Oleh. Wening Satriyati
Muslimah Peduli Generasi


Bias radikalisme terus digaungkan
hingga hari ini. Definisi radikalisme, intoleransi, hingga terorisme masih absurd dalam pandangan masyarakat. Anehnya petinggi negri ini selalu menyebar narasi tersebut, bahkan  mengarah pada ranah pendidikan. 

Seperti dikutip dari humas Polri.go.id dimana Wakapolri Komjen Gatot Edy Pramono mengatakan, memasuki tahun ajaran baru, dunia pendidikan, khususnya tingkat perguruan tinggi harus terus meningkatkan kewaspadaan terhadap paham dan gerakan kekerasan, terutama yang ditujukan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dengan legitimasi yang didasarkan pada agama yang salah.

Paham dan gerakan tersebut adalah intoleransi, radikalisme, ekstrimisme,dan terorisme. Menurutnya, berdasarkan catatan Global Terorism Index 2022 menyebut bahwa sepanjang tahun 2021, terdapat 5.226 aksi terorisme di seluruh dunia. Korban meninggal dunia yang berjatuhan akibat aksi tersebut mencapai 7.142 jiwa.

Pernyataan Wakapolri pun direspon oleh beberapa kampus dengan membuat program mitigasi pencegahan paham tersebut dilingkungan kampus. Ironisnya, pihak kampus sebagai produsen para pemikir tidak menjelaskan definisi radikalisme itu sendiri pun beserta ciri-cirinya.

Tentunya selain mengerdilkan dan memandulkan fungsi kritis kampus terhadap kebijakan pemerintah, hal ini berakibat munculnya anggapan bahwa yang dimaksud radikalisme adalah berkaitan erat dengan gerakan jihad dan pemikiran Islam yang menyeluruh, benar dan lurus. Meski pun demikian, radikalisme tak pernah disebut sebagai bagian dari gerakan keagamaan.

Seperti yang pernah dinyatakan oleh mantan menteri pertahanan 2019 Ryamizard Ryacudu yang dikutip dari Detik.com menyebut bahwa sekitar 23 persen mahasiswa terpapar radikalisme dan setuju pembentukan negara khilafah. Untuk mencegah hal itu, Ryamizard merencanakan akan menghidupkan kembali resimen mahasiswa di perguruan tinggi.

Hal ini didasarkan pada persetujuan mahasiswa terhadap ajaran jihad dan memperjuangkan negara Islam atau khilafah, sedangkan ditingkat SMA sekitar 23,3 persen, sementara itu 18,1 persen pegawai.

Jihad dan Khilafah adalah Ajaran Islam Kaffah Bukan Radikalisme

Umat Islam harus paham bahwa sejatinya ajaran jihad dan khilafah adalah bagian dari ajaran Islam yang banyak termaktub di dalam Kitab Muktabar para ulama salafus salih. Khilafah adalah kepemimpinan umat yang satu untuk umat Islam yang menerapkan semua hukum Islam.

Khilafah menjadikan umat Islam bisa melaksanakan syariat Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Pertanyaannya, apakah yang memiliki keyakinan bahwa jihad dan khilafah sebagai ajaran dan syariat Islam kaffah adalah mereka yang dimaksud hendak menggulingkan kekuasaan?  Seharusnya tidak, sebab Islam Kaffah adalah solusi atas semua persoalan bangsa. Penegakkan syariat Islam dalam bingkai khilafah memberikan keadilan, kesejahteraan hingga keamanan yang terwujud ditengah masyarakat.

Oleh sebab itu, yang menginginkan bangsa ini maju dan berkah dengan aturan Allah tidak diberi stigma negatif. Bungkamnya dosen dan mahasiswa adalah potret betapa kuat daya tekan rezim. Padahal wujud pengabdian intelektual adalah menyuarakan kebenaran dan memperjuangkan kepentingan umat dimana umat saat ini berada dalam cengkeraman kapitalisme global.

Para kapitalis menggunakan narasi radikalisme sebagai alat untuk menjaga kepentingan mereka agar tetap menguasai dunia dengan ideologi kapitalismenya. Masyarakat dan umat Islam yang percaya dengan narasi radikalisme ini akan berakibat munculnya gerakan islamofobia terhadap ide Islam kaffah dan khilafah yang merupakan ajaran dari agama Islam.

Islamofobia ini akan semakin menghadang kebangkitan Islam dan menguatkan hegemoni barat atas dunia Islam. Tak pelak, islamofobia pun dimanfaatkan oleh pemerintah sebagai bentuk pengalihan isu atas kegagalannya dalam menyejahterakan rakyat. Misalnya kegagalan dibidang pendidikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan daya saing dimana akibat dari konsekuensi logis dari penerapan kapitalisme berdampak pada mahalnya biaya pendidikan.

Di bidang kesehatan, BPJS kesehatan dinilai gagal melayani kesehatan rakyat dimana iuran yang diwajibkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Rakyat yang tidak membayar dan tidak memiliki BPJS kesehatan, maka rakyat tidak akan mendapatkan beberapa layanan kesehatan. Dan masih banyak lagi kegagalan di bidang yang lain.

Kembali Taat Kepada Syariat Islam adalah Solusi

Kegagalan pemerintah ini sebenarnya disebabkan karena pemerintah tidak memiliki konsep bernegara yang kuat dan tangguh serta dibangun atas asas yang keliru yaitu asas sekulerisme. Tuduhan radikalisme, intoleransi, ekstrimisme,dan terorisme kepada masyarakat dan mahasiswa yang mengkritik adalah wujud kegagalan pemerintah dalam menyejahterakan rakyat. 

Tuduhan-tuduhan tersebut akan semakin mengarah pada islamofobia untuk menghapus pemikiran ideologi Islam. Akan tetapi mustahil untuk bisa memisahkan ideologi yang melekat dengan akidah Islam. Perlu diketahui, problem yang mendasar pada negeri ini bukanlah radikalisme. Pun umat tak butuh moderasi yang dianggap sebagai solusi tuntas atas berbagai problem rakyat. 

Akan tetapi problem yang mendasar pada negeri ini adalah karena tidak mau taat pada aturan Allah sehingga menimpakan kenistaan dalam kehidupan dunia. Maka solusinya adalah kembali taat kepada aturan Allah dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai sistem khilafah.
Wallahu a'lam bissawab. 

Post a Comment

أحدث أقدم