Oleh Bu Hermin Setyoningsih
Praktisi Kesehatan


Kelas pelayanan rawat inap Badan Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS) Kesehatan dikabarkan akan dilebur menjadi kelas rawat inap standar (KRIS). Jika sebelumnya rawat inap ruang perawatan terbagi kelas 1, 2, dan 3, maka nanti akan menempati ruang perawatan dengan standar yang sama, yakni KRIS.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri mengatakan, kriteria KRIS masih dalam proses finalisasi.Asih menyebut, penerapan kelas tunggal BPJS Kesehatan masih menunggu diselesaikannya revisi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyebut, program KRIS akan diujicoba pada tahun 2022. 

Saat ini proses standarisasi kelas masih dalam perumusan konsep alias belum matang digodok. Pemerintah secara rutin memperbarui iuran BPJS Kesehatan. Terakhir kali, iuran BPJS Kesehatan mengalami perubahan di awal tahun. Besaran iuran BPJS Kesehatan merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan.


Dalam regulasi itu, ketentuan bagi peserta mandiri diatur dalam Pasal 34 Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Jumlah iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri kelas III ditetapkan sebesar Rp 42.000 per bulan.Namun, yang perlu diketahui, tarif itu terdiri dari dua komponen, yakni iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan peserta dan subsidi dari pemerintah. 

Sebelum Perpres Nomor 64 Tahun 2020 mulai berlaku, peserta mandiri kelas III membayar iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp 25.500 setiap bulan karena mereka menerima subsidi senilai Rp 16.500.Dengan subsidi itu, total iuran BPJS Kesehatan per peserta tetap sebesar Rp 42.000. Mulai 1 Januari 2021, subsidi yang diberikan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000 per orang per bulannya. 

Sehingga peserta kelas III BPJS Kesehatan harus membayar iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp 35.000 per bulan(Kompas.com, 19 Juni 2022)
Perbedaan pola layanan dalam KRIS
Konsep kelas standar nantinya hanya akan terdapat dua kelas kepesertaan program, yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non-PBI. 

Segmen peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri akan tergolong sebagai non-PBI. Berdasarkan kelas PBI dan Non PBI itu, ketentuan luas kamar dan jumlah tempat tidur tiap kamar akan berbeda. Dimana untuk kelas untuk peserta PBI, minimal luas per tempat tidur (dalam meter persegi/m2), sebesar 7,2 meter persegi dengan jumlah maksimal 6 tempat tidur per ruangan.

Sementara di kelas untuk peserta Non PBI, luas per tempat tidur sebesar 10 meter persegi dengan jumlah maksimal 4 tempat tidur per ruangan. Dalam pelaksanaan kelas standar nantinya, pemerintah ingin mengajak kerjasama asuransi swasta untuk melakukan sharing benefit atau berbagi keuntungan. Pasalnya saat ini ada beberapa layanan yang belum bisa dicover oleh BPJS Kesehatan.

Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Daniel Wibowo mengatakan, dibutuhkan waktu lebih dari satu tahun guna menyesuaikan aturan pemerintah dalam melaksanakan rawat inap kelas standar. Menurut Daniel berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan, pelayanan rawat inap kelas standar paling lambat diterapkan pada 1 Januari 2023.

Adapun dalam pelayanan rawat inap kelas standar, RS milik pemerintah pusat dan daerah harus memenuhi paling sedikit 60% dari seluruh tempat tidur dan RS milik swasta harus memenuhi paling sedikit 40% pelayanan rawat inap kelas standar. Oleh karena itu, kata Daniel nantinya rumah sakit hanya akan terbagi menjadi dua kelas, yakni rawat inap kelas standar dan kelas private.

Dengan demikian, RS swasta memiliki keuntungan karena bisa menyediakan kelas private yang lebih besar dari kelas standar.Kalau RS Swasta 40% dari jumlah tidurnya akan menjadi kelas standar. Sisanya boleh dipakai untuk kelas private. Kelas private ini tentu bisa bertingkat-tingkat, misalnya VIP sampai Presiden Suit," jelas Daniel.

Tak heran, dalam pelaksanaan kelas standar ini nantinya, pemerintah akan berbagi keuntungan atau sharing benefit dengan asuransi swasta. Pasalnya, peserta JKN memiliki pilihan untuk naik tingkat ke kelas private.(CNBC Indonesia, 02 Oktober 2021)

Makin Diskriminatif

Perubahan pola layanan BPJS dari layanan kelas 1, 2 dan 3 ke pola KRIS, jelas sekali ditampakkan perbedaan antara peserta PBI yang notabene penerima bantuan iuran dari pemerintah dengan non PBI(baik iuran mandiri, pekerja swasta, ASN, TNI, Polri), secara kasat mata dari tempat fisik RS yang melayaninya, sehingga kesan diskriminatifnya semakin tampak nyata. 

Belum lagi, alasan selama ini ada pembatasan layanan kesehatan tertentu oleh BPJS, sehingga kemudian membuka peluang bagi BPJS untuk bekerjasama dengan asuransi kesehatan swasta, semakin menunjukkan lepas tangannya penguasa pada pelayanan kesehatan diseluruh lapisan masyarakat. Karena akan muncul persaingan diantara pengampu asuransi kesehatan, berdasarkan benefit yang akan diperoleh. 

Sehingga potensi RS umum daerah/propinsi yang selama ini terbatas dalam ragam pelayanan, sarpras dan fasilitas tambahan/layanan limited edition/VIP dipastikan akan kalah bersaing dengan RS swasta yang memiliki layanan lengkap. Alhasil, bisa dipastikan masyarakat yang miskin yang notabene kategori PBI akan mendapatkan layanan seadanya, sedangkan yang non PBI akan mendapatkan pelayanan mewah sesuai besaran iuran yang mereka bayarkan.

Bukan hanya dalam fisik RS tapi dipastikan demikian pula dengan ragam pelayanan yang diberikan, sungguh semakin menampakan nuansa kapitalisasi dalam layanan kesehatan tengah berproses untuk semakin disuguhkan kepada rakyat oleh penguasa negeri ini. Tak lain dan tak bukan semua karena lepasnya peran penguasa akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler. Penguasa hanya sebagai regulator, bukan sebagai pelayan umat.

Solusi dalam Islam

Sangat berbeda dengan dengan konsep islam dalam memberikan layanan kesehatan. Islam menetapkan paradigma pemenuhan kesehatan ini sebagai sebuah jaminan. Khilafah(sistem pemerintahan Islam)  akan mengadakan layanan kesehatan, sarana dan prasarana pendukung dengan visi melayani kebutuhan rakyat secara menyeluruh tanpa diskriminasi. 

Kaya atau miskin, penduduk kota dan desa. Semuanya mendapat layanan dengan kualitas yang sama. Negara berfungsi sebagai pelayan masyarakat. Negara tidak menjual layanan kesehatan kepada rakyatnya. Negara tidak boleh mengkomersilkan hak publik sekalipun ia orang yang mampu membayar. Negara hanya diberi kewenangan dan tanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan semua warga negara.

Adapun di antara yang prinsip dari konsep agung tersebut adalah:
Pertama: Kesehatan/Pelayanan Kesehatan adalah Pelayanan Dasar Publik. Pelayanan Kesehatan telah ditetapkan Allah SWT sebagai kebutuhan pokok publik yaitu sebagaimana ditegaskan Rasulullah SWT yang artinya : “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya,sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari).

Hal tersebut aspek pertama, aspek kedua, pemerintah telah diperintahkan Allah SWT sebagai pihak yang bertanggungjawab langsung dalam pemenuhan pelayanan kesehatan. Dari kedua aspek tersebut jelas bahwa kesehatan/pelayanan kesehatan ditetapkan Allah SWT sebagai jasa sosial secara totalitas, berkualitas sesuai prinsip etik dalam Islam dan tidak boleh dikomersialkan.

