Oleh : Millah Al-Munawwaroh

Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Jumeri mengatakan kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) masih mengacu pada SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, dimana sekolah diwajibkan tatap muka setelah vaksinasi guru dan tenaga kependidikan.

Hal ini disampaikan Jumeri merespon adanya desakan menunda PTM untuk daerah dengan positivity rate kasus Covid-19 di atas 5 persen. "Sekolah tetap wajib memberikan opsi PTM terbatas maupun pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan orang tua tetap memiliki hak untuk menentukan anaknya untuk PTM terbatas maupun PJJ," kata Jumeri saat dihubungi Tempo, Selasa, 22 Juni 2021.

Adapun pengecualian kebijakan PTM, ujar dia, berlaku pada wilayah zona merah. Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2021, sekolah di zona merah diinstruksikan belajar dari rumah. "Satuan pendidikan yang berada pada daerah yang tidak menerapkan PPKM Mikro zona merah tetap menyelenggarakan PTM Terbatas sesuai SKB 4 Menteri. Pemerintah daerah berwenang menghentikan sementara PTM Terbatas dan sekolah kembali PJJ jika terdapat kasus Covid-19 di satuan pendidikan," tutur Jumeri.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebelumnya meminta pemerintah pusat maupun pemerintah daerah segera menghentikan uji coba Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sejumlah daerah dengan positivity rate kasus Covid-19 di atas 5 persen. KPAI juga mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah menunda pembukaan sekolah pada tahun ajaran baru 2021/2021 pada 12 Juli mendatang. "Dengan lonjakan kasus Covid-19 saat ini, sangat tidak aman untuk melangsungkan sekolah tatap muka," ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti lewat keterangan tertulis, Senin, 21 Juni 2021.

Padahal sebelumnya kebijakan PTM ini sudah disampaikan oleh menteri. Pak Nadiem mengungkapkan hasil dari berbagai survei yang dihimpun maupun yang dilakukan Kemendikbud-Ristek bahwa mayoritas peserta didik dan orang tua sudah ingin tatap muka. “Hampir 80% sudah ingin tatap muka. Karena juga sudah lebih percaya diri dengan protokol kesehatan.” (Kompas.com) 

Indra Charismiadji, seorang pemerhati pendidikan di laman sebuah berita, menyampaikan kebijakn PTM ini kurang tepat dilakukan saat kasus Covid-19 masih tinggi seperti sekarang ini. Penilaian ini disebut Indra didasarkan pada kondisi keamanan tenaga pendidikan yang belum maksimal karena yang telah divaksin penuh belum mencapai 20%, selain itu IDI juga belum merekomendasikan pembelajaran tatap muka (PTM). Di sinilah, memang perlu keseriusan untuk menerapkan kebijakan PTM ini jangan setengah-setengah. Karena masalahnya, bukan soal mengembalikan pembelajaran tatap muka, tapi juga masalah keamanan atau kesehatan yang juga harus diproritaskan. 

Sementara tanda-tanda wabah ini belum berakhir yang justru bertambah, maka situasi seperti ini keselamatan jiwa jangan sampai dinomorduakan. Jangan sampai mengutamakan kehidupan ekonomi yang dibukanya Mal atau pasar. Inilah yang disebut cara pandang kapitalisme, yang mementingkan aspek ekonomi saja. Sebetulnya kebijkan PTM ini tetap masuk akal. Tentu jika dibarengi oleh penertiban tempat-tempat keramaian yang lainnya seperti mal-mal, pasar-pasar, bandara, stasiun, terminal dll. Faktanya, banyak di antara tempat-tempat tersebut yang notabene jauh lebih ramai daripada masjid dibiarkan tetap normal, tidak benar-benar ditutup atau ditertibkan, dan diterapkan protokol yang ketat.

Sedangkan keberlangsungan umur generasi ini menjadi penting untuk jadi bahan pikiran kita, karena ancaman pendemi yang belum berakhir, bahkan akan semakin meningkat jika kita tidak serius menanganinya. Dalam Islam, keselamatan nyawa manusia harus didahulukan daripada aspek yang lain, termasuk ekonomi, bahkan Islam pun punya solusi mengatasi pandemi. Dengan syariah Islam, wabah akan lebih mudah diatasi dan dikendalikan. Tanpa mengganggu syiar Islam dan ibadah kaum Muslim. Nyawa manusia bisa terselamatkan, ekonomi juga tetap bisa berjalan. “Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Jika terjadi wabah di tempat kalian berada, janganlah kalian keluar dari wilayah itu” (HR al-Bukhari). 

Penerapan syariah Islam juga bertujuan untuk memelihara nyawa manusia. Dalam Islam, nyawa seseorang sangat berharga, apalagi nyawa banyak orang maka harus benar-benar dimuliakan dan dijunjung tinggi. Menghilangkan satu nyawa manusia disamakan dengan membunuh seluruh manusia. Sebagimana dalam firman Allah SWT QS al-Maidah [5]: 32.

مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ ▪︎

Artinya : Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.

Nabi SAW juga bersabda:

“Sungguh lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang Muslim” (HR an-Nasai, at-Tirmidzi & al-Baihaqi).

Jadi satu-satunya solusi atau kebijakan tepat yaitu dengan menggantikan sistem kapitalisme yang ada saat ini dengan sistem islam, karena sudah jelas di dalam syariat islam betapa berharganya nyawa seseorang sehingga harus dimuliakan dan dijunjung tinggi. 

Berbeda dengan sistem kapitalisme yang mana kehidupan ekonomi lah yang lebih di utamakan di bandingkan nyawa seseorang. Apalagi mayoritas di negeri ini beragama islam yang seharusnya seluruh amal dan perbuatan kita di atur sesuai dengan perintah dan larangan yang maha pencipta yaitu terdapat pada Al-Qur'an dan As-sunnah, bukan aturan yang di ciptakan oleh manusia itu sendiri.
Wallahu a'lam bishshawwab. 

Post a Comment

أحدث أقدم