Oleh Leihana 
Ibu Pemerhati Umat


Seperti ingin memeras air mata rakyat hingga kering,  belum habis air mata rakyat karena kenaikan harga bahan-bahan pokok, rencana penghapusan premium, kenaikan gas LPG, pemerintah kini dengan seperangkat aturannya membuat defisit batu bara dalam negeri yang pada akhirnya mengancam krisis listrik dalam negeri. 

Cukup beralasan jika mengalamatkan tuduhan defisit batu bara ini disebabkan oleh aturan pemerintah. Sebab diketahui dari Andri Praseto Peneliti Trend Asia bahwa keputusan pemerintah menarik rem darurat dalam menghentikan ekspor batu bara untuk menjaga stok domestik menunjukkan bahwa stok batu bara dalam negeri benar-benar dalam kondisi tidak aman atau krisis. Artinya aturan sebelum diberlakukan larangan ekspor, pemerintah membolehkan ekspor batu bara kendati mengetahui stok batu bara sudah mulai menipis. Memang kebolehan ekspor batu bara ini diiringi dengan kewajiban perusahaan memenuhi DMO (Domestics Market  Obligation) dalam persentase yang cukup kecil meski DMO ini kecil,  perusahaan batu bara banyak yang melanggar syarat DMO ini, dengan terus melakukan ekspor tanpa memenuhi dan mempriotitaskan  kebutuhan domestik sebab harga batu bara dunia lebih tinggi dan inilah penyebab terjadinya krisis batu bara. (suara.com, 5/1/2022).

Diperjelas oleh Lembaga riset Institute for Essential Services Reform (IESR) yangmengungkapkan faktor fundamental krisis batu bara yang terjadi di PLN. Menurut Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa ketidakefektifan kewajiban pasokan atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari produsen menjadi sebab utamanya.(okezone.com,4/1/2022).

Adapun upaya yang tengah dilakukan pemerintah untuk mengatasi defisit batu bara yang mengancam krisis listrik ini adalah seperti yang dilakukan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir. Yakni melalui transformasi PLN, mulai dari restrukturisasi direksi, membuat subholding Power Plant atau pembangkit dan mendorong keberlanjutan transisi energi baru terbarukan (EBT) yang sejalan dengan komitmen zero emission 2060. Padahal  Faktor yang mendasarnya bukan menipisnya eksplorasi batu bara, tetapi karena pengelolaan oleh swasta yang memberi peluang mengekspor karena disparitas harga. 

Sudah dapat dipastikan perombakan manajemen PLN dan peta jalan menuju energi bukan solusi, Apakah rakyat akan dibiarkan sengsara karena kekurangan pasokan listrik sementara menunggu energi terbarukan yang proses menuju kebutuhan  energi domestik masih harus menempuh jalan panjang yang lama? 

Salah kelola  masalah utama negara dengan segudang sumber daya alam harus mengalami ancaman krisis listrik. Kemudian bagaimana pengelolaan yang benar dalam mengelola sumber daya alam agar dapat mencukupi dan menyejahterakan rakyat? Islam memiliki jawabannya. Dikarenakan dalam sistem Islam terdapat aturan yang mengatur sumber daya alam seperti air, padang rumput, dan api adalah milik umat yang umat berserikat di dalamnya, yakni dikelola oleh negara sebagai wakil umat yang berserikat.

Sedangkan dalam Islam negara diharuskan mendistribusikan kekayaan umat untuk kepentingan umat semata, sehingga sudah dipastikan negara akan mengutamakan kebutuhan umat, jika tersisa kuota untuk ekspor baru diperbolehkan. Berbeda dalam sistem kapitalisme, demi mencari keuntungan korporasi yang lebih besar, kuota penjualan domestik jauh lebih sedikit sehingga rakyat benar-benar bak ayam mati di lumbung padi.

Sistem Islam yang sempurna mengatur masalah ekonomi dan politik, bukan hanya ibadah mahdah semata seperti salat dan zakat saja. Untuk dapat menerapkan sistem Islam dalam bidang ekonomi dan politik ini,  syariat Islam harus diperjuangkan agar tegak dalam naungan negara Islam yaitu khilafah. 
Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

أحدث أقدم