Oleh. Suaibatul Islamiyah 
Aktivis Dakwah Muslimah


Kepolisian Resor Mukomuko resmi menetapkan 40 petani pelaku diduga mencuri buah kelapa sawit di lahan masyarakat yang garap merupakan masih dalam upaya penyelesaian konflik dengan PT Daria Dharma Pratama (DDP).

“Dari ke 40 tersangka kami sita barang bukti berupa 13 unit mobil carry, 4 unit motor, 14 egrek, 25 unit tojok, parang, 27 HP Android, serta 6 HP non Android.” Ungkap Kapolres Mukomuko, AKBP Witdiardi, Jum’at (13/05/22).

Menyikapi penangkapan dan penetapan sebagai tersangka oleh Kepolisian Resor Mukomuko kepada 40 orang anggota Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (PPPBS) Akar Law Office (ALO) menyebutkan aparat menyalahgunakan kekuasaan.

“Bahwa penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap anggota PPPBS merupakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan tindakan sewenang-wenang (arbitrary detention) kepada masyarakat, yang secara jelas melanggar dan bertentangan dengan UUD 1945, KUHAP, dan prinsip HAM.” ungkap Zelig Ilham Hamka, S.H, selaku Koordinator Reforma Agraria, Akar Foundation.

Zelig mengungkapkan alasannya karena saat ini pihaknya sedang diupayakan penyelesaian konflik agraria di perkebunan yang digarapan masyarakat di Kecamatan Malin Deman dalam status a quo; dalam penyelesaian konflik agraria melalui skema TORA (Tanah Objek Reforma Agraria).

“Fakta sengketa keperdataan kepemilikan hak (konflik agraria) yang terjadi di lahan a quo yang harus diselesaikan melalui jalur perdata sebagaimana prinsip prejudicial geschill dan diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956, diabaikan oleh aparat kepolisian saat melakukan proses penangkapan.” jelas Zelig.

Dalam hal ini, seharusnya masyarakat tidak ditangkap dan pihak kepolisian seharusnya mengambil posisi netral, begitupun dalam proses penangkapan yang dilakukan Brimob menggunakan seragam lengkap dan membawa laras panjang diduga kuat mengintimidasi masyarakat yang sedang melakukan aktivitas panen di lahannya.

“Proses penangkapan yang tidak manusiawi; yakni menelanjangi setengah badan, mengikat tangan masyarakat dengan tali plastik dan menyita HP milik masyarakat. Selain itu Penangkapan yang berlangsung juga diduga diwarnai dengan kekerasan,” kata Zelig. (infonegeri.id, 15/5/2022).

Beginilah fakta dalam sistem demokrasi kapitalis. Sistem yang memiliki pilar kebebasan atas hak kepemilikan, meskipun harta itu milik umum atau milik rakyat seperti halnya lahan sawit. Belum lagi cara dalam pengelolaannya tidak layak dan tidak adil. Bahkan lebih parahnya, ketika musim panen tiba para petani yang menggarap diduga mencuri hasil garapannya oleh sebab tanah yang digarap merupakan lahan konflik.

Walaupun aksi penangkapan ini melanggar UUD 1945, KUHAP, dan prinsip HAM. Namun dalam sistem demokrasi kapitalis hal ini tidak berlaku karena kebebasan akan diberikan bagi para pemilik modal besar atau para korporat, bahkan aparat lebih memihak pada korporasi yang menjadi lawan petani dalam kasus sengketa atau konflik agraria.

Solusi Sistem Islam

Padahal dalam sistem Islam, sangat jelas tanah yang tidak bisa digarap oleh kedua belah pihak atau tanah mati yakni merupakan tanah yang tidak ada pemiliknya ataupun tidak ada yang mengelola, maka negara harus mengambil dan menyerahkannya kepada pihak lain yang mampu menggarapnya. Apalagi jika tanah tersebut tidak dimanfaatkan selama tiga tahun berturut-turut maka hak kepemilikan orang atas tanah itu hilang. Yang itu merupakan syarat umum atas kepemilikan tanah dan berlaku untuk negara muslim maupun negara kufur.

Adapun kepemilikan tanah dalam syariat Islam adalah hak yang ditetapkan oleh Allah Swt. bagi manusia untuk memanfaatkan tanah, seperti jual beli, waris, hibah, menghidupkan tanah mati, memberikan batas pada tanah mati serta pemberian negara pada rakyat. (Al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mustla, hlm. 51).

Bagi masyarakat yang diamanahi tanah boleh menanaminya dengan alat benih, hewan dan para pekerjanya. Juga boleh mempekerjakan para pekerja atau sewa jasa untuk menanaminya. Apabila sudah berusaha dan tidak mampu membiayai maka negara akan membantu dan mengambilkannya dari dana kas negara atau Baitulmal.

Lalu dari mana sumber kas negara berasal? Yakni dari pengelolaan ketiga harta milik umum yang sudah disabdakan Rasulullah saw. bahwa, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Hadis tersebut menyatakan bahwa kaum muslim berserikat dalam air, padang rumput (hutan), dan api (tambang gas, minyak, batu bara, tembaga, timah, emas maupun perak). Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. Dan nantinya akan dikembalikan kepada umat maupun hajat publik umat dengan harga murah bahkan gratis. Seperti sekolah, kesehatan, fasilitas publik termasuk dalam pembiayaan pengelolaan lahan semua serba cuma-cuma tanpa dipungut biaya sepeser pun.

Hal ini akan terwujud apabila umat menyadari akan pentingnya kembali kepada syariat Islam secara menyeluruh baik segi individu, akhlak, sosial, ekonomi, politik, budaya, hingga bernegara. Semua harus berlandaskan pada hukum syarak yang merupakan aturan dari Allah Swt. dan itu mustahil terwujud jika umat masih betah bertengger dalam sistem demokrasi kapitalis, yang merupakan sistem buatan manusia yang lemah dan terbatas.

Sistem Islam tegak apabila ada institusi yang menaunginya yakni Khilafah, yang merupakan pelindung bagi umat muslim maupun nonmuslim dari ketidakadilan serta kezaliman. Dengan demikian, maka tidak ada lagi peluang konflik agraria bagi para kapitalis, korporat ataupun para mafia-mafia tanah yang melakukan penguasaan oleh sebab ketidakjelasan status kepemilikan lahan. Wallahu a'lam bissawab.

Post a Comment

أحدث أقدم