Oleh. Suaibatul Islamiyah Muslimah Perubah Peradaban


Di tengah hiruk pikuknya kondisi negeri yang kian memburuk mulai dari kemiskinan, utang menggunung, korupsi menggurita, perpindahan ibu kota negara kala pandemi, harga kebutuhan hidup masyarakat yang melonjak tajam seperti gas serta minyak goreng, dan masih banyak lagi setumpuk pekerjaan rumah yang seharusnya menjadi prioritas negara.

Tetapi faktanya negara abai akan masalah yang dihadapi rakyatnya, malah memilih melayani kepentingan para oligarki. Sibuk dengan proyek besar IKN (Ibu Kota Nusantara) yang sejatinya merupakan jebakan penjajah untuk menguasai negeri.

Tak tanggung-tanggung selama kebijakan zalim beraksi, ada saja bahan untuk menutupi serta mengalihkan perhatian masyarakat dari semua itu yakni penggantian label halal baru secara nasional yang diumumkan Menteri Agama. Setiap kali muncul ucapannya selalu kontroversial sehingga membuat masyarakat resah. Walaupun nampak cukup viral di dunia maya saja, kasus ini bisa menutupi kebijakan yang ada seperti proyek Wadas Purworejo hingga pemindahan ibu kota baru. Bahkan bukan sebatas mengalihkan perhatian namun di balik semua itu pasti ada unsur kepentingan.

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan label halal baru yang diterbitkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) berlaku secara nasional. Dengan ini, secara bertahap label halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak berlaku lagi.

"Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menetapkan label halal yang berlaku secara nasional. Penetapan label halal tersebut dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal," kata Menag Yaqut melalui akun Instagramnya, Minggu (13/3/2022).

"Di waktu-waktu yang akan datang, secara bertahap label halal yang diterbitkan oleh MUI dinyatakan tidak berlaku lagi. Sertifikasi halal, sebagaimana ketentuan Undang-undang, diselenggarakan oleh Pemerintah, bukan lagi Ormas," lanjutnya.

Alasan berlakunya aturan ini memiliki tujuan yakni perpindahan otoritas lembaga yang mengeluarkan sertifikasi halal dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Perubahan desain ini menjadi bagian dari beralihnya wewenang sertifikasi halal ke BPJPH.

Biaya dan Program BPJPH

Perlu dipahami Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama memangkas biaya sertifikasi halal reguler, khususnya bagi usaha mikro dan kecil atau UMK, dari semula Rp3 juta hingga Rp4 juta menjadi Rp650.000.

"Tarif baru ini jauh lebih murah," ujar Kepala BPJPH Aqil Irham, dikutip dari Antara, Senin (17/1/2022).

Aqil mengatakan beberapa ketentuan tarif sertifikasi halal diantaranya adalah untuk UMK berlaku tarif Rp0 melalui mekanisme self declare atau deklarasi halal secara mandiri.

Sementara itu, biaya sertifikasi halal reguler untuk UMK dipatok Rp650.000. Dengan rincian, Rp300.000 untuk pendaftaran dan penetapan kehalalan produk dan Rp350.000 untuk pemeriksaan kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

Menurutnya, penurunan biaya itu bagian dari komitmen afirmasi yang dilakukan pemerintah untuk pelaku UMK dengan tujuan untuk stimulasi, khususnya pada masa pandemi Covid-19.

"Dengan begitu target 10 juta sertifikasi halal dapat kita capai," ujarnya.

Sebelumnya, BPJPH memiliki empat program akselerasi yang dilakukan sepanjang 2021 dalam upaya untuk percepatan implementasi program sertifikasi halal.

Pertama, fasilitasi sertifikasi halal pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Pada 2021 sebanyak 3.827 pelaku UMK telah merasakan program fasilitasi sertifikasi halal melalui skema pernyataan pelaku usaha (self declare).

Kedua, BPJPH menyiapkan 2.992 pendamping proses produk halal (PPH) bagi UMK. Pendampingan PPH dilakukan untuk memastikan bahwa proses produk yang dilakukan oleh pelaku usaha telah memenuhi standar kehalalan yang dipersyaratkan.

Ketiga, BPJPH membentuk tim akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Mereka bertugas melakukan penilaian kesesuaian, kompetensi, dan kelayakan LPH, dengan cakupan kegiatan; verifikasi/validasi, inspeksi produk dan/atau proses produksi halal, inspeksi rumah potong hewan/unggas atau unit potong hewan/unggas, dan/atau inspeksi, audit, dan pengujian laboratorium jika diperlukan terhadap kehalalan produk.

Keempat, digitalisasi dan perluasan integrasi sistem layanan sertifikasi halal. Menurut Aqil Irham, digitalisasi dan perluasan integrasi sistem layanan sertifikasi halal merupakan keniscayaan. Tanpa keduanya, BPJPH tidak dapat menjalankan layanannya secara optimal. (Bisnis.com, 17/1/2022).

Demokrasi Sekuler Kapitalis Akar Masalah

Inilah langkah awal cara kerja dari sistem demokrasi sekuler kapitalis, seperti racun berbalut madu. Mereka bisa menarik perhatian dengan cara mempromosikan  sertifikasi halal. Apalagi harga itu mudah dijangkau masyarakat. Namun, mengingat program BPJPH ini ada target artinya pemerintah akan mendapatkan pendapatan pemasukan lebih cepat dari yang sebelumnya.

Bayangkan saja, jika target 10 juta sertifikasi halal kemudian dikalikan Rp650.000, sudah berapa uang yang dikantongi oleh pemerintah? Dibanding harga sebelumnya meskipun biaya izin Rp4 juta namun tidak tertarget.

Selain itu, menjadi pertanyaannya besar, apakah sertifikasi halal tertarget akan benar-benar menjamin kehalalan serta kualitas produk? Pasalnya bukan lagi MUI yang sejatinya menjadi pemegang ahli pada bidang kehalalan ini. Bahkan nantinya akan membebankan masyarakat dan pengusaha dalam hal ini. Lalu kenapa pemerintah ngotot mengambil alih wewenang tersebut, akan dikemanakan MUI?

Inilah fakta dalam sistem demokrasi. Demokrasi merupakan alat kemudahan bagi para pemangku kekuasaan, no free lunch atau tidak ada makan siang yang gratis, meskipun biaya izin murah dan mudah didapat. Pilar kebebasan mengambil pendapat di atas kepentingan sudah menjadi tradisi kalangan para penguasa, sertifikasi murah dan bertarget hanya demi meraup keuntungan secara cepat.

Belum lagi sekulerisme yang memisahkan agama dari peran kehidupan menjadi landasannya. Dan apakah sistem ini akan menjamin kelayakan konsumsi produk halal masyarakat kelak? Apalagi mengingat Indonesia pasar bagi produk impor yang tak kalah berkualitas dan murah tetapi berisiko menimbulkan dampak buruk bagi konsumen.

Tidak ketinggalan watak kapitalisme yang melingkupi penguasa dan segala produk kebijakannya, profit oriented menjadi tonggak mereka demi meraup keuntungan selama duduk di tampuk kekuasaan. Mengingat rakyat menjadi tumbal penggerak ekonomi negara yang lagi surut, seperti kebijakan UMKM yang semakin digalakkan.

Dalam demokrasi, para wakil rakyat tidak akan pernah bisa duduk dalam satu jabatan eksekutif maupun legislatif kecuali mendapat dukungan dari partai politik yang dikuasai oleh para oligarki. Tujuannya tak lain adalah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat baik ekonomi, sosial, budaya, hukum hingga apa yang menjadi konsumsi masyarakat pun dirusak. Perlu diketahui demokrasi seperti bangunan roboh. Akan tetapi, karena kepandaian demokrasi berkamuflase atau barat mempromosikan dengan baik, orang-orang pun mau menyokong.

Kembali kepada Syariat Islam

Sebagai seorang muslim yang beriman seharusnya kita kembali kepada jati diri agama, taat dan patuh dengan sebenar- benarnya. Menjadikan Al-Qur'an dan Sunah sebagai petunjuk serta kembali kepada syariat Islam secara kafah yang sejatinya merupakan fitrah bagi umat, serta memiliki keberkahan hingga kesejahteraan yang tiada tara. Dan ini telah terbukti kegemilangannya selama 14 abad lamanya .

Selain itu sebagai umat Islam kita harus sadar betapa pentingnya meninggalkan demokrasi yang merusak ini. Bangunan demokrasi yang tak layak huni, bahkan fondasinya saja sudah rapuh. Terlebih jika melakukan pendekatan dengan nas bahwa dalam demokrasi, kedaulatan untuk membuat hukum ada pada rakyat. Sungguh sangat bertentangan (dengan nas) karena menyamakan Tuhan dengan manusia. Padahal, Allah SWT berfirman, ‘Innal hukmu illâ lillâh,’ otoritas membuat hukum adalah Allah Ta'ala.
WaAllahu a'lam bissawab.

Post a Comment

أحدث أقدم