Oleh. Leihana
Ibu Pemerhati Umat


Rasulullah bersabda, "Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring." Seseorang berkata, "Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?" Beliau bersabda, "Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn." Seseorang bertanya, "Apakah wahn itu?" Beliau menjawab, "Cinta dunia dan takut mati." (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud)

Tampak sangat nyata gambaran hadis Nabi Muhammad saw. di atas bahwa di akhir zaman umat Islam akan seumpama buih di lautan yang jumlahya sangat banyak tetapi yang benar-benar berpegang pada ajaan Islam hanya sejumlah buihnya saja, lebih parah dari itu sejumlah buih itu pun dalam kondisi bulan-bulanan musuhnya yaitu orang-orang kafir yang tidak pernah rida dengan tegaknya syariat Islam.

Kondisi umat Islam digambarkan seperti makanan di atas piring yang tengah diserbu untuk disantap musuh-musuhnya. Seakan-akan buih di lautan yang kemudian akan dipunahkan dengan badai besar yang menerpanya agar yang tersisa adalah besarnya air laut tanpa buih yaitu banyaknya umat Islam tanpa eksistensi dan kemuliaan.

Kondisi ini juga tercermin di negeri muslim terbesar dunia yaitu Indonesia. Seperti kasus yang menimpa ulama kita UAS. Ulama kondang ini mengalami hal yang membuat kita tidak habis pikir yakni pendeportasian. Entah apa motif yang digunakan toh hingga kini tidak ada penjelasan yang rinci terhadap Ulama yang sangat dikagumi masyarakat Indonesia.

Namun mirisnya di saat UAS mengalami deportasi di sisi lain justru kaum pelangi seolah diberi ruang oleh pemerintah sendiri. Hal ini bisa kita lihat saat Kedubes Inggris mengibarkan bendera lg8t.

Anggota Komisi VIII DPR Bukhori Yusuf memprotes pengibaran bendera pelangi lgbt di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta. Pemerintah Indonesia diminta tidak membiarkan setiap perwakilan asing melecehkan norma dan nilai yang berlaku di negara ini. (jpnn.com, 22/05/2022)

Bahkan jika kita tengok di berbagai berita kaum pelangi ini kian tidak segan untuk mempertontonkan kemesraan di ruang publik guna mendapatkan pengakuan dari masyarakat kira.

Pemilik Kafe Wow Andri Laksono angkat bicara terkait video viral sekelompok lgbt berkumpul di kafenya. Ia tidak terima kafenya yang berlokasi di kawasan Jakarta Selatan itu disebut-sebut sebagai tempat berkumpulnya komunitas lgbt. (SINDOnews.com, 07/06/2022)

Dari sini dapat dipahami betapa negeri kita yang mayoritas muslim ini ternyata tidak memberi ruang kepada ulama yang taat. Namun justru memberikan cap radikal ketika apa yang disampaikan bila bersebrangan dengan pemerintah. Hal ini mungkin tidak asing di negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Penguasa justru tunduk terhadap titah Barat agar kebangkitan Islam semakin terhambat.

Sementara di sisi lain ruang bagi kaum pelangi terus difasilitasi dan dipaksakan demi memuaskan titah asing dan organisasi internasional seperti PBB dan yang lainnya. Selain itu, beragam kebijakan agar berwibawa di mata asing terus menguat. Karena fakta penolakan UAS dan pengibaran bendera lgbt oleh asing menegaskan perendahan mereka terhadap negeri muslim terbesar ini.

Semua terjadi karena pemerintah sendiri tidak menampakkan sikap tegas menentang lgbt dan menunjukkan penghormatan pada ulama. Akibatnya jika ini terus terjadi besar kemungkinan negeri ini akan semakin rusak generasinya. Sementara itu ulama yang lurus pun akan semakin dibungkam suaranya dalam menyampaikan amar makruf nahi mungkar.

Oleh karena itu, jika ingin negara ini dalam kondisi terjaga dan berkualitas generasi mudanya serta ulamanya dihormati maka yang harus dilakukan adalah mencampakkan sistem demokrasi sekularisme. Sebab, sistem inilah yang merusak seluruh tatanan kehidupan bangsa ini juga dunia Islam lainnya. Haruskah dicari sistem yang sesuai dengan fitrah manusia yakni sistem Islam (khilafah). Sistem ini telah terbukti mampu menjaga ulama dan generasi muslim dari kerusakan akhlak dan moral.
Wallahu a'lam bissawab.

Post a Comment

أحدث أقدم