupsi yang bisa mematikan keadilan ekonomi dan masa depan sebuah bangsa. Virus korupsi juga ternyata menular seperti halnya virus Corona yang melakukan interaksi dan penetrasi dengan korupsi bisa tertular dengan virus yang berbahaya ini. 

Bukti nyata adalah vonis hukuman Pinangki pelaku korupsi yang berhasil memangkas vonis tuntutannya hingga enam tahun. Bahkan  diduga kuat berhasilnya Pinangki mendapat keringanan hukum adalah karena adanya mafia hukum yang juga terindikasi kuat terjangkit virus korupsi dalam hal jual beli vonis hukuman.

Bagai permainan jungkitan vonis hukuman bagi Pinangki jelas telah terjungkir balik dengan pengurangan vonis yang sangat besar. Seperti dikutip dari artikel yang menyebutkan Vonis Pinangki Sirna Malasari disunat Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta dari 10 tahun penjara menjadi hanya 4 tahun. Pemotongan hukuman itu pun mendapatkan kecaman berbagai pihak. (news.detik.com, 20/6/21)

Pemangkasan hukuman ini hingga lebih dari setengah vonis tuntutan jaksa umum dan proses peradilan juga telah menetapkan bahwa Pinangki terbukti telah melakukan tindak pidana suap sebesar  USD 450 ribu, seperti dikutip bahwa Menuntut majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta yang mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Pinangki Sirna Malasari telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan  dan dakwaan kedua tentang TPPU, dan dakwaan ketiga subsider," kata jaksa Yanuar Utomo saat membacakan amar tuntutan di PN Tipikor Jakarta
(news.detik.com, 20/6).

Alasan hakim yang memberi keringanan hukuman yang sangat besar adalah pertama karena Pinangki dianggap telah menyesali perbuatannya dan Pinangki adalah seorang ibu dari anak balita berusia 4 tahun yang masih membutuhkan pendidikan dan pengasuhan ibunya. Alasan ini nampaknya tidak berlaku untuk semua orang buktinya Angelina Sondakh yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan nampak menyesali perbuatannya dan memiliki anak balita yang bahkan seorang anak yatim tidak diberi keringanan hukum sebanyak kasus Pinangki. Hal ini terjadi jelas karena Pinangki punya keahlian dan  koneksi dalam hal mafia hukum sehingga berhasil mendapat pangkasan vonis hukuman yang sangat besar. Terlebih lagi Pinangki sebelumnya adalah seorang jaksa yang bukan hanya mengerti hukum di Indonesia tetapi juga sangat paham tentang mafia peradilan karena Pinangki sendiri adalah salah satu mafianya. Sehingga tidak heran Pinangki sudah berhasil menyiapkan skenario terbaik dalam proses peradilan sehingga  berhasil mendapatkan pangkalan vonis hukuman.

Skenario mafia peradilan ini sudah disiapkan dengan apik hingga hakim-hakim yang terlibat menentukan vonis Pinangki adalah sejumlah hakim yang biasa bisa dibeli dalam hal memangkas vonis hukuman, sebagaimana dikutip dari artikel yang menyebutkan Penyunat vonis Pinangki dilakukan oleh lima hakim tinggi secara bulat. Mereka adalah Muhammad Yusuf, Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik.

Dalam catatan detikcom, Minggu (20/6/2021), nama-nama hakim tinggi itu tercatat kerap menyunat hukuman para terdakwa korupsi. Salah satunya pembobol Jiwasraya, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan. Majelis Pinangki yang menyunat hukuman Syahmirwan dari seumur hidup menjadi 18 tahun penjara yakni Haryono, Lafat Akbar, dan Reny Helida Ilham Malik.

Hakim tinggi Haryono juga menganulir hukuman penjara seumur hidup pembobol Jiwasraya, Joko Hartono Tirto menjadi 18 tahun penjara. Selain itu, menganulir hukuman mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.
Ikut memangkas hukuman Hary Prasetyo hakim tinggi kasus Pinangki, yaitu Lafat Akbar dan Reny Halida Ilham Malik.

Haryono juga menjadi ketua majelis atas terdakwa mantan Dirut Jiwasraya, Hendrisman Rahim. Awalnya, Hendrisman dihukum penjara seumur hidup. Tapi oleh Haryono bersama Reni Helida Ilham Malik dan Lafat Akbar, vonis Hendrisman disunat menjadi 20 tahun penjara. 
(news.detik.com, 20/6/21)

Putusan para hakim ini tentu kontroversial bahkan menjadi bahan protes banyak pihak. Bahkan masyarakat yang telah menandatangani petisi agar jaksa mengajukan kasasi pada vonis yang dipangkas terhadap Pinangki mencapai lebih dari enam belas ribu orang. 

Sebagaimana dikutip dari website change.org, Minggu (20/6/2021) pagi ini, sudah ada 16.542 orang sudah meminta jaksa mengajukan kasasi. Berikut salah satu alasan yang diajukan oleh penandatangan petisi Mikael:
Maling ayam, penjambret, perampok, dan beberapa tindakan kejahatan diawali karena faktor ekonomi dan pendidikan tak berkeadilan. Salah satu penyebab ekonomi dan pendidikan tidak berkeadilan adalah korupsi . Sudah saatnya hukuman berat (mati/kebiri) + hukum sosial (bersih-bersih sungai atau jalan) + dimiskinkan bagi para pelaku kejahatan korupsi tanpa toleransi. Selama hukumnya masih terlalu 'lembut', negeri ini tidak akan mengalami perubahan yang berarti.

Kasus jaksa Pinangki benar-benar  mencederai rasa keadilan masyarakat dan menunjukkan makin kuatnya mafia peradilan di Indonesia. Padahal masyarakat justru beranggapan bahwa praktisi hukum yang melanggar hukum semestinya dihukum lebih berat daripada masyarakat biasa. Karena sejatinya penegak hukum yang melanggar hukum melakukannya dengan penuh kesadaran bahwa ia sedang melanggar hukum. Namun faktanya justru penegak hukum yang melanggar hukum masih bisa menciptakan skenario yang memperingan hukumannya.

Pemangkasan vonis hukum Pinangki menjadi bukti nyata bahwa dalam
sistem hukum hasil buatan manusia (demokrasi) mengandung banyak kelemahan, bahkan tidak memberi keadilan sama sekali. Dalam sistem demokrasi rentan dipermainkan dan selalu digunakan sesuai kepentingan sehingga tidak mungkin diharapkan bisa mencegah kejahatan serta menciptakan rasa keadilan. 

Hal ini sangat jauh dibandingkan dengan sistem peradilan dalam sistem Islam. Karena hukum langsung ditetapkan oleh Yang Pembuat aturan yaitu Allah Swt. Hukum yang ditetapkan dalam Islam tidak memberi pengecualian pada orang yang memiliki koneksi maupun jabatan.

Sebagaimana dikisahkan nabi Muhammad saw. Menyampaikan hukuman potong tangan bagi pencuri juga akan tetap diterapkan pada Fatimah putri beliau saw. Jika melakukan kesalahan tersebut. Selain itu hukum saksi dalam islam bersifat jawabir (penebus siksa akhirat) dan Jawazir (pencegah bagi masyarakat untuk melakukan kesalahan serupa). Sebagian kecil orang yang berfikir negatif menganggap hukum Islam kejam, padahal justru hukum yang berat dan tegas ini sangat efektif untuk mencegah kriminalitas berulang dan efisien bagi pelaku karena tidak akan mendapatkan hukuman lagi di akhirat.

Dengan demikian hukum peradilan dalam Islam tidak dapat diperjualbelikan atau dikendalikan sesuai kehendak manusia yang memiliki uang dan jabatan seperti halnya dalam sistem peradilan kapitalisme-sekuler yang tidak memiliki keadilan hukum sama sekali. Untuk itu mari wujudkan penerapan sistem hukum peradilan Islam dengan cara menerapkan sistem Islam kafah di bawah naungan khilafah. 
Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama