Oleh : Kusmiyati


Kemiskinan dan ketimpangan semakin merajalela. Terlebih di masa pandemi, bukan hanya si miskin yang makin bertambah, si kaya pun bertambah dengan signifikan. Bahkan, lebih dari lima juta orang menjadi jutawan di seluruh dunia pada 2020 meskipun ada pelemahan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19.
Berdasarkan penelitian Credit Suisse ditemukan bahwa jumlah miliarder meningkat sebanyak 5,2 juta orang. Data tersebut menjadikan total miliarder di dunia saat ini berjumlah 56,1 juta orang, dengan lebih dari 1% adalah miliarder baru.

Tak terkecuali Indonesia yang memiliki kekayaan alam melimpah ruah, nyatanya tidak mampu menjadikan negaranya kaya dan rakyatnya sejahtera. Kemiskinan dan ketimpangan seolah menjadi PR yang tak pernah terselesaikan.
Lembaga keuangan Credit Suisset melaporkan dalam “Global Wealth Report 2021” yang dirilis akhir Juni 2021, bahwa jumlah penduduk dengan kekayaan bersih 1 juta dollar AS (Rp14,5 miliar) atau lebih di Indonesia mencapai 171.740 orang pada 2020. (kompas.com, 13/7/2021)

Dibandingkan total 270 juta penduduk, jumlah orang kaya di Indonesia setara dengan 0,1% populasi. (katadata.co.id, 21/7/2021) Sedangkan BPS mencatat jumlah orang miskin bertambah menjadi 10,14% atau 27,54 juta pada Maret 2021.

Orang miskin menurut BPS adalah penduduk dengan pendapatan kurang dari Rp454.652 per bulan. Artinya, penduduk dengan pendapatan di atas angka tersebut, Rp500 ribu misalnya, tidak dikategorikan miskin, padahal harga bahan pangan dan nonpangan makin melambung tinggi.

Penambahan orang kaya di saat pandemi terjadi karena adanya penurunan suku bunga yang dilakukan oleh banyak bank-bank sentral di seluruh dunia. Dengan adanya penurunan suku bunga dari bank sentral di tiap negara, dapat meningkatkan harga saham dan harga rumah selama masa pandemi. Inilah yang menjadi alasan utama sejumlah orang dapat “meraup” untung semasa pandemi. Orang kaya makin kaya lantaran mereka memiliki kemampuan berinvestasi. Sehingga kenaikan pendapatan mereka lebih cepat.

Hal ini berbeda dengan penduduk Indonesia yang miskin dan rentan miskin. Mereka justru makin tertimpa kemalangan. Pekerja buruh murah banyak di PHK dan UMKM banyak yang kolaps, menjadikan penghasilan beberapa kepala keluarga nyaris kosong. Ditambah kebijakan PPKM yang makin menyulitkan untuk mengais rezeki, menjadikan angka kemiskinan makin tak terkendali.
Kesempatan yang begitu besar bagi si kaya untuk meraup untung di masa kesusahan, tak bisa dilepaskan dari sistem perekonomian yang memihak pada mereka. Yaitu sistem ekonomi kapitalisme yang berbasis riba.

Berbeda dengan si miskin, mekanisme pasar bebas yang menjadi tubuh sistem ekonomi kapitalisme menjadikan uang sebagai pengendali satu-satunya distribusi barang dan jasa.Siapa yang memiliki uang, dialah yang mampu mengakses segala kebutuhan. Orang miskin dengan segala keterbatasannya harus rela tak terpenuhi kebutuhannya karena tidak memiliki uang.
Kemiskinan yang merajalela dan ketimpangan yang begitu tinggi akan melahirkan problem sosial yang begitu besar. Tingginya kemiskinan akan meningkatkan angka kelaparan yang berujung pada kriminalitas. Hal ini akan meresahkan kehidupan masyarakat.

Islam memandang bahwa penyebab utama terjadinya ketimpangan adalah pada buruknya distribusi kekayaan. Sedangkan distribusi kekayaan tak bisa dilepaskan dari peran pemerintah. Oleh karena itu, peran sentral pemerintah menjadi faktor kunci terselesaikannya permasalahan. Pemerintahlah yang memiliki kewajiban menjamin kebutuhan umat.

Kriteria miskin dalam Islam bukan dihitung rata-rata, melainkan dihitung satu per satu kepala, apakah sudah tercukupi kebutuhan primernya, yaitu sandang, pangan, dan papan. Kepala keluarga yang menjadi pihak pencari nafkah pun akan dipermudah dan difasilitasi dalam bekerja, baik itu akses pada modal tanpa riba, pelatihan, hingga penyediaan lapangan kerja. Jika kepala keluarga tidak mampu memenuhinya, yang wajib membatu adalah kerabatnya. Pendataan yang baik disertai perangkat pemerintah yang amanah yang akan melaksanakan sensus tersebut.

Jika seluruh kerabatnya tak mampu memenuhi kebutuhan, kewajiban memberi nafkah jatuh kepada kas negara (Baitulmal). Yang salah satu sumber pendapatannya berasal dari harta kempemilikan umum berupa sumber daya alam yang melimpah yang dimiliki umat berupa, barang tambang, minyak bumi, air dan sebagainya yang dikelola negara dan hasilnya bisa digunakan untuk kemaslahatan masyarakat.
Negara akan fokus pada upaya penyelamatan nyawa manusia tanpa dipusingkan dengan dana yang terbatas. Itulah sebab mengapa upaya penegakan Islam adalah perkara penting dan mendesak dalam upaya menyelesaikan masalah ketimpangan sosial ini serta menyelamatkan umat manusia.
Wallahu a'lam bishshawab. 

Post a Comment

أحدث أقدم