Oleh  Leihana
 Ibu Pemerhati Umat 


"Garuda Terancam Punah" 

Tentu saja yang dimaksud pernyataan ini bukanlah burung garuda berupa hewan, tetapi  sebutan untuk simbol negara dan memang  kenyataannya tidak ada burung jenis garuda. Karena garuda hanya dijadikan simbol negara yang diambil dari sosok mitos meski secara fisik penggambaran burung garuda mirip dengan burung elang Jawa. Punah yang dimaksud adalah Garuda maskapai penerbangan nasional  yang terancam bangkrut. Hal ini disebabkan carut marutnya pengelolaan dalam internal perusahaan BUMN garuda sendiri. 
Hal itu diakui oleh mantan komisaris PT. Garuda Peter Gonta bahwa tidak ada transparansi dalam pengelolaan perusahaan terhadap pemilik saham, padahal PT. Garuda adalah perusahaan terbuka (go public). Selain itu Peter menuding adanya kongkalikong empat perusahaan asing dalam pengelolaan perusahaan garuda ini. Sehingga hal itu mendorong dirinya melapor ke Kementerian HUMKAM dan ketua KPK, tetapi jawaban yang didapat dari pemerintah pusat adalah komisaris jangan ikut campur. 
(sindonews.com, 31/10)

Nasib perusahaan garuda sudah di ujung tanduk, karena urusan negosiasi utang Pt. Garuda Indonesia sebesar 70 triliun rupiah masih menggantung, sehingga nasib perusahaan garuda ini masih pro kontra   antar karyawan, publik dan manajemen.(metrotvnews.com, 30/10) 

Krisis Garuda Indonesia akibat utang menumpuk menunjukkan salah kelola industri vital negara. 
Berbagai skenario baik restrukturisasi utang atau mempailitkan-dan menggantikan dengan maskapai lain sebagai flag carrier (maskapai resmi negara) tidak menjadi solusi selama belum ada perubahan paradigma pengelolaan. Karena PT. Garuda ditetapkan sebagai perusahaan milik negara maka perusahaan ini termasuk industri vital yang perlu dikelola dan dipertahankan oleh negara untuk kepentingan rakyat. 

Islam menetapkan industri vital ini adalah milik umum sedangkan moda transportasi dan asetnya adalah milik negara yang harus dikelola sebagai milik rakyat, bukan ditangani dengan pengelolaan swasta yang bertumpu pada komersialisasi.

Bukti terpuruknya  industri vital seperti PT. Garuda disebabkan menumpuknya utang menunjukkan pengelolaan yang salah didalamnya. Karena sejak awal perusahaan ini dijadikan ladang bisnis semata dan bagi rakyat sendiri tidak menikmati manfaatnya. Ketika ingin kemudahan transportasi udara dari maskapai garuda rakyat justru harus merogoh kocek lebih dalam karena lebih mahal  tarif garuda. Sehingga tidak heran publik beraksi antipati jika garuda harus gulung tikar, tidak ada pembelaan dari rakyat secara langsung karena rakyat tidak merasakan langsung manfaatnya. Tarif garuda yang selangit hanya jadi simbol kebanggaan semata tidak memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat.

Hal ini  berbanding terbalik dengan sistem Islam, jika dalam sistem kapitalisme selalu mendudukkan industri vital sebagai ladang bisnis semata. Dalam sistem Islam justru sumber daya alam dan industri vital diberi perhatian besar oleh negara, agar pengelolaannya terlepas dari campur tangan asing dan swasta. Pengelolaannya menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya. Di mana  negara memiliki amanah  untuk mendistribusikannya untuk kepentingan rakyat. 

Seperti pada masa pemerintahan nabi Muhammad saw. di Madinah, beliau memerhatikan industri vital yaitu industri pangan dari hasil pertanian agar bisa swasembada. para sahabat disarankan membuat kismis dari anggur ketika musim panen anggur, dan membuat keju dari hasil perahan susu sapi. Begitu pun terhadap industri persenjataan perang Nabi Muhammad saw. selaku kepala negara mengutus Salman Al-Farisi untuk mempelajari pembuatan persenjataan dari negeri Persia. Masih banyak lagi contoh pengelolaan industri vital dalam sistem Islam yang menggambarkan pengelolaan berbasis kemaslahatan rakyat. Untuk memberi solusi menyeluruh pada terpuruknya industri vital di negeri ini maka perlu penerapan syariat Islam secara kaffah di bawah naungan institusi Khilafah. Wallahu'alam bishshawwab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama