Oleh : Erni Setianingsih
Aktivis Dakwah Kampus


Peringatan tahun baru Islam 1443 Hijriah di saat pandemi Covid-19, memiliki momentum bila dikaitkan secara bijak. Dalam Al-Qur'an hijrah berarti berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam makna lain, hijrah juga dapat diartikan meninggalkan sesuatu yang tercela kepada sesuatu yang terpuji.

Dikutip dari cnnindonesia.com, 04/08/2021. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan untuk bisa lepas dari jebakan negara pendapatan kelas menengah (middle income trap), pertumbuhan ekonomi Indonesia harus bisa mencapai 6 persen pada 2022 mendatang. Bila itu bisa dicapai, ia yakin Indonesia bisa naik kelas menjadi negara maju pada 2045.

Dalam pidato Joko Widodo pada Hari Lahir Pancasila, ia menyampaikan harapannya menjadikan Indonesia sebagai negara maju, negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.  Lalu bagaimana caranya untuk mewujudkan impian dan harapan itu semua? Sementara negeri ini masih menerapkan sistem pemerintahan sekuler, sistem politiknya pun menghalalkan segala cara hingga lahirnya banyak para koruptor.(muslimahnews.com, 13/08/2021).

Peringatan tahun baru Hijriah senantiasa dilakukan oleh umat Islam. Namun, bagaimana memaknai hakikat hijrah dan esensinya untuk masa sekarang? Agar peringatan hijrah tidak hanya sekadar seremonial tahunan. Momen ini diharapkan bisa menjadi tonggak penting perubahan sebagaimana yang terjadi pada masa Rasulullah saw. menjadi garis pembeda antara kehidupan jahiliyah di Makkah dengan tegaknya peradaban Islam di Madinah.

Indonesia, negeri yang memiliki sumber daya alam berlimpah dan beraneka ragam. Kaya akan potensi hutan, laut, sumber daya mineral juga energi. Menurut perhitungan Departemen Kelautan dan Perikanan, potensi ikan tangkap sebanyak 6,4 juta ton per tahun. Sementara potensi perikanan budidaya berpuluh kali lipat baik di darat dan di pesisir sepanjang 95.000 kilometer.

Pertanyaannya, mengapa rakyatnya masih hidup dalam kondisi yang memprihatinkan? Sungguh tidak sesuai kenyataan, Indonesia memang memiliki SDA begitu berlimpah tetapi hal itu hanya sebatas pajangan di negeri sendiri. Semua ini akibat dari ketidakmampuan  pemerintah dalam menjaga negeri ini akibatnya keterpurukan yang terjadi rakyat memiliki banyak beban untuk menanggung kesalahan pemerintah terutama utang luar negeri yang kian menggunung.

Ditambah lagi sistem ekonomi masih bertopang pada ekonomi ribawi yang berakar pada sistem kapitalisme neoliberal. Sistem sosial yang buruk serta sistem pendidikan yang jauh dari nilai Islam. Jangan ditanya soal sistem hukum atau peradilannya. Karena lebih banyak berpihak kepada yang kuat. Inilah yang terjadi pada negeri ini yang mendatangkan berbagai dampak buruk bagi rakyat dan negara.

Tak dipungkiri dari waktu ke waktu, kondisi dunia kian karut marut, tak terkecuali di negeri mayoritas muslim ini. Alih-alih hidup damai sejahtera, realitas kehidupan masyarakat makin lama justru makin mengenaskan. Di negeri ini, panggung politik nyaris dipenuhi para aktor berkarakter licik . Mereka bersenang-senang  di atas kursi kekuasaan, seraya menindas rakyat dengan kebijakan tak berperasaan.

Bahkan di tengah wabah yang kian menjadi. Kezaliman demi kezaliman  terus dipertontonkan. Mereka tempatkan kepentingan rakyat jauh di bawah kepentingan korporasi. Demikian juga urusan nyawa rakyat pun mereka posisikan lebih rendah dari urusan pertumbuhan ekonomi. Meski demikian, kondisi ekonomi pun nyatanya tak juga membaik. 

Dalam aspek moral, generasi mudanya kian semakin kehilangan jati diri. Segala bentuk budaya rusak, bebas berkembang tanpa pencegah. Free sex, perilaku hedonis, miras, bahkan penyimpangan seksual seakan menjadi gaya hidup yang diwajarkan.

Begitu pula di bidang hukum. Berbagai bentuk kejahatan dan kriminalitas kian merajalela. Termasuk korupsi yang dilakukan para pejabat dan berbagai kejahatan yang dilakukan para pemilik uang di negeri ini. Wajar jika rasa aman dan keadilan makin jauh dari harapan. Karena sistem hukum yang diterapkan nyatanya tak mampu menjadi pilar penjaga. Bahkan bisa dibeli oleh uang dan kekuasaan.

Sistem kapitalis-sekuler sungguh mengerikan, tidak ada sama sekali kesejahteraan dan kenikmatan yang didapat, tapi yang ada hanyalah kepuasan para penguasa membuat  ketidakberdayaan  rakyat. Rakyat dibiarkan menderita karena ulah mereka, apakah ini yang namanya negeri sentosa?

Yang lebih menyedihkan lagi, keberadaan mereka sebagai negeri mayoritas muslim seakan tak punya arti apa-apa. Padahal agama Islam yang ada pada mereka pernah membuat sejarah kehidupan umat ini benar-benar berjaya.

Dengan Islam lah umat yang dulu tak diperhitungkan, bangkit menjadi kekuatan politik yang menggentarkan. Belasan abad umat Islam memimpin peradaban cemerlang. Menjadi mercusuar peradaban dunia yang saat itu masih diliputi kegelapan. Kekuasaan politiknya membentang dari Timur ke Barat. Dengan capaian kesejahteraan dan keadilan yang mencengangkan.

Kebangkitan yang dialami umat Islam itu  berawal dari peristiwa hijrah. Yakni hijrahnya Rasulullah saw. dan pengikutnya dari Makkah ke Madinah yang sekaligus menandai hijrahnya mereka dari sistem jahiliyah menuju sistem Islam.

Peristiwa hijrah lah yang menyatukan umat secara riil dalam satu akidah dan satu kepemimpinan. Sekaligus menandai tegaknya sebuah sistem politik yang mampu memobilisasi semua kekuatan umat, mengurus urusan kemaslahatan mereka dengan hukum-hukum syara', dan menjaga kewibawaan umat di atas segala bangsa.

Bahkan sistem inilah yang berjasa menyampaikan keindahan ajaran Islam.  Hingga kebaikan dan kerahmatan Islam sampai ke seluruh pelosok dunia, termasuk ke negeri kita, Nusantara. Bahwa hijrah bukan sekadar berpindah keadaan, apalagi sekadar urusan individual. Tapi hijrah adalah momentum bagi umat Islam menuju kebangkitan hakiki.
Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

أحدث أقدم