Oleh: Shinta Putri 
Aktivis Muslimah Perubah Peradaban


Media asing menyoroti suara azan yang digemakan di Jakarta. Suara azan di Jakarta itu disorot melalui berita berjudul 'Ketakwaan atau gangguan kebisingan? Indonesia mengatasi reaksi volume azan'.

Adalah Agence France-Presse (AFP), agensi berita internasional yang berpusat di Paris, Prancis, yang menyoroti suara azan di Jakarta. Dalam laporannya, seorang warga yang menderita gangguan kecemasan terlalu takut untuk komplain.

Salah satu narasumber AFP adalah muslimah usia 31 tahun dengan nama samaran Rina, pengidap gangguan kecemasan (anxiety disorder) yang tidak bisa tidur, mengalami mual untuk makan, dan takut untuk menyuarakan komplain soal suara azan dari masjid di dekat rumahnya. (news.detik.com, 14/10/2021).

Media asing begitu lancang dengan menyampaikan keberatan atas suara azan dan mengekspos pandangan negatif terhadap syiar Islam. Di Indonesia, negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, media asing sangat berani mengungkapkan keberatan dengan suara azan yang dianggap berisik.

Atas laporan dari salah seorang warga yang tidak bisa tidur dan mengalami gangguan kecemasan akibat suara azan yang berkumandang 30-40 menit sebelum subuh. Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespon apakah benar insomnia yang dialami disebabkan oleh suara azan atau bisa jadi karena hal lain. Sangat disayangkan jika suara azan dinilai sebagai sesuatu yang mengganggu.

Suara azan adalah seruan dan panggilan untuk melaksanakan salat di awal waktu. Salat adalah bentuk ibadah yang artinya kita melaksanakan perintah Sang Pencipta untuk selalu menyembah-Nya. Inilah bentuk keimanan dan ketakwaan seorang muslim untuk segera menyambut seruan azan, dengan menyegerakan mengerjakan salat.

Sebagai negara dengan jumlah umat Islam terbesar dan  ratusan ribu masjid dibangun di seluruh penjuru wilayah, harusnya sudah memaklumi dan terbiasa dengan suara azan yang selalu berkumandang sehari lima kali. Bukankah sangat ironi jika mempermasalahkan suara azan?

Apalagi media asing ikut intervensi mengkritik negeri ini yang dulunya mengagungkan toleransi berdasarkan demokrasi, tetapi sekarang lebih cenderung mengabaikan toleransi terpengaruh dari seruan kelompok garis keras. Ini sudah melampaui batas.

Penistaan Islam Subur

Pada saat yang sama di negara minoritas Islam dibatasi dalam mengakses Al-Qur’an. Quran Majeed, salah satu aplikasi Quran paling populer di dunia dihapus dari App Store di China atas permintaan pejabat setempat.

Menyadur BBC Sabtu (16/10/2021) aplikasi itu dihapus karena menampung "teks-teks keagamaan ilegal" dan pemerintah China belum menanggapi permintaan komentar terkait hal ini.

Sudah jelas nampak, baik di negeri mayoritas muslim ataupun minoritas, Islam selalu terpojokkan. Tindakan semacam ini sebenarnya ingin menyerang dan menyudutkan Islam, karena sebagai agama yang membahayakan bagi orang-orang kafir.

Islam bukan hanya sebuah agama tetapi juga sebuah ideologi, di mana Islam mengatur seluruh aspek kehidupan politik, ekonomi, budaya, pertahanan keamanan, dan lain-lain. Inilah yang menjadikan orang-orang kafir membenci Islam. Seperti dalam firman Allah Swt.:

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS Al Baqarah: 120).

Apalagi sistem kehidupan kapitalisme sekarang yang memberi ruang kebebasan kepada para pembenci Islam untuk semakin menghina dan menistakan Allah, Rasul serta simbol-simbol Islam. Tidak ada keadilan, negara juga tidak punya sikap yang tegas dalam mengatasi masalah ini, padahal penduduknya mayoritas beragama Islam.

Khilafah adalah Pelindung

Bukan hanya Indonesia bahkan di negeri yang lain, agama Islam juga mengalami hal yang sama. Semua ini akibat dari umat Islam yang tidak punya wibawa dan tidak adanya institusi yang menerapkan Islam kafah, mengamalkan aturan Islam seluruhnya dalam kehidupan sehari-hari.

Hilangnya induk umat muslim yang dimusnahkan oleh agen Inggris, Mustafa Kamal Attaturk, menyebabkan hilangnya pula kepemimpinan Islam yaitu Khilafah. Hanya Khilafah yang mempunyai konsep yang jelas untuk mengatasi para penghina dan penista Islam.

Landasan dari Khilafah adalah akidah Islam, di mana seluruh aturan dari Al-Qur'an dan as Sunnah diterapkan, sehingga mereka orang-orang kafir tidak akan berani menghina dan melecehkan simbol-simbol Islam serta menghadang syiar Islam.

Pemimpin yaitu Khalifah sebagai pelindung dan penjaga umat akan memberikan sanksi yang tegas kepada para penghina Islam sekalipun itu orang Islam sendiri. Berbeda dengan sistem sekarang malah menyuburkan para penista agama yang semakin berani terang-terangan baik langsung di depan publik maupun di dunia maya.

Tanpa Khilafah, tidak ada perlindungan terhadap umat Islam dan penghormatan terhadap simbol serta syiar Islam. Apakah kita hanya diam saja jika agama kita diinjak-injak seperti ini terus tanpa ada perlawanan yang nyata? Hanya mau menerima permintaan maaf dari para penista Islam? Tidak cukup.

Kita harus berani mengorbankan jiwa dan raga jika Allah, Rasul, dan Islam dihinakan. Karena ini salah satu bentuk rasa cinta kita kepada Islam. Dengan berjuang menyadarkan umat untuk menegakkan Khilafah ala manhaj nubuwwah, agama Allah akan mulia memimpin dunia. 
Wallahu a'lam bishshawwab.

Post a Comment

أحدث أقدم