Kedua: Negara Bertanggungjawab Penuh Pemerintah /Negara telah diamanahkan Allah SWT sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan setiap individu masyarakat. Diberikan secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik bagi setiap individu masyarakat, tidak hanya bagi yang miskin tapi juga yang kaya, apapun warna kulit dan agamanya. 

Tentang tugas penting dan mulia ini telah ditegaskan Rasulullah dalam tuturnya, yang artinya, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap urusan rakyatnya.”(HR AL- Bukhari). Sehubungan dengan itu, di pundak perintah pulalah tanggungjawab segala sesuatu yang diperlukan bagi terwujudnya keterjaminan setiap orang terhadap pembiayaan kesehatan, penyediaan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Ketiga: Pembiayaan Berkelanjutan yang Sesungguhnya Pembiayaan jaminan kesehatan Khilafah adalah model pembiayaan berkelanjutan yang sesungguhnya, yaitu pengeluaran untuk pembiayaan kesehatan yang telah ditetapkan Allah SWT sebagai salah satu pos pengeluaran pada baitul mal, dengan pengeluaran yang bersifat mutlak. Jika dana di baitul mal tidak mencukupi untuk pelayanan kesehatan, dibenarkan adanya penarikan pajak yang bersifat sementara, sebesar yang dibutuhkan saja. 

Pajak tersebut hanya diambil dari harta orang kaya yang didefinisikan secara Islami. Selain itu sumber-sumber pemasukan untuk pembiayaan kesehatan, sesungguhnya telah diatur Allah SWT sedemikian rupa sehingga mencukupi untuk pembiayaan berkelanjutan, itu adalah hal yang pasti bagi Allah. Yang salah satunya berasal dari barang tambang yang jumlahnya berlimpah.

Anggaran Pendapatan Belanja Negara Khilafah, tidak sedikitpun harta yang masuk maupun yang keluar kecuali sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Pembiayaan dan pengeluaran tersebut diperuntukan bagi terwujudnya pelayanan kesehatan gratis berkualitas bagi semua individu masyarakat. Dengan demikian Islam tidak mengenal pembiayaan berbasis pajak, asuransi wajib, pembiayaan berbasis kinerja, karena semua itu konsep batil yang diharamkan Allah SWT.

Kempat: Kendali Mutu yang Sesungguhnya Konsep kendali mutu jaminan kesehatan Khilafah berpedoman pada tiga strategi utama, yaitu administrasi yang simpel, segera dalam pelaksanaan, dan dilaksanakan oleh personal kapabel. Berdasarkan tiga strategi utama tersebut, haruslah pelayanan kesehatan Khilafah memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Berkualitas,memiliki standar pelayanan yang teruji. b. Individu pelaksana yang kompeten dan amanah c. Semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat mudah diperoleh dan selalu tersedia. d. Lokasi pelayanan kesehatan mudah dicapai, tidak ada lagi hambatan geografis.

Kelima: Upaya Promotif Preventif Berbasis Sistem Sistem kehidupan secara keseluruhan bersifat kontruktif terhadap upaya promotif preventif. Sehingga akan terwujud masyarakat dengan pola hidup yang sehat dan terjaga dengan baik. Demikianlah konsep-konsep prinsip jaminan kesehatan Khilafah yang cermerlang, yang bersumber dari mata air ilmu dan kebenaran, yaitu Al Quran dan As Sunnah.

Inilah fakta pelayanan kesehatan Khilafah yang diukir oleh tinta emas sejarah peradaban Islam. Pelayanan kesehatan terbaik, buah dari penerapan sistem kehidupan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah. Karenanya dibutuhkan sistem politik Islam dan Khilafah. Sebagaimana Allah SWT berfirman QS. Al-Baqarah: 147  yang artinya, “Kebenaran itu dari Rabmu, maka janganlah sekali-kali Engkau(Muhammad) termasuk orang yang ragu.” Saatnya umat islam segera beralih ke sistem Khilafah agar tak ada lagi diskriminasi dalam segala hal termasuk dalam bidang kesehatan.
Wallahu a'lam bissawab. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama