Oleh. Lilis Suryani


Kebutuhan energi adalah hal yang vital, dimana menyangkut hajat hidup orang banyak. Salah satunya yang sangat dibutuhkan
adalah energi listrik, karena setiap rumah tangga untuk menjalankan aktivitasnya memakai listrik.
Listrik dibangkitkan oleh batu bara ataupun gas alam. Saat mati listrik pun kita telah menyediakan diesel yang memakai bahan bakar bensin. Artinya aktivitas kita sangat bergantung pada energi (batu bara, gas alam, dan minyak bumi).

Krisis listrik tersebut disebabkan tingginya permintaan, seiring dengan pemulihan ekonomi. Namun tak diikuti dengan ketersediaan pasokan yang memadai. Ada pun gas alam dan batu bara yang menjadi bagian dari sumber pembangkit listrik. Kelangkaan energi tersebut menyebabkan harga komoditas ini ikut melonjak. Selanjutnya kenaikan harga tersebut meroket, akibat meningkatnya permintaan pasca pandemi. Faktor lainnya adalah cuaca ekstrim dan musim dingin, menghambat kemampuan produksinya. Seperti yang terjadi di Eropa (Inggris), dan di Asia (China). "Lonjakan harga ini menjadi krisis yang tidak terduga, di tengah gentingnya keadaan", ujar Kepala Energi Uni Eropa, Kadri Simson. (CNN, 11/10/2021)

Bagaimana dengan Indonesia?
PT. PLN (Persero) memastikan pasokan listrik andal dan mencukupi di tengah kembalinya aktivitas masyarakat. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto mengatakan dalam hal ketahanan energi nasional, terdapat empat aspek yang perlu diperhatikan. Yaitu ketersediaan energi, keterjangkauan harga energi, kemampuan akses terhadap energi, dan energi yang ramah.

Dalam hal ini terdapat 5 tingkat kondisi energi dari penilaian aspek tersebut. Yakni, sangat rentan dengan skala nilai 0-1,99; rentan dengan skala nilai 2-3,99; kurang tahan dengan skala nilai 4-5,99; tahan 6-7,99; dan sangat tahan 8-10. "Indeks ketahanan energi kita (Indonesia) ada di angka 6,57 di kategori tahan," katanya dalam webinar 'Krisis Energi Mulai Melanda Dunia, Bagaimana strategi RI?', Minggu (10/10/2021).

Indonesia masih aman dari krisis energi. Hal ini dikarenakan sumber daya alam (SDA) yang melimpah di negeri kita. Bahkan pemerintah berharap, bahwa kondisi ini dapat menjadi peluang meningkatkan keuntungan dari mahalnya bahan baku energi. (Okezone.com, 24/10/2021).

Krisis energi yang saat ini terjadi karena sistem kapitalis. Dimana para kapitalis (negara adidaya), mengeksploitasi dan mengekplorasi kekayaan alam sebesar-besarnya. Hal ini semata-mata untuk keuntungan para kapitalis. Mereka tidak memikirkan dampaknya pada lingkungan (tercemar), dan menipisnya persediaan bahan baku energi.

Begitu pun di Indonesia jika kekayaan alam dikuasai para kapitalis baik dalam pengelolaan dan keuntungannya. Maka tidak ada bedanya dengan krisis energi, yang terjadi pada negara Adidaya saat ini.

Lantas langkah-langkah apa yang semestinya dilakukan? Hal pertama untuk mengantisipasi supaya para kapitalis tidak menguasai kekayaan alam di Indonesia, ialah negara menguasai pengelolaan energi di Indonesia. Negara mengupayakan pembangkit listrik dengan batu bara harus ramah lingkungan. Kemudian produksi energi, serta keuntungan yang akan dihasilkan nantinya akan dikembalikan kepada rakyat. Intinya negara harus mampu mandiri tidak bergantung pada para kapitalis atau negara adidaya.

Supaya hal tersebut dapat tercapai dengan sempurna, harus dengan sistem Islam yang sempurna. Dipimpin dengan penguasa yang amanah. Sistem yang dimaksud adalah khilafah, yang mampu mengatasinya. Kemudian khalifah yang amanah yang mampu mengemban tugas-tugas ini. Dengan pengelolaan yang tepat yaitu dengan syariat Islam, akan mendatangkan keberkahan bagi umat, karena itulah janji Allah SWT.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama