Oleh. Hermin Setyoningsih
Praktisi Kesehatan


Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Puspayoga mendorong korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) melapor setelah mencuat kasus Rizky Billar dan Lesti Kejora (Leslar). Bintang menyampaikan pemerintah menyediakan pusat pengaduan di nomor 129. Laporan soal KDRT juga bisa dilakukan melalui WhatsApp ke nomor 081 111 129 129. "Siapa pun yang jadi korban harus berani speak up memberikan keadilan kepada korban dan efek jera kepada pelaku sehingga tidak terjadi kasus berulang," kata Bintang di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (11/10). 

Terkait kasus Leslar, Bintang berkata pemerintah memantau proses hukum yang berlaku. Pada saat yang sama, pemerintah akan meningkatkan pendidikan untuk masyarakat agar semakin sadar terhadap KDRT (CNN Indonesia, 11 Oktober 2022)

Speak up atas kekerasan adalah satu keharusan,  namun  speak up tak akan mampu tuntaskan masalah KDRT, apalagi  sudah ada banyak regulasi yang disahkan di negeri ini, faktanya tak juga membuat menurun kasus KDRT.

Regulasi yang di harapkan menjadi problem solver nyatanya tak berdaya karena negara tak memberikan dukungan sistem kehidupan yang mendorong terbentuknya keluarga sakinah mawadah warahmah. Fakta bahwa maraknya KDRT dipicu oleh kemiskinan dan perselingkuhan menjadi bukti tak adanya supporting sistem dari negara. Karena realitas kemiskinan yang terjadi saat ini merupakan kemiskinan terstruktural akibat negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis melalui liberalisasi dan swastanisasi pengelolaan SDA, sehingga harga BBM menjadi naik dengan efek dominonya yakni lonjakan harga pangan dan hajat hidup rakyat lainnya.

Selain itu juga membawa dampak tergerusnya pendapatan rakyat dan ancaman PHK akibat beban produksi yang berat, tak ayal inilah yang penyebab sungguhnya KDRT. 
Selain itu, pemicu lainya dari KDRT adalah perselingkuhan sebagaimana yang terjadi pada pasangan artis Leslar. Kebebasan di sistem kapitalisme menjadikan manusia bebas melakukan apapun selama tidak merugikan orang lain. 

Membuka aurat, pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita bukan mahrom mejadikan laki-laki dan perempuan bahkan yang telah menikah tergiur untuk melakukan perselingkuhan baik mendekati zina bahkan berzina asalkan tidak diketahui suami atau istrinya. Ketika berselingkuh, seseorang yang takut ketahuan atau merasa paling benar, ia juga rentan melakukan kekerasan terhadap pasangannya. 

Perbuatan ini bisa saja semakin brutal ketika ia memang memiliki karakter yang keras dan emosi yang meluap-luap. Oleh karena itu, menutup pintu perselingkuhan dan menuntaskan kemiskinan adalah kunci utama memutus KDRT. 
Namun sayang, selama negeri ini menerapkan sistem aturan kapitalisme, semua itu tak kan terwujud. 

Kapitalisme ini yang menjadi biang tumbuh suburnya ide feminisme yang senantiasa mengorientasikan kesetaraan gender dalam menyelesaikan permasalahan termasuk masalah KDRT. Sebagai mana yang dinyatakan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang, mereka yang menjadi korban KDRT disarankan untuk speak up, padahal justru ketika itu dilakukan akan menjadikan masalah semakin runyam, dan keluarga terancam perceraian. Bagaimana tidak, jika efek speak up itu kemudian sang pelaku KDRT dipidanakan, bukankah itu justru menjadi pemicu retaknya keluarga, sang anak atau keluarga juga akan semakin bertambah beban psikologis karena harus menanggung anggota keluarga yang berurusan dengan hukum.
 
Berbeda sekali ketika negara menerapkan sistem Islam yakni Khilafah. Khilafah akan menuntaskan problem kemiskinan dengan yang pertama, jaminan kebutuhan primer individu perindividu. Kedua, pengelolaan kepemilikan. Ada tiga aspek kepemilikan dalam Islam yaitu, kepemilikan individu, umum, dan negara.

Kepemilikan individu memungkinkan siapa pun mencari harta untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang dibolehkan Islam. Adapun kepemilikan umum dikelola negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, yaitu bisa berupa harga murah bahkan gratis. Harta milik umum ini berupa barang tambang, minyak, sungai, danau, hutan, jalan umum, listrik, dll. Harta ini wajib dikelola negara, tidak boleh diswastanisasi dan diprivatisasi sebagaimana praktik dalam kapitalisme. 

Ketiga, distribusi kekayaan yang merata. Negara berkewajiban secara langsung melakukan pendistribusian harta kepada individu rakyat yang membutuhkan, menciptakan distribusi kekayaan, sekaligus produktivitas sumber daya alam dan sumber daya manusia, yang dengan sendirinya dapat mengatasi masalah kemiskinan. Keempat, penyediaan lapangan kerja. Negara wajib menyediakan lapangan kerja yang menyerap banyak tenaga kerja terutama untuk laki-laki. Karena merekalah pencari nafkah bagi keluarganya.

Negara membolehkan perempuan berperan dalam ranah publik, seperti dokter, perawat, guru, dll. Namun, tugas perempuan sebagai ibu dan pengurus rumah suaminya tetap menjadi kewajiban utama yang harus ditunaikan dengan sempurna. Kelima, penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan. Masalah kemiskinan biasanya juga disebabkan tingkat pendidikan rendah yang berpengaruh pada kualitas SDM. 

Di sinilah negara Khilafah akan menyelenggarakan pendidikan gratis kepada rakyat. Demikian pula dengan layanan kesehatan yang diberikan secara cuma-cuma. Sebab, pendidikan dan kesehatan adalah kebutuhan primer yang wajib dipenuhi negara. Demikianlah, Islam mengatur secara rinci bagaimana mengatasi kemiskinan struktural dengan pemenuhan kebutuhan dasar bagi rakyat, saat tak ada kemiskinan maka hilanglah pemicu KDRT.

Demikian dengan kasus perselingkuhan, Islam mampu memberantas kasus perselingkuhan dengan tuntas. Selingkuh atau zina dalam Islam dikenal dengan nama al khianah az zaujiyyah yang berarti seseorang yang sudah berpaling pada orang yang bukan menjadi pasangannya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW berkata jika pada sebuah mimpi-Nya, ia melihat hukuman yang akan diberikan Allah SWT pada pelaku zina.

“Kemudian kami berlalu dan sampai ke sebuah bangunan seperti tungku pembakaran. Perawi hadits berkata, “sepertinya beliau juga bersabda, ‘tiba  tiba aku mendengar suara gaduh dan teriakan’. Beliau lalu melanjutkan, ‘kemudian aku menengoknya, kemudian mendapati di dalamnya ada laki  laki dan perempuan yang telanjang. Tiba  tiba mereka didatangi nyala api di bawah mereka, dan berteriak  teriak.” Nabi bersabda, ‘Aku bertanya (kepada malaikat Jibril dan Mika’il), siapa mereka?’ Jawab keduanya, ‘laki  laki dan perempuan yang ada di tungku pembakaran, mereka adalah para pezina.’ (HR.Bukhari) 

Sejak dini, melalui sistem pendidikannya, khilafah telah menyiapkan kurikulum pengajaran yang membentuk saksiyyah Islam (kepribadian Islam). Menanamkan tauhid yang lurus. Mengenal tujuan hidup. Memahami makna kebahagiaan hakiki. Serta manajemen pengendalian diri terhadap prilaku maksiat. Ini berlaku untuk individu, masyarakat dan negara. Negara  yang memastikan terciptanya pendidikan bagi individu – individu rakyatnya, melalui pendidikan formal ataupun nonformal.

Hasilnya, terciptalah pribadi-pribadi Islami yang berpola pikir Islam dan berpola sikap Islam. Mereka memahami tentang aturan menutup aurat, menundukkan pandangan dan aturan lainnya yang dapat menjaga kehormatan mereka. Negara pula yang mewujudkan sistem pergaulan Islami, seperti aturan pergaulan lelaki dan perempuan, larangan berdua-dua-an dengan yang bukan mahram, larangan bercampur baur dan sebagainya, yang dapat mencegah terjadinya hubungan terlarang hingga perzinahan. Selain itu, negara pun berfungsi sebagai pemelihara hukum-hukum Islam dengan penerapan sistem sanksi.

Penerapan sanksi itu telah diatur oleh Islam. Ada sanksi bagi setiap pelanggaran syariah, yang terberat adalah jilid bagi pezina yang belum menikah dan cambuk bagi pezina yang sudah menikah. Dengan mekanisme semacam ini maka secara otomatis perselingkuhan yang bisa berujung KDRT akan bisa diberantas dengan tuntas. Karenanya Khilafahlah yang akan mampu meminimalisir bahkan melenyapkan kasus KDRT melalui penerapan Islam kaffah.
Wallahualam bissawab. 

Post a Comment

أحدث أقدم