Oleh : Millah Al-Munawwaroh 


     Serikat buruh kembali menuntut kenaikan upah minimum di 2022. Namun demikian, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengatakan, kondisi upah minimum di Indonesia saat ini terlalu tinggi. Tingginya upah minimum ini menyebabkan pengusaha sulit menjangkaunya. Hal ini diukur dengan suatu metode yang disebut Kaitz Indeks ( membandingkan besaran upah minimum yang berlaku dengan median upahnya). Ida melanjutkan, besaran upah minimum saat ini hampir di seluruh wilayah sudah melebihi median upah. Bahkan Indonesia menjadi satu-satunya negara dengan Kaitz Index lebih besar dari 1, di mana idealnya berada pada kisaran 0,4 sampai dengan 0,6.
 
 Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mempertanyakan pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah terkait upah minimum buruh Indonesia terlalu tinggi. Dia mengecam Menaker Ida Faiziyah yang menurutnya berbicara tidak berdasarkan data. Faktanya, upah buruh Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Vietnam. "UMP Indonesia di bawah Vietnam, Singapura dan Malaysia. Sedikit lebih tinggi dibanding Kamboja, Myanmar, Laos dan Bangladesh," kata Said dalam konferensi pers daring, Jakarta, Senin (22/11/2021),, Tribunnews.com . Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Dita Indah Sari menyatakan, kondisi saat ini Upah Minimum (UM) di Indonesia terlalu tinggi jika dikomparasi atau dibandingkan dengan nilai produktivitas tenaga kerja. Menurutnya, nilai efektivitas tenaga kerja Indonesia berada di urutan ke-13 Asia. "Baik jam kerjanya, maupun tenaga kerjanya, ini umum secara nasional. Komparasinya ketinggian itu dengan produktivitas," kata Dita Indah Sari lewat keterangannya, Jumat (19/11/2021).

 Namun jika kita Bandingkan dengan negri ini sendiri terkait gaji anggota dewan yang fantastis. Berdasarkan paparan KD, penyanyi kondang yang juga anggota DPR, ia mendapatkan gaji pokok Rp16 juta, tunjangan Rp59 juta per bulan, dana aspirasi Rp450 juta sebanyak 5 kali per tahun, plus dana kunjungan dapil Rp120 juta sebanyak 8 kali per tahun. Apa lagi jika kita berbicara pendapatan orang-orang kaya di tanah air dan keuntungan besar yang digondol para pengusaha, semua itu nyata mengusik rasa keadilan rakyat jelata. Sehingga membuat rakyat sontak protes tidak setuju jika dikatakan upah buruh di Indonesia terlalu tinggi. Selain realitasnya tidak tampak, sepertinya rakyat pun sudah makin jengah dengan pernyataan-pernyataan pejabat yang sering kali terkesan asal ucap saja, bahkan kerap berbohong dengan mempermainkan data dan perhitungan ekonomi yang rumit. 

  Inilah aturan main sistem ekonomi kapitalisme yang lemah dan cacat. Sistem ini memosisikan pekerja sejajar dengan faktor produksi lainnya. Buruh tidak dipandang sebagai manusia yang membutuhkan kesejahteraan dalam hidupnya. Para konglomerat itu memperlakukan buruh seperti budak yang tidak memiliki hak hidup layak. Inilah era perbudakan pada abad modern, lebih sadis dan biadab. Upah dalam sistem ini merupakan variable cost yang paling mudah ditekan. Akhirnya, para pengusaha membuat formulasi yang tepat untuk merumuskan besaran upah. Hal ini karena jika upah terlalu kecil pun akan menghambat produktivitas, maka pengusaha membutuhkan penguasa yang siap memberlakukan aturan yang korporasi kehendaki.

  Berbeda dengan Islam, dalam pandangan sistem ekonomi Islam, perhitungan upah harus berdasarkan manfaat yang pekerja berikan kepada yang mempekerjakannya. Penentuan upah tidak akan berkaitan dengan tinggi rendahnya nilai barang atau laku tidaknya penjualan dari barang tersebut. Meskipun produknya tidak laku atau produk barangnya bernilai rendah, ketika seorang pekerja sudah memberikan manfaatnya pada majikan, majikan itu wajib membayar upah pekerja tersebut. Jika tidak, majikan tersebut akan menjadi musuh Allah Swt. di akhirat. Dari sini saja akan lahir para majikan yang sangat memperhatikan hak pekerjanya. Islam mengatur bahwa upah harus sepadan dengan manfaat yang pekerja berikan. Hal ini menjadikan posisi pekerja dan majikan setara. 

 Berbeda dengan sistem kapitalisme yang menjadikan para pekerja hanya sebatas faktor produksi sehingga mereka tidak setara. Jika tidak setara, inilah yang memicu ketakadilan. Selain itu, dalam Islam, bukan hanya pekerja yang untung, para majikan pun akan mendulang manfaat dari produktivitas para pekerjanya karena upahnya sepadan dengan usaha yang dia lakukan. Sehingga akan lahirlah pekerja dengan etos kerja yang tinggi dan majikan yang sangat memperhatikan hak pekerjanya, dan ini hanya akan terwujud dalam kehidupan yang menetapkan sistem Islam. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama