Oleh Ukhti Fia
Aktivis Muslimah Sukabumi


Permasalahan muslim Uighur bukan lagi hal yang asing bagi kita. Penyiksaan yang merupakan pelanggaran HAM yang dilakukan pada kaum minoritas (Uighur) oleh Cina. Warga Uighur secara paksa borgol dan disiksa dengan cara yang sangat tidak manusiawi oleh aparat kepolisian Cina. Bahkan merekapun tidak diberi makan dan minum. Cina melakukan ini semua kepada muslim Uighur dilandasi dengan alasan ancaman terorisme dan separatis. (cnnindonesia.com, 5/10/21)

Akibat kasus ini, sebanyak 43 negara anggota PBB menyampaikan penyataan bersama yang berisi kecaman tentang perlakuan Cina terhadap kelompok minoritas di Xinjiang, termasuk komunitas muslim Uighur. Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Belanda, Turki hingga Prancis masuk kedalam daftar tersebut. Sebagai tanggapan, 62 negara lain tak terima dan mereka mengutarakan bahwa Xinjiang itu urusan dalam negeri Cina. (Sindonews.com, 23/10/21)

Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun, Indonesia tidak masuk pada daftar 43 negara yang mengecam Cina terhadap isu Xinjiang muslim Uighur, juga tidak terdapat pada 62 negara yang pro-China. Juru Bicara Kementrian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan walaupun tidak ada dalam daftar negara tersebut, Indonesia memilih jalan lain. (Merdeka.com, 24/10/21)

Ironisnya, Indonesia justru tidak melakukan pembelaan untuk saudaranya seakidah, negara ini  lebih memilih untuk menjaga hubungan mitra dagang dengan Cina. Bahkan semenjak awal terjadinya kasus Uighur, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa mereka menolak pelanggaran HAM, tapi tidak ingin ikut campur dalam urusan dalam negeri negara lain. 

Jelas tindakan yang dari awal diambil oleh Indonesia merupakan tindakan yang diharamkan oleh syariat, yaitu diam ketika saudara muslimnya mengalami kesulitan.
Berdasarkan fakta yang ada di atas, kita dapat menilai bahwa pemerintahan tidak serius dalam membela pembebasan muslim Uighur dari penyiksaan yang dilakukan oleh pemerintah Cina. Jangankan mengambil tindakan lain yang lebih nyata untuk menolong, dalam daftar negara yang mengecam perlakuan Cina saja nama Indonesia tidak ada. Seharusnya kita merasa marah dan malu, sebagai negara yang mayoritas muslim kita seharusnya memiliki semangat dan power yang besar untuk menolong mereka. Seorang muslim wajib memiliki perhatian kepada kaum muslim lain. Didalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, "perumpamaan orang-orang beriman itu bagaikan satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut merasakan sakitnya. 

Hadis tersebut mengajarkan dua hal.
Sikap yang dilakukan oleh negara adalah salah satu buah dari sistem kapitalis-sekularisme. Negara lebih memilih untuk diam dan melindungi negara agar hubungan ekonomi(dagang) yang telah dibangun tidak terputus karena masalah umat. Dengan teganya mengorbankan umat demi kepentingan lain. Pemerintah Indonesia seharusnya bisa lantang membela muslim Uighur, membuktikan bahwa negeri mayoritas muslim memiliki semangat Islam yang membara. Berani untuk mengambil tindakan sesuai dengan tuntunan syara yaitu dengan melepaskan hubungan dagang dengan Cina dan mengirimkan kekuatan muslim untuk menolong muslim Uighur yang telah terjajah di tanah miliknya sendiri. 

Saat ini rasanya sulit bagi Indonesia untuk melakukan pembelaan karena negeri mayoritas penduduknya beragama Islam menerapkan sistem demokrasi sekularisme. Akibat penerapan sistem ini tersekat oleh nasionalisme. Adanya sekat nasionalisme dan berlindung di balik kata HAM menjadikan negeri tidak memiliki taring untuk melindungi saudaranya.

Oleh karena itu, akan dengan mudah dilakukan apabila negeri ini menerapkan syariat Islam secara menyeluruh di bawah naungan Daulah Islam.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama