Oleh Ummu Muhammad
Ibu Pemerhati Umat


"Kami bangga kami pembayar pajak
Tanpa pajak negara tak akan ada
Kita pasti jadi bangsa mandiri
Jika pajak kita sumber utamanya"

Begitulah bunyi penggalan lagu di salah satu akun youtube "Pandu Pajak". Lagu yang mengajak masyarakat untuk membayar pajak dengan suka rela dan disertai rasa bangga karena ia turut serta dalam membangun bangsa yang mandiri, tanpa pajak negara tidak akan ada, dengan pajak masyarakat telah menolong masyarakat lain yang papa.

Selain itu iklan lain yang semisal dengannya adalah dengan merendahkan dan memojokkan masyarakat yang tidak mau membayar pajak yaitu dengan menyebut _"apa kata dunia?"_, istilah ini bertujuan sama, agar masyarakat merasa malu jika tidak membayar kewajiban pajak.

Begitulah kapitalisme mengendalikan negara, pajak adalah cara yang mudah untuk mengumpulkan dana yang besar daripada memanfaatkan kekayaan alam yang tersedia, karena biaya yang dikeluarkan untuk menarik pajak lebih kecil ketimbang mengelola SDA.

Akhirnya pajaklah yang digaungkan sebagai solusi membangun negara, berbagai macam iklan dikeluarkan demi untuk membuat masyarakat mendukung programnya. Aneka objek pajak pun kian bertambah seiring kebutuhan negara yang semakin membengkak, sedangkan pemberi kebijakan semakin malas memberikan alternatif lain selain pajak, karena SDA yang diharapkan sebagai solusi pun tidak dapat diharapkan lagi, karena pemiliknya berbagi dengan swasta dan asing bahkan sepenuhnya menjadi milik swasta dan asing.

Miris, negara dengan kekayaan alam yang luar biasa tapi tidak mampu memberikan kesejahteraan rakyatnya, _malah_ rakyatnyalah yang menjadi sasaran pendapatannya. Negara terus mencari objek pajak di berbagai tempat rakyat mendapatkan penghasilannya. Bahkan NIK pun menjadi target negara agar mereka otomatis menjadi wajib pajak.

Jika aturan ini diberlakukan di tengah musim pandemi sekarang, maka rakyat menjadi semakin menderita, karena usaha tiada tapi pajak terus mengejarnya. Begitulah gambaran pajak saat ini, seakan-akan rakyat tidak dibiarkan menikmati jerih payahnya sendiri, saat negara sudah tidak peduli dengan rintihannya.

Sedangkan di sisi lain, mereka yang jelas kekayaan dan sumbernya dibiarkan bebas tanpa dikejar pajak bahkan dihapuskan. Aneka macam aturan dan alasan dibuat hanya untuk menyenangkan para konglomerat tanpa peduli jeritan rakyat.

Mereka berdalih bahwa mereka sedang membangun perekonomian negara, karena dengan cara melonggarkan aturan pajak, mereka mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang negara impikan.

Tergambar seakan mereka adalah pahlawan yang layak untuk didahulukan, sedangkan rakyat laksana beban yang terus dicari celah kebahagiaannya demi untuk menopang kehidupan negara.

Benarkah negara tiada tanpa pajak? Padahal unsur-unsur negara menurut para tokoh-tokoh terkemuka tidak ada satu pun yang menyebutkan pajak. Unsur negara yang penting adalah adanya wilayah, rakyat, pemerintahan yang berdaulat dan diakui oleh negara lain. Sehingga jelas iklan yang disebarkan di media-media hanyalah untuk menunjukkan bahwa negara tidak berdaya dalam mengurusi rakyatnya.

Kemudian, bagaimana solusi mengatasi semuanya? Hanya Islam yang mampu memberikan jalan keluar bagi penderitaan rakyat saat ini, hanya Islam pula yang mampu membuat negara berdaulat dan mampu menyejahterakan rakyat.

Dalam Islam negaralah yang mengatur dan membiayai kehidupan rakyatnya, baik muslim ataupun nonmuslim, mereka berhak mendapatkan hak dan kewajiban yang sama yang diatur sesuai dengan keadilan Islam.

Sedangkan kebutuhan negara dibiayai dari sumber-sumber pendapatan sebagai berikut.

1. Pos fai dan kharaj seperti ghanimah, fai, kharaj, 'usyr, khumus rikaz, jizyah, pajak dan lain-lain.

2. Pos kepemilikan umum seperti minyak dan gas,  listrik, tambang, hutan, laut, air dan lain-lain.

3. Pos shodaqoh seperti zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian, dan zakat hewan (kambing, sapi dan onta).

Meskipun pada pos fai dan kharaj terdapat kata pajak sebagai sumber pendapatan negara, tapi bukan merupakan sumber utama untuk membiayai kebutuhan negara. Karena negara telah memiliki sumber yang lebih besar daripada pajak.

Pajak hanya akan dikenakan saat negara dalam keadaan kas kosong, dan itu hanya berlaku untuk orang-orang kaya yang muslim ataupun nonmuslim. Namun, jika ternyata dari pajak juga negara tidak mampu memenuhi kebutuhannya maka negara boleh melakukan anjuran tabarru'at atau donasi secara sukarela kepada rakyatnya tanpa memaksa dan bersifat sementara tanpa berkelanjutan.

Bahkan pajak dan tabarru'at dalam Islam memiliki nilai ibadah tersendiri, karena didalamnya terdapat unsur syariat yaitu hukum asal menyantuni orang miskin, membayar upah atas manfaat yang diberikan dan lain-lain adalah kewajiban umat Islam, negara hanya mewakili kewajiban dari rakyatnya. Sedangkan pajak pada nonmuslim adalah jizyah sebagai tanda ketundukan dan keridhaan atas  kehidupannya yang telah diatur oleh Islam.

Dengan demikian rakyat tidak dibebani urusan negara, karena negara adalah bagian dari khalifatullah yang bertugas mewakili Allah sebagai Arrazzaq yang mengatur dan membagi-bagikan secara adil rizki yang telah Allah berikan kepada bumi untuk manusia yang tinggal di dalamnya.

Islam tidak memandang diskriminasi, baik laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin, muslim atau nonmuslim, mereka berhak mendapatkan kesejahteraan dan keadilan Islam.

Alhasil, tujuan Allah menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadahnya kepadanya telah sempurna, karena manusia tidak lagi hidup mengejar dunia, hatinya mulai tenang, ibadahnya khusyuk, ia rida terhadap Tuhannya dan Tuhannya pun rida kepadanya.
Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama