Oleh. Fitriani SKM (Teta)


Masa muda adalah masa dimana hidup dipenuhi dengan cita-cita, semangat, enerjik, pikiran masih akurat dan fisik pun masih kuat. Masa muda inilah sebagai salah satu penentu maju dan mundurnya sebuah negara, penerus generasi maupun estafet perjuangan terhadap agama maupun bangsanya. Masa muda dimana kita disibukkan akan ilmu, disiplin, dan proses pembentukan karakter. 

Tetapi apalah daya ketika kita melihat di masa kini anak muda dipenuhi oleh sifat hura-hura, brutal, kurangnya adab dan akhlak. Padahal adab adalah kunci dari hidup dan matinya hati seorang manusia. 

Dikutip dari media Detik.com (22/11/2022) bahwa telah terjadi tawuran pelajar di Cibinong Bogor, 1 siswa SMK Tewas. Tawuran maut tersebut bermula saat salah satu pelajar yang merupakan rekan korban, mengajak pelajar sekolah lain tawuran melalui media sosial. Buntut aksi tawuran tersebut mengakibatkan seorang pelajar berinisial AA meninggal dunia usai mengalami luka terkena senjata tajam.

Dikutip dari media Tribun Jambi, “Koban tewas akibat serangan geng motor di kawasan Haji Kamil, Pasir Putih, Kota Jambi masih berusia pelajar.” Suhendri menceritakan, terkait peristiwa pembunuhan. 
Korban diketahui dihajar pakai parang panjang oleh sekelompok pemuda yang saat ini sedang diburu polisi. Kapolsek Jambi Selatan, AKP Suhendri saat dikonfirmasi membenarkan ada seorang pria tewas dibunuh pakai parang oleh sekelompok pemuda. Korban mengalami luka parah di kepala, bahu dan kaki akibat sabetan parang. Kejadian tepat sekitar pukul 02.30 WIB dan saat kejadian kedua kelompok pemuda saling berlawanan di jalan raya dan saat ada kelompok dari gado-gado bawa parang, para pemuda dari H. Kamil langsung melawan dan kelompok  pemuda dari gado-gado saat kabur ada satu orang jatuh dan langsung dihajar sampai meninggal. 

Pendidikan sekuler membentuk  anak didik memiliki karakter sekuler. Padahal pendidikan adalah proses pembentukan karakter anak, dimana anak akan selalu diberikan informasi, penyampaian dan edukasi. Di sekolahlah karakter anak-anak akan terbentuk. Dari pendidikanlah anak menjadi tahu mana buruk dan mana yang baik, dari pendidikanlah apa yang tidak kita ketahui menjadi tahu, dan dari pendidikan jugalah terbentuk proses akhlak, adab dan sikap sopan santun. 

Sekuler adalah konsep atau ideologi bahwa harus ada pemisahan antara agama dengan institusi atau badan negara. Saat ini pendidikan di Indonesia begitu melekat berbagai bentuk pendidikan yang berbasis kebebasan dengan orientasi materi/duniawi semata. Tidak heran dari sini, maka tumbuhlah pendidikan-pendidikan yang kering dari nilai-nilai agama, campur baur antara pelajar lelaki dan wanita, seragam yang menampakan aurat dan kurikulum-kurikulum yang tidak menyentuh ruhani begitu dominan dalam dunia pendidikan mereka. 

Saat ini pendidikan di Indonesia erat dengan pendidikan yang berbasis kebebasan, orientasinya merujuk pada materi/duniawi semata. Sistem sekuler telah menjadikan tujuan tertinggi pendidikan sebatas peraihan materi. Tak ayal genersi yang dilahirkan menjadi generasi yang hanya mengejar IPK tinggi, gelar dan pekerjaan bergengsi. Mereka cenderung pragmatis dan apatis terhadap permasalahan negeri yang multidimensi.

Bagaimana terwujud cita-cita pendidikan nasional untuk membangun rakyat Indonesia menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera dan berakhlak mulia, jika remaja ataupun pemuda saat ini sudah banyak menimbulkkan keresahan? Bahkan usia yang terbilang muda sudah berani membunuh satu nyawa.

Surat Al-Maidah ayat ke-32 menyebutkan:

 مِنۡ اَجۡلِ ذٰ لِكَ  ۚكَتَبۡنَا عَلٰى بَنِىۡۤ اِسۡرَآءِيۡلَ اَنَّهٗ مَنۡ قَتَلَ نَفۡسًۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ اَوۡ فَسَادٍ فِى الۡاَرۡضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيۡعًا ؕ وَمَنۡ اَحۡيَاهَافَكَاَنَّمَاۤ اَحۡيَا النَّاسَ جَمِيۡعًا ؕ وَلَـقَدۡ جَآءَتۡهُمۡ رُسُلُنَا بِالۡبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيۡرًا مِّنۡهُمۡ بَعۡدَ ذٰ لِكَ فِى الۡاَرۡضِ لَمُسۡرِفُوۡنَ

"Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya, Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi, kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi." 

Maka, tidak heran jika tumbuhlah pendidikan-pendidikan yang melahirkan anak didik yang kering dari nilai-nilai agama, penyimpangan seksual, minimnya adab, brutal, minum minuman beralkohol. Juga dihasilkan kurikulum-kurikulum yang tidak menyentuh ruhani keimanan dikarenakan begitu dominan dalam dunia pendidikan yang membentuk karakter duniawi dan materialisme pada anak. Hal inilah yang membuat anak menjadi kaku pada identitasnya (agama). Tidak ada lagi rasa takut kepada Allah akan perbuatannya. 

Negara Mengubah Arah Pemuda 

Generasi adalah penerus sebuah peradaban, kewajiban negara menjamin terciptanya lingkungan yang baik dan sehat bagi akal dan mental generasi. Maka negaralah yang dapat mengubah arah pandang pemuda. Perubahan teknologi dan arus semakin berkembang. Hal ini memberi pengaruh yang semakin menguasai ruang kehidupan, mengarahkan pada sisi negatif bagi banyak pemuda Indonesia. Hal ini juga karena mereka yang kurang membatasi diri dalam menggunakan teknologi. 

Ketika anak usia belia dengan emosi yang masih belum stabil sudah bisa mengendarai sepeda motor, lebih banyak bermain dengan gadget-nya dibandingkan bermain di luar rumah bersama teman-temannya, narkoba, perkelahian, dan lain sebagainya. Jika itu semua dibiarkan, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang apatis, kurang bersosialisasi, dan konsumtif. Padahal, mereka yang akan membangun bangsa yang akan menghadapi berbagai masalah sosial yang membutuhkan kehebatan para pemuda dalam menghadapinya.

Ir Soekarno mengatakan, "Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia." Pemuda memiliki peran untuk menjadi pusat kemajuan sebuah negara. Sebagai agen perubahan, dengan sikap kritis dan semangatnya, pemuda memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menyadarkan umat untuk melakukan suatu gerakan perubahan sosial. Misalnya dengan memperjuangkan aspirasi dari ketidaksesuaian kebijakan rezim. Itu karena seringkali kebijakan rezim tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Pemuda juga diharapkan menjadi sosok yang memiliki potensi melahirkan karya-karya, inovasi dan semangat juang demi memajukan negaranya.  

Negara dan pemuda tentunya memiliki kekuatan besar dalam menegakkan perubahan. Negara memfasilitasi pendidikan bagi generasi muda, dan generasi adalah pelaku yang harus dibentuk perilaku dan etitude-nya agar ia bisa menggantikan estafet untuk memajukan negara. 

Itulah mengapa peran negara amat penting dalam membangun pemuda. Jika arus yang diberi oleh negara kepada pemuda adalah duniawi, kapilatis, materialis dan sekularis maka akan dipastikan langka pemuda yang berpikir menggunakan iman dan akidahnya dalam membawa perubahan. Akan langka, anak-anak yang memiliki moral yang baik, bahkan sudah langka adab siswa terhadap seorang pembawa ilmu (guru).

Di sinilah peran negara hadir dalam membentuk generasi anti kekerasan, memiliki akhlak yang baik dan paham agama.

Pendidikan Islam Melahirkan Peradaban Islam

Inilah gambaran Pendidikan dalam sistem Islam. Sejak Rasulullah saw. menerima wahyu dengan "iqra–nya" lalu beliau mengajarkan dan membina para sahabat dengan akidah dan syariat-Nya di rumah Arqam bin Arqam. Di Madinah, Beliau saw. membebaskan tawanan perang Badar dengan ganti setiap tawanan mengajarkan membaca dan menulis kepada 10 muslimin. Dimasa kekhalifahan Umar bin Khatthab memberikan gaji pada guru masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan, itu artinya gaji guru sekitar Rp 30.000.000. Dan dimasa kekhalifahan Harun Al-Rasyid memberikan 1000 dinar kepada penghafal Al-Qur'an. 

Ilmu memiliki kedudukan tertinggi dalam Islam. Sebab hal itu berkaitan dengan keimanan, ketakwaan dan kemajuan. Bahkan wahyu pertama yang Allah turunkan adalah mendorong hamba-Nya untuk menimba ilmu.

Pendidikan dalam pandangan Islam memiliki urgensi besar untuk menjaga ideologi dan tsaqafah manusia. Maka dapat dipastikan eksistensi dan jati diri sebuah pemuda akan sirna. Lebih dari itu sebuah peradaban yang besar akan runtuh ketika pemuda tidak mampu mempertahankan ideologi dan tsaqafahnya. Ilmu adalah kebutuhan asasi manusia, ilmu ibarat ruh peradaban.

Negara dalam hal ini khalifah memiliki kewajiban mengatur sistem politik Islam yang menghasilkan kebijakan pendidikan (kurikulum) untuk melahirkan intelektual yang bervisi keumatan, melahirkan generasi unggul, mencetak para ahli untuk kemaslahatan umat dan sistem ekonomi Islam.

Visi sistem Islam  dan visi intelektual yaitu sama-sama melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang fokus kepada pengembangan dan teknologi yang mampu mewujudkan peradaban mercusuar dunia yang semua itu semata-mata didasari atas dorongan keimanan. Melaksanakan Islam kafah bukan berarti mengancam kebebasan, bahkan justru penyelamatan generasi muda dari kebebasan yang tidak bertanggung jawab. 

Dunia Islam tidak membutuhkan contoh lain untuk meningkatkan sistem pendidikannya. Kaum muslimin hanya butuh melihat pada sejarahnya sendiri. Hal tersebut untuk memahami bahwa satu-satunya jalan menuju kemajuan adalah dengan mengembalikan Islam dan menjadikannya inti dari seluruh sistem, termasuk sistem pendidikannya. Dimana tujuan pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian Islam dalam pemikiran dan tingkah laku. Juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan aspek kehidupan. Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama