Oleh : Lilis Iyan Nuryanti, S.Pd
Komunitas Pena Islam


Belum lama ini, publik dihebohkan dengan kabar adanya seorang pria bernama Yana Supriatna (40), warga Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan, hilang misterius di kawasan Cadas Pangeran, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (16/11/2021) lalu.

Sejak Yana dilaporkan hilang oleh pihak keluarga pada Selasa (16/11/2021) malam, pihak kepolisian serius menanggapi laporan tersebut karena dikhawatirkan terjadi tindak kriminal yang dapat menyebabkan kematian terhadap korban.

Pencarian korban yang diketahui sebagai karyawan di salah satu kantor notaris di Kecamatan Jatinangor ini melibatkan lebih dari 200 personel gabungan. Personel terdiri dari Polres Sumedang, Kodim Sumedang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumedang, Basarnas Bandung, Brimob Polda Jabar, dan potensi SAR lainnya. Sampai pencarian sempat dihentikan karena cuaca hujan yang dapat membahayakan tim SAR gabungan. Hingga pada pencarian hari ketiga, melibatkan dua anjing pelacak K-9 dari Direktorat Samapta Polda Jabar. 

Yana akhirnya ditemukan polisi di wilayah Dawuan, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Majalengka, Jabar, dalam keadan sehat, Kamis (18/11/2021). Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata alasan Yana melakukan prank hilang di Cadas Pangeran karena tekanan masalah pekerjaan dan keluarga.

Bahkan, polisi menyebut Yana sudah menyusun skenario kebohongan tersebut untuk lari dari permasalahan pribadinya itu. Atas perbuatannya, polisi pun menetapkannya sebagai tersangka karena telah menyebarkan kabar bohong. Hingga membuat heboh se-Indonesia.

Dari hasil penyelidikan, Yana secara sadar dan mengakui bahwa ia membuat skenario seolah menjadi korban kejahatan hingga akhirnya melarikan diri. (Kompas.com, 23/11/2021)

Selain kasus Yana, masih banyak kejadian-kejadian prank yang dilakukan oleh beberapa kalangan. Prank merupakan perbuatan senda gurau, kelakar, lelucon, atau menipu orang lain. Sebab telah menjadi kebiasaan baru, hal yang dianggap lazim jika anak nge-prank kedua orang tuanya, lalu tertawa karena dianggap lucu telah menipu orang tuanya. Begitu pula murid nge-prank gurunya dan kawula muda nge-prank sesamanya. 

Begitupun dengan fenomena video jahil atau ‘Prank’ di dunia maya telah menjadi magnet yang sangat menyedot perhatian masyarakat dalam beberapa tahun belakangan. Tidak heran, video-video prank yang diunggah ke laman media sosial seperti youtube dan instagram selalu menjadi viral dan bahkan ditonton hingga jutaan kali.

Video-video prank yang ditampilkan ada bermacam-macam genre. Namun yang paling menyedot perhatian biasanya genre video prank yang sifatnya menakut-nakuti atau membuat orang lain kaget.

Memang video-video prank tersebut sangat menghibur dan kerapkali mengocok perut para warganet yang menonton karena kelucuan dan kekocakannya. Namun, banyak dari video prank yang justru merugikan dan berdampak buruk bagi sang objek yang dijahilinya. Dan aktivitas ini begitu meresahkan bagi sebagian orang.

Bagaimana peran hukum dalam sistem sekuler terhadap pelaku 'prank' ini?

Perilaku prank saat ini tidak lepas dari pengaruh liberalisme (kebebasan) yang melanda umat. Ide kebebasan ini berasaskan sekularisme, yaitu paham yang menafikan peran agama dalam kehidupan. Manusia merasa bebas menentukan perilakunya tanpa campur tangan aturan Sang Mahakuasa. 

Kedua pemahaman tadilah yang mempengaruhi umat, termasuk kaum muslimin. Mereka tidak lagi menjadikan agama sebagai patokan. Mereka justru lebih suka mengambil ide kebebasan daripada seruan agama. Alhasil, kebiasaan prank tersebut semakin menjamur di masyarakat. 

Dalam sistem kapitalisme ini, fungsi perlindungan negara ini hampir tidak berjalan. Terkesan negara membiarkan prank ini terjadi, bahkan memfasilitasi. 

Lalu bolehkah seorang muslim melakukan prank terhadap orang lain?

Ada sebuah kisah menarik dari sahabat Rasulullah yang melakukan prank kepada sahabat lain. Dikisahkan Abdurrahman bin Abi Laila, bahwa beberapa sahabat melakukan perjalanan bersama Rasulullah di malam hari.

Lalu seorang sahabat tertidur pulas dalam perjalanan tersebut. Beberapa shahabat kemudian hendak bercanda dengan menggendong sahabat yang tertidur ke atas bukit.

Begitu tiba di atas bukit, sahabat yang tertidur pun dibangunkan. Kagetlah ia mendapati dirinya berada di atas bukit. Sontak, sahabat lain pun tertawa melihatnya. Mereka hanya melakukannya sebagai candaan dan sekedar main-main. Namun ketika Rasulullah melihatnya, beliau pun memperingatkan, “Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR Abu Dawud).

Rasulullah mengetahui betul bahwa tidak ada niatan untuk menyakiti dari para sahabat yang menjahili temannya tersebut. Meski hanya bersenda gurau, Rasulullah tetap memperingatkan mereka.

Meskipun hanya main-main, gurauan yang menakuti seorang muslim disebut Rasulullah sebagai perkara yang tidak halal atau dilarang.

Bersenda gurau dalam ajaran Islam bukan hal yang dilarang. Apalagi jika gurauan yang dilakukan membuat seseorang kembali segar dan bersemangat. Hanya saja, agama ini memberikan batasan-batasan dalam bersenda gurau. Bahkan Rasulullah SAW pun dikatakan dalam sebuah hadis, juga pernah bercanda atau bersenda gurau.

Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai, Rasulullah! Apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Betul, hanya saja aku selalu berkata benar. (HR. Abu Hurairah)

Berikut ini beberapa adab bersenda gurau:
1.Tidak boleh menakuti dan membahayakan orang lain

Islam mengajarkan untuk selalu melakukan perbuatan yang tidak merugikan apalagi membahayakan orang lain. Dikatakan dalam sebuah hadits:

عَنْ أَبِـيْ سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الْـخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّـى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

“Dari Abû Sa’îd Sa’d bin Mâlik bin Sinân al-Khudri Radhyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.”

Dalam hadits ini mengandung larangan terhadap segala hal yang bisa mengantarkan kepada bahaya, walaupun bahaya tersebut belum pasti terjadi baik hal itu dilakukan dengan serius maupun bercanda.

2. Tidak boleh menggunakan simbol agama

Bersenda gurau harus dibatasi dengan memperhatikan kontennya. Jangan sampai candaan mengandung pelecehan terhadap syiar, simbol, dan perkara lain terkait agama. Hal tersebut dapat membuat pelakunya terjatuh dalam kemunafikan bahkan kekufuran.  hal ini dijelaskan dalam kitab suci Al Qur'an:

لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَآئِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَآئِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُواْ مُجْرِمِينَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Mengapa kepada Allah,dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?.” (QS. At-Taubah: 65)

Patut bagi kita untuk berhati-hati jika berkata atau berbuat, jangan sampai karena ide mau membuat orang tertawa tapi justru membuat orang lain marah, takut dan merasa tertipu. 

Bersenda gurau diperbolehkan, tetapi jangan sampai merusak hubungan pertemanan atau persaudaraan. Berkata ahsan, jujur dan berbuat menyenangkan hati orang lain dengan memberi hadiah itu jauh lebih diutamakan dari pada melakukan prank pada orang lain. 

Semoga kita menjadi pribadi muslim yang bisa menyenangkan saudaranya dengan cara yang dibenarkan dalam Islam. Sesungguhnya, senda gurau atau bercanda juga dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt. Tidak ada satu pun perbuatan yang luput dari hisab Allah.

Dalam pemerintahan Islam prank tersebut pastinya akan dicegah karena perbuatan tersebut melanggar syariat Islam. Sehingga masyarakat tidak akan berani melakukan perbuatan tersebut. Hanya dalam Islam Kaffah, kedamaian dan ketentraman masyarakat akan terwujud. 
Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

أحدث أقدم