Oleh. Wening Satriyati 
Muslimah Peduli Negeri


Kehalalan produk tidaklah sekedar tuntutan agama, tetapi juga mendatangkan manfaat bagi pelaku usaha, khususnya produk kuliner. Dibutuhkan kebijakan yang sejalan dengan aturan Islam mengenai konsep pangan halal -termasuk label halal- agar tak sekadar dipandang sebagai kebijakan ekonomi saja karena dapat mengaburkan substansi halal pada produk pangan itu sendiri.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama telah menetapkan logo label halal baru sebagai pengganti label halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Penetapan halal tersebut dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.

Pergantian label halal merupakan amanat dari PP Nomor 39 Tahun 2021 tentang Jaminan Produk Halal. Disebutkan bahwa yang berwenang mengeluarkan logo label halal adalah BPJPH. Hal tersebut juga sejalan dengan Menag Yaqut, bahwa yang berhak mengeluarkan sertifikasi halal adalah pemerintah, maka logo halal sebelumnya yang dikeluarkan oleh MUI secara bertahap akan tidak berlaku lagi. (kumparan.com, 12/3/2022).

Menuai Polemik

Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham mengatakan bahwa label halal Indonesia yang baru secara filosofi mengadaptasi nilai-nilai ke-Indonesia-an. Huruf Arab halal disusun dalam bentuk menyerupai gunungan pada wayang. Menggunakan warna keunguan dan menghilangkan tulisan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Akan tetapi seiring diluncurkannya perubahan label halal yang diperkenalkan oleh Kementerian Agama tak sepenuhnya mendapat respon positif dari publik. Masyarakat memprotes pilihan label halal yang baru. Mulai dari bentuk tulisan Arab halal yang dianggap kurang familier dan susah dibaca hingga bentuk gunungan yang dianggap identik dengan budaya Jawa, sedangkan Indonesia tak hanya Jawa. (seputartangsel.pikiran-rakyat.com, 13/3/2022).

Masyarakat juga menilai bahwa tujuan pemberlakuan label halal seharusnya benar-benar memberi jaminan halal bagi konsumen. Bukan hanya menjadi alat untuk menarik untung hingga justru menjadi beban para produsen dan pelaku UMKM yang akan menambah biaya produksi. Bahkan muncul kekhawatiran dari pelaku usaha terhadap BPJPH mengingat kredibilitas Kemenag saat ini, di mana MUI sendiri membutuhkan waktu puluhan tahun untuk memperoleh kepercayaan publik pada perkara ini.

Status Halal Mutlak Bagi Muslim

Umat Islam diperintahkan untuk makan makanan halal lagi tayib dan tidak berlebihan dalam mengkonsumsinya. Pun membutuhkan produk halal yang sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Sunah. Bukan sebatas label atau sertifikasi saja.

Sebuah produk mulai dari bahan baku, proses pengerjaan hingga menjadi produk pangan harus dipastikan kehalalannya. Dibutuhkan pengawasan yang ketat dari para ahli dan ulama sehingga produk pangan yang dikonsumsi benar-benar terjamin kehalalannya dan umat terjaga dari keharaman.

Menyerahkan sertifikasi halal pada kelompok, lembaga atau pelaku usaha yang dilegitimasi oleh pemerintah berpotensi terjebak kepentingan bisnis kapitalis. Persoalan halal haram tidak boleh dianggap remeh, menyerahkan suatu urusan bukan kepada ahlinya hanya akan mengantarkan pada kehancuran. 

Inilah salah satu urgensi adanya sistem Islam (Khilafah) yang menerapkan syariat secara kafah dalam segala aspek kehidupan. Termasuk akan menjamin tersedianya produk halal di seluruh penjuru negeri tanpa modus kepentingan bisnis kapitalis untuk menjaga umat dari keharaman, sehingga kehidupan akan penuh ketenteraman dan keberkahan. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama