Oleh. Rita Rosita


Masyarakat dibuat sedih dan marah, khususnya masyarakat warga Malang Raya menyaksikan peristiwa tragis pasca pertandingan sepak bola Persebaya vs Arema di stadion Kanjuruhan, kepanjen, kab Malang, Jawa Timur, pada sabtu malam 01 Oktober 2022.
Tragedi tragis ini memakan korban meninggal mencapai 131 jiwa, 35 diantaranya anak-anak bahkan diprediksi korban meninggal lebih dari itu, korban jiwa diperkirakan lebih dari yang berhasil didata, belum lagi korban luka-luka yang sampai saat ini masih dirawat di RSUD Kanjuruhan mencapai 91 orang dengan luka ringan, sedang, hingga berat.

Akibat gas air mata yang ditembakkan aparat kepada suporter yang turun ke lapangan, bahkan juga ditembakkan ke arah penonton yang ada di tribun membuat penonton panik dan kalang kabut menyelamatkan diri karena efek pedas pada mata dan sesak nafas. 

Mereka yang dilapangan lari mencari pintu keluar untuk menjauhi asap gas air mata, begitu juga suporter yang berada di tribun, sehingga terjadilah desak-desakkan, dan disinilah tragedi mematikan itu terjadi. Hal serupa tidak hanya terjadi di pagelaran pertandingan sepak bola di Indonesia saja, dengan tragedi terbesar terbesar di Kanjuruhan Jawa Timur. 

Namun juga pernah pernah terjadi di beberapa negara lain yang memakan korban luka-luka, diantaranya yang pernah terjadi di stadion Accra, Ghana Afrika pada tahun 2001 yang menewaskan 126 orang dan 70ribu luka-luka dan tragedi di stadion  Port Said, Mesir pada tahun 2012 yang menewaskan 79 suporter dan lebih dari 1000 suporter lainnya luka-luka. 

Tragedi kerusuhan yang berujung maut, dan kerugian harta benda tidak hanya terjadi pada pagelaran sepak bola, tapi juga terjadi pada pertandingan olah raga yang lainnya seperti pertandingan basket dll.

Permainan sepak bola termasuk kedalam lahwun munadham yaitu permainan atau hiburan yang di atur sedemikian rupa dengan berbagai jenis program dan waktu penyelenggaraannya. Ditunjuklah sejumlah pegawai, staf manager dan penanggung jawab sehingga menjadi suatu misi yang penting di mata para perencana dan pengaturnya. Bahkan telah dibentuk organisasi tingkat dunia yang dipayungi oleh FIFA (Federation Internationale de Football Association).

Tidak hanya di tingkat dunia di setiap negara pun ada organisasi resmi yang mengatur berbagai cabang olah raga. Di Indonesia ada KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) yang membantu pemerintah untuk pelaksanaan olahraga prestasi sekaligus pengawasan terhadap kegiatan olahraga prestasi yang dilakukan induk cabang-cabang olahraga.
Kecintaan sebagian masyarakat terhadap klub tertentu akan melahirkan sikap fanatisme dan pembelaan terhadap klub kesayangan. 

Aktualisasi luapan emosi, amarah, dan bahagia adalah salah satu indikator terkuat betapa kuatnya fanatisme mereka. Bahkan mereka rela mengorbankan harta, tenaga, dan waktunya hanya untuk mengikuti jadwal pertandingan klub kesayangannya. Tidak sedikit diantara mereka menjadi korban tawuran atau sikap represif aparat, akibat ulah fanatisme mereka.

Durasi Pertandingan yang panjang hingga memakan waktu beberapa jam  akan melalaikan pemain dan penonton dari pelaksanaan kewajiban terutama shalat, kostum pemain yang tidak menutup aurat dengan benar juga menjadi pemandangan di lapangan. Penonton yang bercampur baur laki-laki dengan perempuan menjadi hal yang biasa. Belum lagi untaian kemaksiatan yang lain biasanya mengiringi pertandingan sepak bola/cabang olah raga lainnya seperti mempertaruhkan siapa yang menang, dan kalah (judi) dan juga miras.
Inilah sekilas gambaran lahwun munadham, kesia-siaan yang teroganisir yang berdampak buruk bagi kehidupan seorang muslim di dunia terlebih di akhirat kelak.

