Oleh. Hermin Setyoningsih
Praktisi Kesehatan 


Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengajukan naskah terbaru Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) kepada DPR. Namun, draf terbaru RUU Sisdiknas tersebut menjadi polemik karena banyak menuai kritik dari berbagai kalangan.

Bahkan, sejumlah fraksi di DPR mengaku menolak RUU Sisdiknas masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) perubahan tahun 2022 karena terdapat sejumlah pasal yang dinilai kontroversi. Salah satunya mengenai tunjangan guru atau tunjangan profesi guru. Selain soal tunjangan guru, sejumlah pasal dalam RUU Sisdiknas dinilai tidak menjawab berbagai masalah pendidikan. 

RUU itu menghapus pasal-pasal penting dalam tiga undang-undang lama terkait pendidikan, yakni UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pasal 105 huruf a hingga huruf h yang memuat hak guru atau pendidik.

Tidak satu pun ditemukan klausul hak guru mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG). Pasal ini hanya memuat klausul hak penghasilan/pengupahan, jaminan sosial dan penghargaan yang disesuaikan dengan prestasi kerja. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyesalkan hilangnya pasal tentang tunjangan profesi guru (TPG) dalam draf Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). "Dalam Pasal 105 huruf a-h yang memuat hak guru atau pendidik, tidak satu pun ditemukan klausul 'hak guru mendapatkan Tunjang Profesi Guru'.

Pasal ini hanya memuat klausul 'hak penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial'," ujar Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim dalam keterangan tertulis melansir Antara, 29 Agustus 2022. Ternyata slogan pahlawan tanpa tanda jasa betul-betul akan menjadi kenyataan jika RUU Sisdiknas tahun 2022 masuk prolegnas dan disahkan oleh DPR, sungguh kenyataan pahit yang ada di depan mata bagi para guru. 

Guru yang di pundaknya bergantung masa depan generasi, ternyata benar-benar tak di hargai oleh pemerintah saat ini. Belum lagi persoalan banyaknya guru yang masih berstatus pegawai honorer dengan gaji yang sangat minim bahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka saja tak mampu untuk mencukupinya.

Inilah bukti dari penguasa yang abai dalam mensejahterakan guru akibat dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem yang meniscayakan pembuatan undang-undang dan aturan negara yang dilakukan oleh para anggota dewan yang notabene merupakan manusia yang penuh dengan kelemahan dan kepentingan individualisnya sehingga ketika membuat aturan dipengaruhi oleh kepentingan baik individu maupun kelompok penguasa oligarki yang ingin memperkaya diri dan kelompoknya. 

Mereka dengan mudahnya mengubah aturan perundang-undangan yang dirasa tidak cukup mewakili kepentingannya. Padahal di tengah kenaikan harga BBM yang baru saja diberlakukan oleh pemerintah, maka tunjangan profesi guru justru diharapkan ikut dinaikkan tapi yang terjadi justru akan dihapus. 

Maka, di mana penghormatan mereka para anggota dewan yang merupakan wakil dari rakyat yang seharusnya memperjuangkan kesejahteraan para guru khususnya tapi justru berlaku sebaliknya dengan dalih memperjuangkan kesejahteraan semua guru yang selama ini belum mendapatkan tunjangan profesi guru?

Sungguh kenyataan miris yang harus ditanggung oleh guru yang sangat berjasa untuk masa depan generasi ini karena pendidikan merupakan dasar dari kuatnya generasi yang akan menjadi pemegang tongkat estafet dari kemajuan negeri ini. Generasi adalah perubah peradaban yang diharapkan semua umat.

Kenyataan ini sangat berbeda ketika para guru hidup di masa pemerintahan Islam yang disebut dengan Khilafah. Dalam buku berjudul ‘Fikih Ekonomi Umar Bin Khattab” karangan Dr. Jaribah bin ahmad Al-Haritsi, beliau membayar gaji para pengajar sebesar 15 dinar setiap bulan. Dijelaskan dalam Kompas.com sebagaimana dikutip dari laman resmi logammulia.com pada Sabtu (30/1/2021), bahwa harga koin emas dinar yang diproduksi Antam 91,7 persen dan berat 4,25 gram dijual seharga Rp 3.582.007. Sedangkan dikutip dari akurat.co bahwa 1 dinar di masa Rasuliullah setara Rp2,2 juta.

Jika kita gunakan dinar versi Rasulullah SAW, maka gaji guru pada masa khalifah Umar Ibn Khattab dengan 15 dinar setara dengan 33 juta/bulan. Sebuah angka atau nominal pendapatan guru yang sangat fantastis jika direalisasikan untuk kehidupan saat ini. Tingginya penghargaan yang diberikan negara Islam pada SDM di bidang pendidikan, menjadikan ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat di masa keemasan Islam. 

Demikian juga terkait dengan investasi, Khilafah Islam saat itu sangatlah memprioritaskan bidang pendidikan yang ada. Bukan hanya gaji guru yang diperhatikan, kemajuan ilmu juga mendapatkan penghargaan yang luar biasa dalam sistem Khilafah. Karya tulis yang ada saat itu akan ditimbang beratnya kemudian diganti dengan emas yaknu saat di masa Khalifah Al-Makmun yang memberikan emas kepada Hunain bin Ishak seberat kitab-kitab yang ia salin ke bahasa Arab dengan ukuran yang sama beratnya.

Itu dapat menandakan bahwa alokasi belanja negara sangat tinggi di bidang pendidikannya. Karena prioritasnya yang tinggi, maka fasilitas-fasilitas seperti sekolah, kampus, perpustakaan dan laboratorium menjadi tempat yang sangat membanggakan di era keemasan Islam. Dengan penghargaan tinggi Khilafah terhadap guru, maka guru fokus dalam mengajar. Tidak sibuk mencari tambahan sana-sini. Dan yang lebih penting, negara Khilafah tidak membedakan status guru honorer dan ASN, karena semuanya adalah pegawai negara (muwazif daulah).

Maka, gaji atas semua guru adalah sama. Selain itu, sistem Islam menjadikan para guru bergerak dengan takwa, bukan semata dengan hati. Dengan ketakwaan itulah, para guru mengajar penuh idealisme dan dedikasi membangun generasi. Ridho Allah tetap menjadi hal utama yang dikejar, sehingga para guru akan berupaya menampilkan keteladanan di dalam dirinya. Mereka pun akan mengajar dengan penuh amanah dan sungguh-sungguh demi terciptanya generasi yang tak hanya cerdas secara intelektual, namun juga berkepribadian Islam cemerlang.

Mereka mampu menjadi problem solver bagi permasalahan pribadi dan juga umat. Inilah generasi yang terlahir dari sosok guru dalam naungan Khilafah. Demikianlah Khilafah mampu mencetak guru yang kompeten dan mumpuni dengan  peri’ayahan optimal oleh negara. Maka sewajarnya, kaum muslimin kembali kepada sistem Islam yang telah terbukti memberikan pendidikan terbaik dan menyejahterakan para guru. Hal ini terbukti, dari banyaknya para ilmuwan yang menyumbangkan ilmunya untuk peradaban dunia dan dirasakan seluruh manusia hingga sekarang. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama