Oleh : Rita Rosita

Tanpa terasa waktu terus berlalu  tahun  menuju pemilihan kepala daerah dan presidan sudah mulai di persiapkan. Di negeri  yang menganut  sistem demokrasi dengan pemilihan langsung  acara pemilihan yang akan digelar memerlukan  biaya  yang tinggi dan di tanggung APBN. Ketua komisi II DPR Ahmad Solo Kurnia memperkirakan biaya pemilu serentak 2024 bisa mencapai Rp 150 Triliun. Ini belum termasuk modal politik di setiap calonnya.
Porsi paling besar dari biaya politik adalah kampanye. Berdasarkan riset KPK 2015, seorang calon bupati/ walikota membutuhkan Rp 20- 30 Miliar, dan calon gubernur membutuhkan Rp 20 - 100 Miliar untuk pencalonnya. Namun angka tersebut tidak tercatat secara formal oleh KPU atau KPK. (News.kompas.com, /2021/09/02)

Besarnya uang yang beredar di sepanjang pelaksanaan pemilihan bagaikan aktivitas industri uang mengakumulasi modal. Tak aneh lagi jika pemilu di sistem  demokrasi, di Indonesia menjadi seperti industri politik. Sayangnya besarnya biaya politik ini tak sebanding dengan hasil yang diraih, yakni terpilihnya pemimpin yang berkualitas. Bahkan kepala daerah hasil pilkada banyak yang terjerat kasus korupsi.

Dari banyaknya kasus korupsi, ini menandakan para calon tidak memiliki akar kepemimpinan kuat di masyarakat, demikian juga parpol yang tidak memiliki kedekatan ideologis dengan masyarakat, dan cenderung sekedar menjadi perantara bagi segelintir individu. Hal ini menyebabkan Kampanye harus digencarkan dan berbiaya mahal. Banyaknya uang yang dikeluarkan akhirnya mendorong para calon untuk balik modal, sehingga mencari banyak sumber pendanaan termasuk korupsi.
 
Dalam pandangan Islam, dapat kita lihat bahwa Islam adalah aturan yang sempurna sekaligus mudah dalam penerapannya. Hal ini nampak pada mekanisme memunculkan seorang pemimpin, pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam disebut khalifah, khalifah  lahir dari kekuasaan yang berasal dari umat.  Yang dipilih  umat untuk memimpin umat dengan syariat Islam.  Masa jabatannya tetap berlaku selama pemimpin tersebut menerapkan Islam dan akan berakhir jabatannya jika pemimpin  melakukan penyalahgunaan aturan atau menerapkan aturan di luar Islam. 

Metode mengangkat pemimpin yaitu dengan bai'at, yaitu janji setia pemimpin untuk melaksanakan kitabullah (Al Qur'an) dan Sunnah Rasulullah Saw, serta bagi rakyat dituntut ketaatan dalam kondisi senang dan susah, sempit dan lapang. Melalui bai'at kekuasaan yang berasal dari umat akan dipindahkan ke tangan seorang calon khalifah. Calon yang akan di bai'at adalah mereka yang telah lolos seleksi calon dan pemilihan seleksi calon khalifah mensyaratkan in'iqab, yakni muslim, laki-laki, baligh, orang berakal, adil, orang yang merdeka dan orang yang mampu.

Syarat in'iqab adalah jaminan kualitas, integritas, dan kapasitas kepemimpinan. Siapa pun dan berapa pun calon, bukan faktor yang dipersoalkan dalam pencalonan. Satu-satunya Faktor yang menggagalkan proses pencalonan adalah terpenuhi tidaknya syarat-syarat in'iqab. 

Metode pemilihan dan pengangkatan Khalifah dilangsungkan melalui tiga tahapan, yakni pembatasan calon, proses pemilihan, dan pembai'atan. Dengan demikian Islam telah memberikan metode pemilihan dan pengangkatan pemimpin, yang mudah dan tidak mahal, serta mengantar kan pada tujuan kepemimpinan, yakni penerapan Islam kafah dalam kehidupan.(struktur negara khilafah, pemerintahan dan admistrasi 2006) 
 
Adapun  untuk mengangkat kepala daerah, para wali. Maka khalifah akan mengangkat secara langsung  orang-orang yang benar-benar memiliki kompetensi untuk menduduki jabatan-jabatan penting. Tidak boleh jabatan tersebut diberikan kepada orang-orang awam atau orang bodoh untuk memilih kerabatnya atau orang segolongannya atau memilih siapa yang membayarnya lebih besar.

Syekh Shaleh bin Fauzan Al-Fauzan hafizahullah berkata,
“Jabatan selain kepemimpinan tertinggi, penetapannya berada di tangan pemimpin. Yaitu hendaknya dia memilih orang-orang yang kompeten dan amanah dan membantu mereka.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS. An-Nisaa: 58)

Pesan dalam ayat ini ditujukan kepada para pemimpin. Yang dimaksud amanah (dalam ayat di atas) adalah jabatan dalam sebuah negara yang Allah jadikan sebagai amanah di tangan para pemimpin. Menunaikannya adalah dengan memilih orang-orang yang kompeten dan terpercaya, sebagaimana para nabi dan para pemimpin sesudahnya memilih orang-orang yang layak untuk menduduki sebuah jabatan agar dapat ditunaikan dengan semestinya.

Adapun pemilihan yang dikenal sekarang di beberapa negara bukanlah sistem Islam,  di dalamnya mengandung kekacauan, interest pribadi, konflik kepentingan, serakah, terjadinya fitnah, tertumpahnya darah sementara tujuannya tidak tercapai, bahkan justru akan menjadi sarana tawar menawar, jual beli dan slogan-slogan dusta.” Dan juga boros  anggaran karena harus diadakan setiap 5 tahun. Maka sudah saatnya umat kembali kepada pangkuan islam yang akan menjadikan rahmat bagi semesta alam.
Wallahu a'lam bishshawwab. 

Post a Comment

أحدث أقدم