Imam Asy-Syathibi menyatakan” hiburan, permainan dan bersantai adalah mubah atau boleh asal tidak terdapat suatu hal yang terlarang.” Selanjutnya beliau menambahkan, Namu  demikian hal tersebut tercela dan tidak disukai para ulama. Bahkan mereka tidak menyukai seorang lelaki yang dipandang tidak berusaha untuk memperbaiki  kehidupannya di dunia, dan tempat kembalinya di akhirat kelak karena ia telah menghabiskan waktunya dengan berbagai macam kegiatan yang tidak mendatangkan suatu hasil duniawi dan ukhrawi.

Pemain dan penonton pertandingan olahraga khususnya sepak bola mayoritas didominasi dari kalangan pemuda yang seharusnya mereka banyak melakukan aktivitas produktif yang memberikan manfaat di dunia dan akhirat, seperti menimba ilmu dan tsaqofah Islam, berdakwah dan berjihad di jalan Allah SWT. 

Islam membolehkan berolahraga dalam rangka menjaga kesehatan, kebugaran, dan keterampilan bagi kaum muslim, tapi tak dibenarkan jika sampai menimbulkan kesia-siaan.

Pertandingan olahraga ini mesti sepintas sebagian orang menilai bagian dari olahraga yang menyehatkan, tapi realitasnya bukan aspek kesehatan yang menjadi target utama melainkan lebih kepada keuntungan materi. Sepakbola sebagai  salah satu cabang olahraga yang paling banyak penggemarnya, ini tentu sangat menguntungkan bagi kapitalis. Sepakbola saat ini menjadi bisnis, identitas, politik yang termodifikasi melalui perayaan yang penuh dengan kegembiraan. Semua itu berkumpul dalam suatu mesin raksasa yang bernama industri sepakbola.

Di Indonesia ini dibuktikan pernyataan Menfora RI, Zainudin Amali yang mendorong agar klub-klub sepak bola bisa masuk ke pasar modal dan masuk dalam penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offening(IPO) makin banyak klub-klub yang masuk IPO di pasar modal, kelanjutan dari kehidupan klub makin terjamin dan kualitasnya tentu tetap bisa terjaga. Secara umum, ada tiga sumber pendapatan untuk sebuah klub sepak bola, diantaranya pendapatan berasal dari pertandingan(termasuk penjualan tiket) lisensi hak siar dan sumber komersial(termasuk sponsor, penjualan merchandise dan operasi komersial lainnya) hasilnya dapat dilihat bagaimana peputaran uang dalam bisnis ini sangat fantastik.

Sebagaiamana layaknya bisnis dalam kapitalisme dalam industri sepak bola, para kapital yang pemilik klub yang akan mendapatkan keuntungan, sedangkan sebagai pemain dan penonton menjadi pihak yang diekploitasi. Tragedi kanjuruhan menjadi bukti bahwa pertandingan sepakbola adalah lahwun munadhawun yang membawa bencana bukan hanya kerugian materi, tapi juga hilangnya nyawa ratusan jiwa. Dalam pandangan Islam, sanksi yang harus diberikan kepada oknum-oknum yang terlibat dalam tragedi Kanjuruhan tersebut, karena melihat fakta banyak nyawa yang terenggut,"Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak." (HR Nasai 3987, Turmudzi 1455)

Terenggutnya ratusan nyawa dalam tragedi Kanjuruhan tentu sangat disayangkan dalam Islam.
Apabila hilangnya nyawa tersebut karena faktor kesengajaan maka pelaku akan dihukum dengan qisas, terlebih jika pelakunya adalah para pejabat negara maka tentu hukum qisas itu yang paling adil baginya. 

Adapun apabila terbunuhnya korban karena faktor kelalaian maka pelaku akan akan diberi hukuman diyat yaitu membayar 100 ekor unta kepada ahli waris korban dan kafarat dengan membebaskan budak, jika tidak ada budak maka pelaku harus berpuasa selama 2 bulan berturut-turut. (Nizham Uqubat wa ahkam bayyinat fil Islam). 

Dalam tragedi Kanjuruhan, harus ada pendetilan sehingga para pelaku yakni aparat kepolisian yang menembakkan gas air mata dan juga melakukan pemukulan terkategori yang pertama atau yang kedua.

Dalam sistem hukum Islam, keluarga korban akan mendapatkan haknya berupa tuntutan balas atas kematian keluarganya dengan hukuman qisas jika disengaja atau menerima diyat dari pelaku jika pembunuhan karena kelalaian. []

Post a Comment

أحدث أقدم